Juru Bicara KPK Febri Diansyah

 

Jakarta (Metrobali.com)-

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua anggota DPRD Provinsi Jambi dalam penyidikan kasus suap terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun 2018.

Anggota DPRD Provinsi Jambi Kusnindar dari Fraksi Restorasi Nurani dan Mauli Pulungan dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) akan menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka Arfan, menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Senin (5/2).

Selain terjerat kasus suap pengesahan RAPBD Jambi, Arfan yang merupakan Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Jambi juga telah ditetapkan sebagai tersangka perkara penerimaan gratifikasi bersama Gubernur Jambi Zumi Zola. Zumi dan Arfan diduga menerima gratifikasi senilai Rp6 miliar.

Tersangka Zumi Zola, baik bersama dengan Arfan maupun sendiri, diduga menerima hadiah atau janji terkait proyek-proyek di Provinsi Jambi dan penerimaan lain dalam kurun jabatannya sebagai Gubernur Jambi periode 2016-2021 sejumlah sekitar Rp6 miliar.

Tersangka Arfan, yang juga pejabat pembuat komitmen merangkap Plt Kepala Dinas PUPR provinsi Jambi, juga diduga menerima hadiah atau janji terkait proyek-proyek di Dinas PUPR provinsi Jambi tahun 2014-2017 dan penerimaan lain.

Kasus ini merupakan hasil pengembangan Operasi Tangkap Tangan KPK pada 29 November 2017, yang menjaring Plt Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Erwan Malik, Arfan, Asisten Daerah Bidang III Provinsi Jambi Saifudin dan anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019 Supriono.

KPK menetapkan Supriono sebagai tersangka penerima suap, dengan tersangka pemberi suap Erwan, Arfan dan Saifuddin.

Dalam oeprasi 29 November, aparat KPK mengamankan uang Rp4,7 miliar yang diduga diberikan kepada anggota DPRD Provinsi Jambi agar mereka bersedia hadir untuk pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2018 karena sebelumnya ada anggota DPRD itu berencana tidak hadir karena tidak ada jaminan pemerintah provinsi.

Untuk memuluskan proses pengesahan tersebut, diduga telah disepakati pencarian uang yang disebut sebagai “uang ketok” dari pihak swasta yang sebelumnya telah menjadi rekanan pemerintah provinsi.  Sumber : Antara