Foto: Gubernur Bali I Wayan Koster saat menemui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan menyerahkan dokumen Usulan Draft RUU Provinsi Bali dan Naskah Akademik, Kamis (5/12/2019) di Jakarta.

Jakarta (Metrobali.com)-

Gubernur Bali I Wayan Koster tidak main-main berjuang melobi pemerintah pusat untuk meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Provinsi Bali menjadi UU.

Tidak tanggung-tanggung, Gubernur Koster langsung tancap gas mengawal RUU Provinsi Bali ini agar juga mendapat “lampu hijau” dukungan dari kementerian terkait seperti Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Didampingi sejumlah komponen, Kamis (5/12/2019) Gubernur Koster menemui Menteri Dalam Negeri  (Mendagri) Tito Karnavian dan Menteri Hukum dan HAM  (Menkumham) Yasonna H. Laoly untuk menyampaikan aspirasi masyarakat Bali mengenai RUU Provinsi Bali sekaligus menyerahkan dokumen Usulan Draft RUU Provinsi Bali dan Naskah Akademik.

Baik Mendagri maupun Menkumham mendukung RUU Provinsi Bali ini. Diyakini dengan adanya RUU Provini Bali menjadi UU makanpembangunan Bali akan lebih maju sesuai potensi dan karakteristik yang kuat dalam bidang adat ,tradisi,seni ,budaya dan kearifan lokal serta mampu membangun kepariwisataan berbasis budaya.

“Ini akan memberi manfaat bagi kemajuan kesejahteraan masyarakat Bali ke depan,” kata Mendagri Tito Karnavian saat menerima audiensi Gubernur Koster dan rombongan.

Mendagri memuji kekompakan masyarakat Bali dari berbagai elemen yang ikut audiensi mendukung RUU Provinsi Bali. Ini delegasi terbesar yang baru pertama diterima Mendagri, luar biasa kompaknya, dan sangat membanggakan.

“Karena itu,tidak perlu berpikir panjang, perjuangan RUU ini harus didukung,” tegas mantan Kapolri itu.

Bahkan Mendagri menegaskan paling lambat hari Senin depan (9/12/2019) akan mengeluarkan rekomendasi dukungan kepada DPR RI RI agar RUU Provinsi Bali ini bisa masuk prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2020. Yang sudah pasti masuk dalam Prolegnas Tahun 2020-2024 dan paling tidak masuk pembahasan tahun 2021.

Dukungan serupa terhadap RUU Provinsi Bali ini  disampaikan Menteridan HAM  (Menkumham) Yasonna H. Laoly. Menkumham juga menyatakan bahwa RUU Provinsi Bali sudah masuk dalam Prolegnas Tahun 2024.

Paling lambat tahun 2021 sudah dibahas, namun masih diusakan agar bisa masuk dalam Prolegnas tahun 2020. Karenanya perlu perjuangan dengan strategi dan komunikasi politik ke DPR  agar bisa masuk Prolegnas tahun 2020.

Sementara itu Gubernur Koster menyampaikan bahwa berbagai komponen masyarakat Bali sejak tahun 2005 menginginkan agar Provinsi Bali dipayungi dengan Undang-Undang yang bisa dipakai untuk memperkuat keberadaan Bali dengan kekayaan dan keunikan adat-istiadat, tradisi, seni, budaya, dan kearifan lokal yang telah terbukti menjadi daya tarik masyarakat dunia.

Pada saat ini, Provinsi Bali dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 Tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur; yang masih berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUD’S 1950) dan dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).

Materi dalam Undang-Undang tersebut sudah kurang sesuai lagi dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta kurang mampu mengakomodasi kebutuhan perkembangan jaman dalam pembangunan daerah Bali.

Sebagai suatu proses, RUU Provinsi Bali sudah pernah dipaparkan/disosialisasikan di hadapan Anggota DPR RI Dapil Bali, Anggota DPD RI Dapil Bali, Pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi Bali, Bupati/Walikota se-Bali, Ketua DPRD Kabupaten/Kota se-Bali, Ketua Lembaga Organisasi Keumatan semua Agama se-Bali, dan Tokoh masyarakat se-Bali.

