Bambang Widjojanto 2

Jakarta (Metrobali.com)-

Komisi Pemberantasan Korupsi tetap berwenang memeriksa Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik meski ia sudah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang akan dilantik pada 1 Oktober 2014.

“Kami tidak berkepentingan dengan penggunaan UU MD3 (MPR, DPR, DPRD, DPD) karena unsur-unsur yang menjadi dasar suatu penyidikan sudah dipenuhi berdasar dua alat bukti yang sah,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Rabu (3/9).

KPK pada Rabu mengumumkan Jero Wacik sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi dalam bentuk pemerasan dalam sejumlah kegiatan di Kementerian ESDM dalam jabatannya sebagai menteri pada 2011-2012.

“Kami tetap beranggapan bahwa tindak pidana korupsi di luar ketentuan yang dikualifikasi di dalam ketentuan UU MD3 tentang diperlukannya ijin dari Dewan Kehormatan DPR. Jadi kami tetap berpendapat ada atau tidak ada UU MD3 maka bila diperlukan pada saatnya nanti maka KPK bisa menggunakan kewenangannya tanpa menunggu rekomendasi dari Dewan Kehormatan DPR,” tambah Bambang.

Jero yang akan dilantik pada 1 Oktober 2014 sebagai anggota DPR dan pada 25 September 2014 akan mundur dari posisinya sebagai menteri.

Dalam UU MD3, pasal 245 ayat 1 UU menyatakan pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.

Dalam ayat 2 disebutkan bahwa persetujuan tertulis diberikan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan paling lama 30 hari.

Namun ada pengecualian pada ayat 3 yaitu pihak kepolisian, kejaksaan dan KPK tidak perlu meminta izin dari Mahkamah Kehormatan Dewan untuk memeriksa anggota DPR jika (a) tertangkap tangan melakukan tindak pidana (b) disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup (c) disangka melakukan tindak pidana khusus.

KPK menyangkakan Jero Wacik dengan pasal 12 huruf e atau pasal 23 Undang-undang No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 jo pasal 421 KUHP.

Pasal 12 huruf e mengatur mengenai penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri yaitu pasal mengenai pemerasan.

Bagi mereka yang terbukti melanggar pasal tersebut diancam pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. AN-MB