Jakarta (Metrobali.com)-

Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP)Reni Marlinawati menentang rencana perubahan tata tertib berdoa di sekolah.

Anggota DPR dari Dapil Jabar IV (Kabupaten Sukabumi-Kota Sukabumi) itu menyatakan dalam pernyataan persnya di Jakarta, Rabu (10/12), sebagai anggapan atas rencana perubahan tata tertib tentang pengaturan berdoa sebelum dan sesudah Kegiatan Belajar mengajar (KBM) di sekolah oleh Mendikbud Anies Baswedan. Pertama, rencana Mendikbud Anies Baswedan mengubah tatib pengaturan berdoa di sekolah, tampak seolah menampilkan sosok yang pluralis dan nasionalis dengan pernyataan “Sekolah negeri harus mempromosikan sikap Ketuhanan YME bukan satu agama”.

“Padahal, rencana tersebut justru kontra konstitusional,” katanya.

Dalam Konstitusi disebutkan secara jelas di Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya.

Dalam konteks ini, siswa yang beragama Islam dipersilakan berdoa sesuai agamanya. Begitu juga siswa yang beragama lainnya disesuaikan dengan agamanya.

“Begitu implementasi dari amanat konstitusi itu,” katanya.

Kedua, rencana Mendikbud tersebut justru kontradiktif dengan praktik di lapangan. Yang terjadi di lapangan, doa pembukaan dan penutupan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), siswa non muslim dipersilakan menggelar doa sendiri.

Salah besar bila disebutkan siswa non muslim dipaksa berdoa sesuai ajaran Islam.

“Saya sarankan, Mendikbud agar menggelar ‘blusukan’ ke lapangan yang benar-benar ‘blusukan’ untuk mengetahui kondisi  riil praktik di lapangan,” kata Reni.

Ketiga, berdoa sebelum dan sesudah dalam KBM merupakan awal terbentuknya pribadi yang relijius pada anak sekolah. Pendidikan memiliki tujuan agar anak didik beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, cerdas, inovatif, sehat dan bertanggung jawab.

“Ini sesuai dengan amanat Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas),” katanya. AN-MB