WAYAN KOSTER 1

Jakarta (Metrobali.com)-

Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2014-2019 asal fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan I Wayan Koster dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Wisma Atlet Southeast Asian (SEA) Games dan Gedung Serbaguna Sumatera Selatan 2010-2011.

“(Diperiksa untuk) kasus Wisma Atlet, untuk Rizal Abdullah,” kata Koster saat tiba di gedung KPK Jakarta, Selasa (4/11).

Rizal Abdullah adalah Ketua Komite Pembangunan Wisma Atlet SEA Games Jakabaring Sumatera Selatan yang menjabat sebagai Kepala Dinas Pekerjaan Umum (Kadis PU) Cipta Karya Sumsel yang menjadi tersangka dalam kasus ini.

“Baru sekali diperiksa sebagai saksi,” ungkap Koster.

Mantan anggota Badan Anggaran DPR pada periode sebelumnya itu mengaku belum tahu keterangan apa yang akan ditanyakan kepadanya.

“Ya kan keputusan Wisma Atlet di DPR, kaitannya dengan anggaran Wisma Atlet,” tambah Koster.

Menurut Koster, ada perubahan anggaran untuk pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Jakabaring tersebut.

“Diajukannya Rp416 miliar, tapi disetujui Rp200 miliar karena uangnya tidak ada, yang diajukan seperti itu, kita putuskan seperti itu, urusan pembangunannya kan urusan mereka,” tambah Koster.

Nama Koster pernah disebutkan oleh terpidana kasus Wisma Atlet, Direktur PT Anak Negeri Mindo Rosalina Manulang mendapatkan imbalan karena telah meloloskan proyek tersebut.

Uang tersebut diberikan melalui staf koster di DPR, stafnya Budi Supriyatna. Selain Mindo, tiga orang anak buah pemilik Permai Grup, Muhammad Nazaruddin yaitu Yulianis, Oktarina Furi, dan Luthfi membenarkan bahwa ada aliran dana ke anggota banggar dari Fraksi Demokrat, Angelina Sondakh dan Wayan Koster sebesar Rp2 miliar dan Rp3 miliar.

Selain Koster, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan Angelina Sondakh dalam kasus ini, namun Angie belum tiba di KPK.

KPK menyangkakan Rizal berdasarkan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP mengenai perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang dan perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain sehingga merugikan keuangan negara dengan hukuman penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Pada persidangan 11 Agustus 2011 terhadap Manager Marketing PT Duta Graha Indah Mohammad El Idris, Rizal mengaku mendapatkan uang Rp400 juta dari El Idris secara bertahap yaitu berupa uang Rp250 juta, tiket perjalanan ke Singapura dan Australia seharga Rp50 juta dan terakhir menerima Rp100 juta tunai pada akhir 2010.

Uang tersebut sebagai komisi dalam pembangunan wisma atlet SEA Games atas PT DGI pada proyek tersebut.

Rizal juga sempat mengungkapkan adanya “fee” 2,5 persen untuk Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin dari nilai uang muka proyek Rp33 miliar yang didapat PT DGI selaku pemenang tender pembangunan wisma atlet SEA Games, Palembang.

Kasus Wisma Atlet sendiri sudah menyeret ke penjara sejumlah pihak antara lain mantan bendahara umum Partai Demokrat sekaligus pemilik Permai Grup, Muhammad Nazaruddin, direktur marketing Permai Grup Mindo Rosalina Manulang, mantan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Wafid Muharam serta pemilik PT DGI El Idris.

Mohammad El Idris telah divonis dua tahun penjara plus denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan oleh majelis hakim Tipikor. Nama Rizal, dalam vonis El Idris, menjadi salah satu pihak yang terbukti diberikan uang suap oleh PT DGI. AN-MB