Hendardi Ketua Setara instute, Hendardi
Jakarta (Metrobali.com)-
Gerakan penolakan reklamasi Teluk Benoa adalah bagian dan cara rakyat menolak kebijakan yang tidak memberikan dampak bagi rakyat, bahkan justru berpotensi membahayakan lingkungan hidup dan dampak sosial ikutan.

Hal itu dikatakan Ketua Setara instute Hendardi, Senin (5/9) di Jakarta.

Dikatakan, pegiat dan pendukung ForBALI, yang sudah lebih kurang 4 tahun menolak reklamasi saat ini menghadapi berbagai tuduhan yang dihembuskan oleh sejumlah masyarakat, anggota DPRD Bali, dan juga Gubernur Bali itu sendiri.

Lebih lanjut dikatakan Hendardi bahwa dalam rencana reklamasi, resistensi para pejabat Bali pada ForBALI lebih menunjukkan ketundukkan para penyelenggara pemerintah daerah pada kehendak pengusaha yang ekspansif mengeksploitasi Bali.

Ditambahkannya, pelaporan atas I Wayan Suardana (Gendo) atas tuduhan penyebaran kebencian atas dasar ras dan tuduhan penghinaan bendera Merah Putih pada aksi 25 Agustus lalu terhadap pendukung ForBALI, merupakan cara-cara primitif dan tidak rasional yang ditujukan untuk membungkam aktivisme warga sipil. Para pejabat daerah yang seharusnya menjadi katalisator yang netral dalam isu reklamasi justru lebih memilih berhadapan dengan warganya sendiri, termasuk menggunakan berbagai cara.

Pihaknya meminta kepada Polda Bali sebagai institusi penegak hukum semestinya jernih melihat persoalan hukum yang lahir dari gerakan penolakan reklamasi ini. Polda Bali harus menjadi penengah yang adil, tidak terbawa arus pro dan kontra, tetapi melihat detail motivasi dari pelaporan atas Gendo dan tuduhan merendahkan bendera Merah Putih, yang bisa jadi akan berujung pada pelaporan terhadap polisi.

“Warga Bali telah memperoleh gambaran utuh tentang sosok Gubernur dan salah satu wakil rakyatnya. Kepada siapa sebenarnya mereka bekerja,” kata Hendardi. RED-MB