konferensi parlemen asia afrika

Jakarta (Metrobali.com)-

Indonesia sepertinya tidak setengah-setengah dalam menggaungkan nilai-nilai Dasasila Bandung sebagai semangat Konferensi Asia-Afrika yang dilaksanakan 60 tahun yang lalu.

Setelah pada Selasa (21/4) pemerintah membuka Peringatan 60 Tahun Konferensi Asia-Afrika di Balai Sidang Jakarta dan mengadakan temu bisnis se-Asia-Afrika, maka pada Kamis (23/4) giliran perwakilan rakyat di DPR RI yang melakukan inisiasi untuk menyegarkan semangat Konferensi Asia-Afrika melalui Konferensi Parlemen Asia-afrika di Ruang Nusantara komplek DPR/MPR RI di Jakarta.

Beberapa Ketua Parlemen dari sejumlah negara Asia Afrika seperti Sudan, Bahrain, Aljazair, Zimbabwe, serta Laos dan beberapa negara sahabat turut hadir dalam pertemuan itu.

Pertemuan yang dibuka oleh Presiden RI Joko Widodo membahas perlunya peningkatan peran parlemen dalam kerja sama Selatan-Selatan untuk mempromosikan perdamaian dan kesejahteraan dunia.

Dalam pidatonya, Jokowi mengapresiasi inisiatif DPR RI dalam mengadakan Konferensi Parlemen Asia-Afrika karena sejalan dengan keinginan pemerintah untuk melakukan kontekstualisasi nilai-nilai utama Konferensi Asia-Afrika yaitu mencapai kesejahteraan, meningkatkan solidaritas, dan membangun stabilitas di dunia, khususnya kawasan Asia dan Afrika.

Dalam mewujudkan tercapainya nilai-nilai Konferensi Asia-Afrika, Presiden mengaku pemerintah tidak dapat bekerja sendirian jika tidak dibarengi dengan peran parlemen atau para pebisnis di kawasan.

Sebelumnya, Jokowi juga telah meresmikan Pertemuan Tingkat Tinggi Bisnis Asia-Afrika atau “Asia-Africa Business Summit dengan menekankan pentingnya kerja sama antar-negara di kawasan terutama dalam bidang ekonomi, sosial dan politik.

Forum bisnis yang dilaksanakan pada Selasa (21/4) itu dihadiri para pengusaha dari sekitar 109 negara di Asia dan Afrika juga diharapkan dapat membuka peluang kerja sama ekonomi dan investasi di negara-negara Asia dan Afrika.

Oleh karena itu, Indonesia melengkapi Peringatan 60 Tahun KAA dengan menyelenggarakan konferensi parlemen untuk menegaskan perlunya keikutsertaan semua unsur negara termasuk pebisnis dan para wakil rakyat.

“Saya menyadari kerja sama yang dibahas dalam Konferensi Asia-Afrika dan World Economy Forum akan semakin efektif apabila didukung penuh oleh parlemen negara-negara Asia-Afrika,” kata Presiden Joko Widodo dalam pidato pembukaan Konferensi Parlemen Asia-Afrika di Gedung Nusantara DPD/DPR/MPR di Jakarta.

Menurut Presiden, peran wakil rakyat di negara-negara Asia-Afrika sangat penting untuk membantu mewujudkan peningkatan kemakmuran dan keamanan di dunia khususnya di kawasan tersebut.

Masalah konkret Konferensi Parlemen Asia-Afrika yang bertema “Memperkuat Peran Parlemen dalam Kerja Sama Selatan-Selatan untuk Mempromosikan Perdamaian dan Kesejahteraan Dunia” akan membicarakan sejumlah masalah konkret seperti Agenda Pembangunan Pasca-2015, lingkungan hidup, Kemitraan Strategis Asia-Afrika Baru (NAASP), serta pengakuan kedaulatan Palestina.

Dalam pertemuan itu, sejumlah pejabat yang menjadi pembicara antara lain Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen Nurhayati Ali Assegaf, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Ketua DPR Bidang Politik dan Keamanan Fadli Zon, serta Wakil Ketua DPR Bidang Kesejahteraan Rakyat Fachri Hamzah.

“Negara-negara Asia-Afrika kini dituntut untuk melakukan konteksualisasi dan nilai utama yang dulu diperjuangkan oleh para pendahulu pada 60 tahun yang lalu yaitu kesejahteraan, solidaritas, dan stabilitas,” ujar Jokowi.

Dalam konferensi parlemen, Ketua DPR RI Setya Novanto berharap pertemuan tersebut dapat menghasilkan komitmen yang ditelurkan melalui Deklarasi Parlemen Asia-Afrika.

Dia mengatakan perwakilan rakyat Indonesia mengusulkan pembentukan wadah parlemen se-Asia Afrika bernama “Asian-African Parliamentary Group”.

“Perlu segera dibangun komunikasi efektif antar-benua dalam wadah forum kerja sama antara parlemen Asia Afrika. Kami berinisiatif dan mengusulkan pembentukan Asian African Parliamentary Group,” katanya.