Pemaparan dan Sosialisasi secara terbatas sudah dilaksanakan sebanyak dua kali yakni pada tanggal 16 Januari 2019 di Kantor Gubernur Bali dan tanggal 23 November 2019, di Ruang Gajah, Kediaman Gubernur Bali.

Semua pihak sangat mendukung yang juga dikuatkan dengan tanda tangan dari Anggota DPR RI Dapil Bali, Anggota DPD RI Dapil Bali, Pimpinan DPRD Provinsi Bali, Bupati/Walikota Se-Bali, dan Ketua DPRD Kabupaten/Kota Se-Bali, serta Pimpinan Lembaga Keumatan semua umat beragama, dan Rektor Perguruan Tinggi di Bali.

Dasar Pertimbangan RUU Provinsi Bali yakni keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, antarsesama manusia, dan antara manusia dengan alam lingkungannya berlandaskan filosofi Tri Hita Karana yang bersumber dari nilai-nilai kearifan lokal Bali.

Yaitu enam sumber utama kesejahteraan dan kebahagiaan kehidupan masyarakat Bali (Sad Kerthi) perlu dipelihara, dikembangkan, dan dilestarikan secara berkelanjutan.

Pembangunan Bali harus diselenggarakan secara terpola, menyeluruh, terencana, terarah, dan terintegrasi dalam satu kesatuan wilayah untuk mewujudkan kehidupan masyarakat Bali yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Masyarakat Bali memiliki adat istiadat, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal yang adiluhung sebagai jati diri yang mengakar dalam kehidupan masyarakat serta menjadi bagian kekayaan kebudayaan nasional sesuai sesanti Bhinneka Tunggal Ika.

Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah Bali harus memerhatikan potensi daerah dalam bidang pariwisata dengan keindahan alam, kekayaan budaya, kearifan lokal, kondisi geografis dan demografis, serta tantangan yang dihadapi dalam dinamika masyarakat dalam tataran lokal, nasional, dan internasional.

Hal ini untuk mempercepat tercapainya kesejahteraan masyarakat Bali dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan nilai-nilai Pancasila 1 Juni 1945.

Pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah Provinsi Bali selama ini belum sepenuhnya menjamin pelestarian adat istiadat, tradisi, seni dan budaya, serta kearifan lokal sebagai jati diri masyarakat Bali.

Hal ini belum mampu mencegah dampak negatif terhadap lingkungan sebagai akibat pemanfaatan ruang yang tidak terkendali, dan terjadinya ketimpangan perekonomian antarwilayah di Provinsi Bali, dan ketidakseimbangan pembangunan antarsektor sehingga menyulitkan terwujudnya kesejahteraan masyarakat Bali secara adil dan merata.

Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, tidak sesuai dengan perkembangan ketatanegaraan dan perkembangan politik, ekonomi, sosial-budaya, potensi daerah, serta kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi, dalam rangka menciptakan otonomi daerah yang berdaya saing, sehingga perlu disesuaikan.

Gubernur Koster yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Bali ini juga memohon doa restu dan dukungan yang tulus ikhlas dari masyarakat Bali dan Komponen Bangsa Indonesia, agar RUU Provinsi Bali dapat diterima oleh DPR-RI, DPD-RI, dan Pemerintah. Sehingga cita-cita dan harapan itu dapat diwujudkan dengan damai, lancar, dan sukses.

Kepada masyarakat Bali, sebagai orang Bali, dari daerah manapun datangnya, dari suku dan agama apapun, dan semua elemen masyarakat yang hidup dan mencari kehidupan dari Alam dan Budaya Bali, Gubernur Koster menghimbau agar kompak, bersatu dan berjuang bersama mendukung aspirasi tersebut.

“Ini demi eksistensi dan keberlanjutan Bali, Pulau Dewata yang kita cintai bersama agar ke depan tetap bisa memberi kesejahteraan dan kebahagiaan bagi umat manusia,” pungkas Gubernur Koster. (dan)