Seoul, (Metrobali.com) –

Korea Utara pada Kamis mengeluarkan sebuah serangan pribadi yang “pedas” terhadap Presiden Korea Selatan, Park Geun-Hye dan menuduhnya telah melanggar moratorium dengan melakukan penghinaan kelewat batas dan berperilaku seperti petani perempuan “tukang oceh”.

Serangan pribadi yang dikeluarkan Korut itu merujuk pada pidato Presiden Park dalam KTT tentang kemanan nuklir di Den Haag, Belanda pada Senin (24/3), dimana Park menyuarakan keprihatinan bahwa bahan nuklir Korut dapat berakhir di tangan teroris.

Ia juga memperingatkan kemungkinan terulangnya bencana Chernobyl di kompleks atom utama milik Korut, Yongbyong.

Seorang juru bicara Komite untuk Reunifikasi Damai Korea (CPRK) dari pihak Korut mengatakan pernyataan Presiden Park itu “menginjak-injak dengan keras” perjanjian yang telah susah payah dicapai pada pembicaraan tingkat tinggi bulan lalu, dimana kedua Korea berjanji untuk menghentikan aksi “memfitnah” satu sama lain.

“Jika Park benar-benar ingin melihat adanya perbaikan dalam hubungan antar-Korea, ia pertama-tama harus berhenti mengoceh sembarangan dan belajar cara berbicara dengan kebijaksanaan,” kata juru bicara pihak Korut itu dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita resmi Korut KCNA.

“Bahkan, jika orang lain menulis pidato bodoh baginya untuk dibacakan, dia setidaknya harus tahu apa yang perlu disampaikan dan apa yang tidak perlu dikatakan … agar tidak mempermalukan dirinya sendiri,” ujarnya.

“Park harus menyadari posisinya karena ia bukan lagi seorang petani yang suka mengoceh pada dirinya sendiri di sudut kamarnya, tetapi ia seorang (presiden) penghuni Blue House (Istana Kepresidenan Korsel),” lanjutnya.

Korea Utara sebelumnya pernah melakukan serangan tajam serupa kepada Park, namun serangan kali ini adalah yang pertama sejak perjanjian antar-Korea bulan lalu.

Pihak Korut telah mendorong keras agar “tidak ada tindakan saling fitnah”, dan hal itu dinilai pengamat sulit untuk tercapai dan selalu akan bermasalah.

Pemerintah Korut menegaskan kalusa “tidak saling fitnah” itu harus meliputi pernyataan-pernyataan di media, kelompok swasta, dan perorangan, sementara Korea Selatan berpendapat bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan karena cenderung membatasi kebebasan berbicara.

Selanjutnya, pihak Korsel mengecam pernyataan CPRK itu sebagai perilaku yang “kasar” dan tidak membantu.

“Kami memandang komentar yang bahkan tidak dapat diulang itu sebagai tindakan yang sangat disesalkan dan sangat tidak beretika,” kata sebuah pernyataan dari pemerintah Korsel.

Pernyataan saling serang itu terjadi seiring ketegangan militer yang membara di semenanjung Korea.

Korea Utara pada Rabu (26/3) melakukan uji tembak dua rudal balistik jarak menengahnya, saat Presiden AS Barack Obama menjadi tuan rumah dalam pertemuan puncak antara Korea Selatan-Jepang, yang bertujuan untuk menyatukan tiga negara melawan ancaman nuklir Korea Utara.

Resolusi PBB melarang Korea Utara untuk melakukan tes rudal balistik dan Dewan Keamanan PBB menetapkan untuk mengadakan konsultasi tertutup pada Kamis ini untuk membahas kemungkinan kecaman terhadap peluncuran rudal Korut terbaru.

“Korut harus segera menghentikan tindakan provokasi yang dapat ‘mendinginkan’ upaya … untuk menciptakan perdamaian di semenanjung Korea dan di kawasan,” kata pernyataan pemerintah Korea Selatan.

(Ant) –