Setya mengatakan pembentukan grup tersebut menjadi hasil konkrit dari Peringatan 60 Tahun KAA melalui sejumlah program kerja terpadu.

“Kita ingin segera melihat perdamaian, kemerdekaan dan kesejahteraan di negara-negara Asia-Afrika,” ujarnya.

Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya mengatakan kerja sama antar-regional harus terus ditingkatkan khususnya kerja sama kawasan Selatan-Selatan.

Kendati sejumlah negara di Asia-Afrika memiliki banyak sumber daya alam dan inovasi yang bisa dibagikan dan dikembangkan, namun menurut SBY kemiskinan masih menjadi masalah, termasuk di Indonesia.

“Masih ada orang-orang di Asia-Afrika yang berpenghasilan di bawah delapan dolar AS sehari,” ujar SBY dalam pidatonya.

Yudhoyono menekankan guna menjaga kesejahteraan, perdamaian, dan keadilan bangsa-bangsa di Asia Afrika maka keterhubungan antara parlemen maupun pemerintah harus dikelola.

“Semangat Asia-Afrika tidak pernah hilang. Bila dulu semangatnya antikolonialisme, antipenjajahan, sekarang semangatnya berjuang untuk perdamaian, keadilan dan kesejahteraan,” katanya.

Bukan hanya sekedar tatap muka, salaman, dan bincang kosong, Ketua DPR RI Setya memanfaatkan momen pertemuan dengan membuat kesepakatan kerja sama antar-parlemen dengan Ketua Parlemen Vanuatu Phillip Boedoro.

Selain Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan forum telah menyepakati pembentukan grup bersama untuk mendorong peningkatan komitmen dan kerja sama dalam bidang sosial, politik, ekonomi, hukum dan keamanan.

“Semua delegasi menyetujui terbentuknya grup parlemen Asia Afrika sebagai tindak lanjut konkrit dari pertemuan kami selain ‘networking’,” katanya seusai memimpin sesi New Asian African Strategic Partnership (NAASP) di Jakarta.

Dalam penutupan Konferensi Parlemen Asia Afrika, para delegasi parlemen sejumlah negara Asia-Afrika telah mengadopsi Deklarasi Parlemen Asia Afrika.

Fadli mengatakan saat sesi terakhir pengadopsian deklarasi tersebut bahwa negara-negara Asia Afrika menuntut adanya dunia yang lebih aman dan sejahtera serta adanya aspirasi yang kuat untuk mereformasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Deklarasi juga menyebutkan bahwa para negara-negara Asia Afrika menuntut agar parlemen dapat lebih terlibat dalam arena global terutama dalam Agenda Pembangunan Pasca 2015.

Fadli dalam pidatonya menyebutkan beberapa poin penting dalam deklarasi diantaranya mengakui pentingnya kerja sama Selatan-Selatan dan memerlukan eksplorasi sumber daya lebih lanjut untuk dimanfaatkan oleh rakyat dengan memperkuat interkonektifitas serta memperluas proyek infrastruktur.

Poin kedua, ujarnya, mendukung pengakuan terhadap negara Palestina dan menyatakan keprihatinan terhadap pendudukan ilegal Israel di tanah Palestina. “Dan kami menegaskan bahwa adanya keutuhan untuk pengakhiran pendudukan ilegal Israel dan ini hanya dapat dicapai berdasarkan solusi dua negara untuk terbentuk secara bersamaan,” ujar Fadli.

Untuk poin ketiga, Fadli menyebutkan para delegasi parlemen mengakui pentingnya penyatuan kedua kawasan lebih dekat sebagai upaya mendukung forum parlementer dengan visi membentuk kemitraan parlementer Asia Afrika.

Indonesia menyelenggarakan Peringatan 60 Tahun KAA pada 19-23 di Jakarta dan melaksanakan “Historical Walk” di Jalan Asia Afrika Bandung ke Gedung Merdeka untuk mengenang jasa para pemimpin negara-negara pada Konferensi Asia-Afrika yang diadakan pada 1955.

Dalam serangkaian kegiatan peringatan konferensi akbar tersebut, Indonesia telah mengusulkan untuk membentuk “Asia-Africa Center” sebagai pusat kerja sama antar negara Asia-Afrika.

Selain itu, upaya konkret lain dari RI juga terdapat dalam bidang ekonomi seperti yang diutarakan oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) untuk mendukung kemajuan ekonomi kawasan dengan mengusulkan “Asia-Africa Business Council (AABC) sebagai lembaga untuk memantau dan menindaklanjuti pelaksanaan keputusan Asia Africa Business Summit.

Semoga dengan pembentukan Asian-African Parliamentary Group dapat melengkapi upaya nyata Indonesia dalam meneruskan semangat Dasasila Bandung yang diantaranya menghargai hak-hak dasar kemanusiaan, kedaulatan teritori, memajukan kepentingan bersama dan kerja sama mutualisme serta penyelesaian segala permasalahan internasional melalui jalan damai. AN-MB