air

Denpasar (Metrobali.com) –

Kota Denpasar krisis air bersih. Menurut praktisi asal Kota Denpasar Made Giri Yasa saat diskusi bertajuk “Air Denpasar, Dari Mana dan Kemana” di Denpasar, Rabu (22/4), mengatakan, Kota Denpasar dan Bali selatan umumnya saat ini sedang dalam ancaman krisis air yang layak konsumsi baik untuk minum, mandi, cuci dan siram tanaman.

“Saat ini di Kota Denpasar ada 78 ribu pelanggan. Dari total jumlah pelanggan tersebut, hampir 30 persen tidak terlayani dengan baik alias tidak mendapatkan air dari PDAM Kota Denpasar. Kalau pun ada, keluarnya tersendat-sendat,” paparnya dimana diskusi menghadirkan beberapa narasumber dari unsur politisi, pakar dan praktisi di Bali.

Menurutnya, penduduk Kota Denpasar saat ini berjumlah antara 800 ribu sampai 1 juta orang. Kebutuhan air perorang perhari minimal 150 liter dalam kondisi normal. Belum lagi untuk kebutuhan domestik seperti untuk peternakan, irigasi, siram tanaman dan sebagainya. Total kebutuhan air perhari di Kota Denpasar sebanyak 167 juta liter. Padahal ketersediaan air di Kota Denpasar perhari tidak mencapai jumlah tersebut.

Akibatnya, para pelanggan harus menunggu satu sampai dua hari datangnya air bagi yang menjadi pelanggan PDAM karena harus digilir keluar airnya. Dengan jumlah pelanggan yang banyak sementara ketersediaan air tidak mencukupi maka harus menunggu antri yang lama.

“Tetapi pertanyaan kita adalah kenapa air berkurang, kenapa supply tidak ada. Jawabannya adalah keseriusan pemerintah dalam mengolah air,” ujarnya.

Sementara Ketua Komisi II DPRD Bali Ketut Suwandi secara tegas mengatakan jika beberapa tahun sudah diwanti-wanti soal ancaman krisis air bersih.

“Saya pernah menyampaikan hal ini kepada pemimpin Kota Denpasar dan Bali sejak dulu. Namun tidak ada realisasinya. Sekarang sudah terjadi krisis air bersih, semua berteriak,” ujarnya.

Pengelolahan PDAM juga belum optimal. Tuju tahun lalu, PDAM Kota Denpasar baru mengebor 7 sumur air bawah tanah (ABT). Saat ini sudah ada 21 sumur ABT yang dikelolah PDAM Kota Denpasar. Itu berarti kebutuhan air bersih terus meningkat dari tahun ke tahun sementara ketersediaan air bersih tidak mencukupi.

“Akibatnya banyak masyarakat bikin sumur bor tersendiri dan menyebar dan rata-rata volume air ABT terus menurun. Belum lagi ada antrian pelanggan yang belum terlayani dengan baik dengan alasan daya dukung ketersediaan air belum mencukupi. Ini artinya kita defisit air bersih, padahal air permukaan masih banyak terbuang begitu saja,” katanya.

Saat ini pelayanan yang diberikan PDAM Denpasar belum mampu memberikan pelayanan yang memuaskan, sebab rumah tangga yang menjadi pelanggan saja belum sepenuhnya mendapatkan air bersih yang memadai.

“Keluhan terkait pelayanan dari PDAM itu bukan masalah baru, itu sudah cukup lama. Saya aja yang tinggal di kawasan Jalan Veteran, untuk mendapatkan air bersih dari PDAM setiap harinya tak bisa maksimal. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, saya terpaksa membuat sumur bor,” keluh politisi Golkar ini.

Langkah yang harus dilakukan untuk ketersediaan air bersih adalah memanfaatkan air permukaan yang ada di sungai agar ditampung. Sungai yang besar debit airnya adalah Sungai Tukad Unda di Kabupaten Klungkung. Itu mestinya ditampung agar tidak mengalir atau terbuang percuma ke laut. Air itu bisa ditampung dan diolah untuk bisa dikonsumsi. Air permukaan semakin sulit di Kota Denpasar semakin sulit karena terjadi alih fungsi lahan dari lahan sawah menjadi perumahan. Sehingga berpengaruh juga terhadap ketersediaan air bersih tersebut.

“Kita bisa lihat pada sumur tradisional warga sudah banyak yang kering. Mereka jika harus membuat sumur, harus sistem bor, baru akan menemukan sumber air. Ini artinya telah terjadi menurunan sumber air tanah,” ungkapnya.

Faktor lain berkurangnya sumber air bawah tanah karena pesatnya pertumbuhan pemukiman, perusahaan pengguna air dan hotel. SIA-MB