Jakarta (Metrobali.com)-

Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR RI Setya Novanto terkait pelaksanaan pembangunan lanjutan venue Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII dengan tersangka Gubernur Riau Rusli Zainal.

“Yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka RZ (Rusli Zainal),” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Senin (19/8).

Rusli menjadi tersangka dalam tiga kasus yaitu pertama adalah kasus pembahasan Perda No 6 di provinisi Riau mengenai PON dengan sangkaan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 ayat 1 atau pasal 11 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 tentang penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait kewajibannya.

Kasus kedua, Rusli disangkakan sebagai orang yang memberikan hadiah kepada pejabat negara dalam pembuatan Perda No 6 dengan sangkaan pasal 12 pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1.

Selanjutnya Rusli juga menjadi tersangka dalam kasus korupsi penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di Pelalawan Riau periode 2001-2006 dengan sangkaan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1.

KPK pada 19 Maret 2013 pernah menggeledah ruang kerja Setya Novanto yang juga menjabat sebagai bendahara umum Partai Golkar.

Selain ruang kerja Setya, KPK menggeledah ruang anggota fraksi Kahar Muzakhir, PT Findo Muda di Jalan Gandaria Tengah Jakarta Selatan dan rumah Rusli di Jalan Pulo Panjang di Kembangan Jakarta Barat dan dari pengeledahan tersebut didapati sejumlah dokumen.

Nama dua politisi Golkar tersebut disebut dalam kasus ini pada sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru, mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Riau Lukman Abbas mengaku menyerahkan uang 1.050.000 dolar AS (sekitar Rp9 miliar) kepada Kahar Muzakhir sebagai langkah permintaan bantuan PON dari dana APBN Rp290 miliar.

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin sebelumnya mengatakan bahwa Setya Novanto terlibat dalam korupsi proyek KTP elektronik. AN-MB