Foto: Pengamat kebijakan publik yang juga Panglima Hukum Dr. (c) Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., saat bersama Presiden Jokowi dalam suatu kesempatan.

Denpasar (Metrobali.com)-

Publik pun merespon positif pertemuan dua tokoh negara calon presiden Prabowo Subianto yang juga Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bersama presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) untuk pertama kalinya pasca Pilpres 2019.

Pengamat kebijakan publik Dr. (c) Togar Situmorang, S.H., M.H., M.A.P., menilai pertemuan  ini menjadi babak baru untuk perjalanan bangsa Indonesia ke depan dalam spirit persatuan.

Semoga dengan pertemuan dua tokoh bangsa ini akan bisa membuat kondisi politik jauh lebih sejuk, adem dalam spirit persatuan bangsa dan Indonesia meraih bintang, makin maju,” kata Togar Situmorang ditemui di kantornya Law Firm Togar Situmorang & Associates, Jalan Gatot Subroto Timur nomor 22 Denpasar, Minggu (14/7/2019).

“Pihak 01 dan 02 sudah bertemu. Tidak ada lagi dua kubu, jadinya 03, Persatuan Indonesia,” advokat yang juga Managing Partner Law Office Togar Situmorang & Associates yang beralamat di Jalan Tukad Citarum Nomor 5A Renon dan juga rekanan OTO 27 yaitu bisnis usaha yang bergerak di bidang Insurance AIA, property penjualan villa, Showroom Mobil, Showroom Motor Harley Davidson, food court dan juga barber shop yang beralamat di Jalan Gatot Subroto Timur Nomor 22 Denpasar.

Seperti diketahui pertemuan Prabowo dan Jokowi berlangsung  di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Sabtu (13/7/2019).  Dalam kesempatan ini Prabowo juga mengucapkan selamat kepada Joko Widodo yang ditetapkan sebagai calon presiden terpilih pada Pemilihan Presiden 2019.

Jokowi dan Prabowo bertemu serta sama-sama menjajal MRT dari Stasiun MRT Lebak Bulus menuju Senayan. Mereka duduk berdampingan dan sempat ngobrol-ngobrolsantai sepanjang perjalanan.

Dari Stasiun MRT Senayan, keduanya berjalan kaki menuju Fx Sudirman untuk makan siang bersama sebelum kemudian berpisah satu sama lain.

Togar Situmorang yang juga advokat dengan julukan Panglima Hukum ini berharap pertemuan yang dilakukan kedua tokoh bangsa setelah usainya Pilpres atau pesta demokrasi merupakan pertemuan tanpa syarat.

Pertemuan yang dilakukan haruslah untuk merekatkan hubungan antara capres yang sebelumnya berkompetisi dan mengucapkan selamat kepada pemenangnya.

Hal dimaksudkan agar dapat mengakhiri keterbelahan politik di masyarakat yang sering diistilahkan “cebong” dengan “kampret”. Tidak ada lagi istilah 01 atau 02. Yang ada hanya 03 dalam Garuda Pancasila yaitu Persatuan Indonesia.

Togar Situmorang yang juga Ketua Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi Republik Indonesia (GNPK-RI) Provinsi Bali ini pun menilai pertemuan di atas Moda Raya Terpadu (MRT) itu adalah gagasan dari Presiden Jokowi untuk memperlihatkan hasil kerjanya.

Sebab, imbuh advokat yang terdaftar di dalam 100 Advokat Hebat versi majalah Property&Bank ini,  selama ini Indonesia belum mempunyai MRT, dan pada saat pemerintahan Jokowi inilah Indonesia memiliki MRT.

“Pak Jokowi ingin memperlihatkan hasil kerja nyata nya itu kepada Pak Prabowo, dan dalam pertemuan itu Pak Prabowo sangat mengagumi dan menikmati moda transportasi anyar di Jakarta yang di bangun di era pemerintahan Pak Jokowi,” katanya.

“Dan Pak Prabowo merasa bangga bahwa Indonesia akhirnya punya MRT yang bisa membantu kepentingan rakyat. Tentunya ini sangat positif,” imbuh advokat yang terdaftar di dalam penghargaan Best Winners -Indonesia Business Development Award ini.

Artinya pertemuan tersebut bukan “Rekonsiliasi MRT” atau pertemuan dalam maksud tertentu. “Apalagi pertemuan yang dimaksudkan untuk pemulangan HRS ke Indonesia. Kita tidak berharap seperti itu. Hukum tidak bisa di intervensi oleh siapa pun,” kata Togar Situmorang yang juga Dewan Penasehat Forum Bela Negara Provinsi Bali.

“Karena untuk kasus Habib Rizieq konteksnya hukum murni, sangat berbeda dengan Pilpres yang diukur dari berapa persen threshold partai politik,” tegas advokat yang kerap memberikan bantuan hukum gratis bagi masyarakat kurang mampu dan tertindas dalam penegakan hukum itu.

Ke depannya Togar yang terdaftar di dalam penghargaan Indonesia 50 Best Lawyer Award 2019 juga berharap untuk presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden) agar lebih dipertimbangkan lagi.

Sebab dampak presidential threshold ini sangat berpengaruh bagi partai politik untuk mengajukan capres-cawaprennya apabila persentase yang ditentukan tidak tercapai.

Diharapkan munculnya capres-cawapres tidak hanya ada dua pasang calon atau Head To Head yang membuat polarisasi makin tajam. Sebab kalau hanya ada dua pasang capres-cawapres, hal tersebut bisa memantik terpecahnya dukungan masyarakat yang fanatik.

Bahkan untuk menarik simpati para ulama agar masuk dalam barisan pendukung capres-cawapres tertentu sehingga makin membuat jurang perpecahan dengan memainkan isu agama.

Bahkan setelah proses pencoblosan dilanjutkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dan sudah ditetapkan oleh KPU RI Presiden dan Wakil Presiden terpilih suhu politik masih tetap panas juga tinggi.

“Jadi harus ada evaluasi atas presidential threshold ini agar tidak kontestasi Pilpres hanya head to head dan menajamkan potensi konflik,” tutup Ketua Umum POSSI (Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia) Kota Denpasar ini. (wid)