Denpasar (Metrobali.com)-

Anggota Komisi VIII DPR RI, I Gusti Agung Putri Astrid melakukan penyerapan aspirasi kaum disabilitas pada Senin, 18 Juni 2018 di Anneke Linden Center (ALC), Denpasar.
“Ini adalah pertama kalinya ada anggota DPR dari Daerah Pemilihan (Dapil) Bali yang menjadi anggota komisi yang membidangi masalah agama, perempuan dan anak serta masalah sosial ,” kata Gung Tri di awal acara.
“Jadi saya akan berusaha memanfaatkan sebaik-baiknya untuk menyerap aspirasi dan menyampaikan kepada Kementerian terkait, termasuk dalam hal pemberdayaan disabilitas,” tambahnya.
Purnawan Budi Setia, Founder dan Director Yayasan Peduli Kemanusiaan (YPK) Bali yang memandu acara mengatakan, ini adalah pertama kalinya sejak 17 tahun lalu ALC  berdiri mendapat kunjungan dari wakil rakyat.
Dia menjelaskan, di ALC terdapat 3 yayasan yang menangani kaum disabilitas yakni YPK untuk masalah sosialnya, kemudian Puspadi yang bergerak dalam penyediaan alat bantu, serta D Network untuk penyaluran Disabilitas di dunia kerja. Gedungnya sendiri adalah milik Inspireasia Foundation.


Selain itu juga bekerjasama dengan yayasan di Karangasem dan juga yayasan Rama Sesana di pasar Badung yang memiliki concern di bidang kesehatan reproduksi perempuan. Ada juga kerjasama untuk penyedian kursi roda dengan sebuah yayasan di Yogya.
Lebih lanjut Komang Merta Puspita dari ANC menjelaskan, ANC didirikan untuk mengenang Annika Linden, salah-satu korban bom Bali 2002 oleh kekasihnya Mark Weingrad. Namanya berubah menjadi Inspireasia karena layanannya sudah berkembang di negara lain seperti Thailand dan India.
Dayu Wid dari Puspadi Bali menyebut, saat ini sedang mendorong pengaturan  untuk hak dan perlindungan disabilitas. Di Bali sudah ada Perda no 9 tahun 2016 dan saat ini sedang mendorong Perda di Buleleng. Namun untuk Bali , dari 7 Peraturan Gubernur (Pergub) untuk mengimplementasikan Perda,  baru 1 yang disahkan.
Sementara Nanin Suarsasih, Manager Project DNetwork menjelaskan, sejak tahun 2016 sebenarnya sudah ada UU Nomor 8 tahun 2016 dimana ada kewajiban pengusaha menyediakan 1 persen dari peluang kerja untuk para disable.  Sementara instansi pemerintah sebanyak 2 persen. “Ini yang harus diperjuangkan agar benar-benar terealisir,” katanya.
Sementara dari kalangan disabilitas endiri harus berusaha untuk meningkatkan pendidikan dan kapasitasnya. Masalah pendidikan memang agak rumit karena banyak keluarga mereka  yang menganggapnya tidak perlu. Demikian pula ada guru yang merasa terbebani. “Jadi dari masyarakat juga perlu ada perubahan,” kata Dayu dari Puspadi. RED-MB

Editor  : Hana Sutiawati