Pemerintah selalu punya cara untuk mengambil atau mengurangi hal-hal yang membantu (subsudi) rakyatnya yang miskin, seperti subsidi gas 3kg dan listrik 450Watt. Itu dipikirkan dengan maksimal oleh negara ketimbang menjaga tata kelola uang rakyat dibeberapa badan hukum seperti BPJS Kesehatan agar bisa membantu perawatan dirinya serta di BUMN keuangan non bank seperti Jiwasraya dan Asabri. Padahal uang itu semua bersumber dari investasi rakyat yang tidak miskin.

 

Pengurangan subsidi dilakukan dengan dalih untuk meringankan keuangan negara. Pada saat yang sama malah terjadi kebocoran uang negara, namun itu tidak dihirau dengan baik.

Jika terkait uang rakyat, Pemerintah terlihat sangat mudah untuk ‘mengambil’ dan tidak peduli menjaga uang itu. Seperti mudahnya Pemerintah mengambil hutang baru.

Lantas, bagaimana dengan keharusan manajemen negara Pancasila yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat? Dimana ditemukan konsep Welfare State untuk lindungi kesejahteraan ekonomi dan sosial rakyat Indonesia, khususnya yang kurang beruntung?

Masa, kehilangan subsidi, kehilangan uang dan kehilangan rasa percaya untuk berinvestasi yang diterima oleh rakyat? Padahal rakyat wajib ikut membayar hutang negara?

Itu seperti pola manajemen yang tanpa perlu belajar untuk memahami bagaimana tata kelola subsidi yang baik untuk membantu ringankan rakyat.

Tanpa subsidi yang ditata kelola dengan baik dan adil maka negara akan memanen rasa ketidak-adilan.

Negara sudah tidak adil, karena saat ini malah berencana menaikan bantuan bagi Parpol dari Rp. 1000 secara berkala menjadi Rp. 48.000 per suara yang diraihnya. Itu penambahan ‘subsidi’ 107% pertahun pada saat subsidi untuk akyat miskin dikurangi.

Saran kami, idealnya Presiden Jokowi menambah subsidi terhadap produk gas 3Kg untuk menjaga serta mendorong aktivitas perekonomian rakyat pedesaan. Itu sekaligus untuk memberi tanda bahwa NKRI masih memiliki subsidi yang merata yang bisa dirasa membantu menopang hidup keseharian rakyat yang miskin maupun sedikit di atas ambang/ukuran kemiskinan yang diterapkannya.

Jakarta 16/1/2020

Junisab Akbar
Ketua Pendiri IAW