buruh 1

Jakarta (Metrobali.com)-

Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Bidang Pengupahan Sofyan Abdul Latif mengatakan buruh bukanlah “pelayan pengusaha” melainkan “mitra yang setara dengan pengusaha” dalam membangun perekonomian Indonesia.

“Sebanyak apa pun modal dan secanggih apa pun teknologi yang dimiliki pengusaha, tanpa sentuhan tangan-tangan terampil dan otak cerdas pekerja, tidak akan berarti apa-apa,” kata Sofyan Abdul Latif melalui siaran pers diterima di Jakarta, Kamis (7/5).

Sofyan mengatakan pernyataan dan tuntutan pekerja dan buruh di Indonesia yang selama ini disuarakan bukanlah tanpa dasar. Pernyataan dan tuntutan tersebut dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 33 Ayat (1), Pasal 27 Ayat (2) dan Pasal 28D Ayat (2).

Bagian penjelasan Pasal 33 Ayat (1) menyebutkan produksi dilakukan oleh semua untuk semua untuk membangun kemakmuran bersama bukan orang per orang. Sedangkan Pasal 27 Ayat (2) berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

Pasal 28D Ayat (2) justru secara spesifik menyebut mengenai hubungan industrial. Pasal tersebut berbunyi “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan industrial”.

“Tersirat makna bahwa pada hakikatnya perusahaan adalah usaha bersama antara pengusaha sebagai pemilik modal dan teknologi dengan pekerja atau buruh yang menjalankan dan mengembangkan modal dan teknologi dengan tenaga, pikiran dan kemampuan yang dimiliki,” tuturnya.

Karena itu, menurut Sofyan, pengusaha dan pekerja sama-sama bekerja sesuai fungsi dan peran masing-masing dengan satu tekad dan tujuan, yaitu keuntungan perusahaan dan kesejahteraan bersama.

Hakikat itu sejalan dan senafas dengan jiwa dan semangat gotong royong sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi modal sosial terbesar untuk membangun perekonomian bangsa Indonesia.

“Pendiri republik ini telah merumuskan dan menetapkan sistem ekonomi bangsa, termasuk sistem ekonomi dalam hubungan industrial. Karena itu, siapa pun yang menempatkan pekerja sebagai ‘pelayan pengusaha’, berarti mengingkari amanat dan perintah Konstitusi,” katanya. AN-MB