Denpasar (Metrobali.com)
Ketua LBH Bali Luh Gede Yastini, S.H., meminta pihak Pengadillan Negeri Denpasar untuk bertindak profesional jika hendak mengeksekusi Villa Kozy yang direncanakan  tanggal 2 Mei 2012, besok. “Kewenangan eksekusi memang ada pada pengadilan dan jika diperlukan pengamanan, maka meminta bantuan pengamanan dari kepolisian. Tetapi melibatkan aparat TNI dalam eksekusi bukanlah tindakan yang tepat. TNI tidak ada urusannya dengan perkara sehingga jangan menyeret TNI dalam konflik ini,” kata Yastini per telepon selularnya Senin (30/4/2012) sore ketika dimintai tanggapan soal rencana eksekusi Villa Kozy dengan melibatkan aparat TNI sebagaimana ramai diberitakan media lokal dan nasional, Senin (30/4) kemarin.
Selain itu, Yastini juga mempertanyakan kesepakatan yang telah dibuat antara pemilik villa, pihak PN Denpasar dan Poltabes Denpasar yang pada intinya menegaskan eksekusi dapat dilakukan setelah dua kasus yang sedang dalam proses mempunyai kekuatan hukum tetap. “Kalau sudah ada kesepakatan seperti itu, seharusnya dihormati supaya memberi kesempatan diprosesnya dua  perkara tersebut secara fair. Jika dipaksakan, pemilik villa seharusnya bertahan pada kesepaktan tersebut,” kata wanita yang menggawangi LBH Bali ini.    “Tetapi jika tetap dipaksakan dieksekusi dengan melibatkan aparat TNI, saya tidak sependapat,” tegasnya.
Di tempat terpisah, Ketua DPD Forum Study Aksi Demokrasi (Fosad)  Bali, I Nengah Edy Mulianto, juga sependapat dengan Luh Gede Yastini. Dihubungi per teleponnya, Edy Mulainto mengatakan penegakkan hukum tidak boleh dengan cara menginjak hukum. Dia menyebut, rencana eksekusi Villa kozy berarti pihak PN Denpasar mengingkari kesepkatan yang telah dibuat. “Kenapa tidak menunggu dulu dua kasus seperti yang diminta pemilik villa sudah mempunyai kekuatan hukum tetap? Toh Kishore (pemilik villa-red) sudah menegaskan, kalau dua kasus tersebut dia kalah, dia akan dengan rela menyerahkan villanya ke pengadilan. Kenapa mesti ngotot dengan melibatkan aparat TNI. Ini ada apa?,” tanya Edy.
Meski begitu, menurutnya, TNI tidak akan mau terlibat dalam eksekusi sekalipun dimintai bantauan oleh kepolisian. “Kecuali petugas babinsa yang memang harus ada di lokasi karena wilayah di situ. Tetapi mengerahkan TNI guna menakut-nakuti masyarakat, saya kira bukan zamannya lagi,” pungkasnya.
Sementara penasihat hukum Villa Kozy, Jacob Antolis, S.H., tetap menolak eksekusi tersebut, apalagi melibatkan TNI yang terkesan untuk menakut-nakuti. Menurutnya, persoalan villa ini sebenarnya sederhana kalau pihak PN Denpasar dan Polresta Denpasar mau memahami kesepakatan tanggal 1 Maret 2012 tentang dua perkara. Yakni, kasus dugaan tindak pidana perbankan yang sudah dilaporkan kliennya di Polda Bali dengan Laporan Polisi No. LP/233/VI/2011/Bali/Dit Reskrim tertanggal 25 Juni 2011 dan perkara perdata register no: 781/Pdt/G/2011/PN.Dps yaitu gugatan atas proses lelang yang sudah diajukan ke  PN Denpasar. “Kalau kedua perkara ini sudah inkracht dan klien saya kalah, barulah bisa dieksekusi,” tegasnya.
Seperti diberitakan kemarin, pihak PN Denpasar akan melakukan eksekusi Villa Kozy di Seminyak, Kuta Utara itu tanggal 2 Mei besok.  Seperti disampaikan Hartono Tanuwidjaya, penasihat hukum Bank of India (dulu bernama Bank Swadesi), ada rencana pihak PN Denpasar meminta bantuan TNI guna ikut mengamankan jalannya eksekusi setelah sebelumnya PN Denpasar tiga kali gagal mengeksekusinya. Seperti dilansir media online, Kapendam IX/Udayana Kolonel Arm Wing Handoko juga telah membantah keterlibatan dalam eksekusi besok. GT-MB