Foto: Pengempon Pura Sad Khayangan Penida, Desa Sakti, Kecamatan Nusa Penida Senin sore (7/10/2019) memasang plang hasil paruman dan awig-awig perarem untuk menjaga kesucian dan kelestarian pura pertama dan tertua di Nusa Penida ini.

Klungkung (Metrobali.com)-

Pengempon Pura Sad Khayangan Penida, Desa Sakti, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, yang terdiri atas empat Desa Adat dan delapan Banjar Adat kompak menjaga kelestarian dan kesucian pura pertama dan tertua di Nusa Penida ini.

Dilandasi dengan spirit ngayah kepada “Ida Bhatara” dan “sesuhan” krama pengempon pura ini memasang plang hasil paruman dan awig-awig perarem pengempon Pura Sad Khayangan Penida, Senin sore (7/10/2019).

Hal ini sebagai bentuk penegasan dan pengingat komitmen bersama untuk menjaga pura ini dari berbagai ancaman dan aktivitas yang dapat mendegradasi kesucian pura.

Termasuk misalnya bersikap dengan adanya aktivitas pengembangan dari investor di lahan sekitar pura yang sejati merupakan laba Pura Sad Khayangan Penida.

“Kami pasang plang awig-awig perarem dan berkumpul di wantilan pura Sad Khayangan Penida sebagai bentuk penegasan komitmen ngayah menjaga kesucian pura kami,” kata Wayan Padu selaku Jero Bendesa Bunga Mekar kepada awak media.

Adapun pengempon Pura terdiri dari empat Desa Adat yakni Desa Adat Sakti, Desa Adat Sompang, Desa Adat Bunga Mekar, dan Desa Adat Pundukkaha Kaja.

Dimana di dalamnya terdapat delapan Banjar Adat sebagai pengempon yaitu Banjar Pundukaha Kelod, Banjar Pundukaha Kaja, Banjar Behu, Banjar Penaga, Banjar Sompang, Banjar Pikat, Banjar Gelagah, dan Banjar Bucang.

Dalam kesempatan ini hadir juga tokoh masyarakat Nusa Penida Ketut “Leo” Wijaya yang secara totalitas ikut mengawal aspirasi warga.

Sebelumnya para pengempon pura ini telah melakukan paruman (rapat) dan menghasilkan awig-awig perarem untuk menjaga kesucian pura. Kemudian plang dari hasil paruman dan awig-awig pararem ini bersama-sama dipasang di sekitar areal pura.

Isinya ada lima poin. Pertama, tetap menjaga kelestarian dan kesucian pura dan juga wewidangannya. Kedua, mematuhi Pararem dan Awig-awig yang sudah ada yaitu menjaga kesucian Pura dari batas penyengker pura apeneleng agung (500 meter) tidak boleh ada bangunanya apapun.

“Ketiga, menolak segala bentuk bangunan yang ada di dalam apeneleng agung wilayah pura,” bunyi hasil paruman awig-awig perarem yang ditandatangani empat Bendesa Adat pengempon pura ini.

“Kalau ada yang membangun di radius apeneleng agung (500 meter), kami pengempon pura bersinergi kuat menjaga awig-awig kami,” kata Wayan Padu.

Keempat, para pengempon pura mendukung penuh konsep Gubernur Bali I Wayan Koster Nangun Sad Kerthi Loka Bali demi terjaganya taksu Bali anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa beserta Sinar Suci Beliau supaya tetap kekal memberkati tanah Bali serta masyarakat Bali secara menyeluruh agar mendapatkan keselamatan.

Kelima, sepakat menanam pohon Gaharu, pohon Cendana, pohon Cempaka, pohon Sandat, dan pohon Kamboja di wewidangan 500 meter area Pura agar Pura tetap lestari dan asri.

Dalam kesempatan ini pengempon pura kembali memohon kepada Gubernur Bali I Wayan Koster agar mengabulkan permohonan mengenai laba pura Sad Khayangan Penida ini. Dimana laba pura ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari upaya menjga kesucian dan kelestarian pura ini.

“Kami berdoa agar kami diberikan kekuatan dan agar terketuk hatinya yang punya kewenangan(Gubernur Bali) agar memberikan kami laba Pura Sad Khayangan Penida,” kata Wayan Padu mewakili aspirasi para pengempon pura.

Harapan kepada Gubernur Bali ini murni datang dari hati nurani paling dalam semua pengempon Pura Sad Khayangan Penida untuk kelestarian dan kesucian pura. Hal ini juga sejalan dengan konsep dan visi pembangunan Gubernur Bali yakni Nangun Sat Kerthi Loka Bali.

“Yang isinya menjaga kesucian pura, adat budaya, laut, gunung, hutan, danau dan lainnya. Itu semua berada di areal pura Sad Khayangan Penida,” imbuh Wayan Padu.

“Kami mohon Bapak Gubernur Bali sebagai orang nomor satu di Bali dan punya progam luar biasa ajegkan Bali dan jaga kelestarian serta kesucian pura, agar memperhatikan aspirasi kami,” kata Ketua Panitia Pura Sad Khayangan Penida Wayan Tiasa menambahkan.

Tokoh masyarakat Nusa Penida Wayan Muka Udiana juga mengungkapkan keresahan pengempon pura atas kondisi yang berkembang belakangan ini.

Menurutnya apa yang dilakukan pengempon pura seperti pemasangan plang hasil paruman dan awig-awig perarem ini menunjukkan ada spirit dan kekompakan yang luar biasa untuk menjaga kesucian dan kelestarian pura di Nusa Penida dan Bali umumnya.

“Semangat pengempon pura ini menjadi sebuah contoh untuk di berbagai tempat dan pura, bukan saja di Nusa Penida, tapi hampir di seluruh Bali. Bahwa pura harus kita sucikan, benar-benar dijaga bersama,” katanya.

“Kita pura yang harus disucikan. Pura ini ibarat kepala kita. Jangan kepala kita diobok-obok dan dikencingi investor,” tegas Wayan Muka.

Ia pun berharap ada kajian yang lebih bijaksana dari pengambil kebijakan di Pemprov Bali untuk menyikapi permohonan pengempon pura yang meminta adanya laba pura Sad Khayangan Penida.

“Jangan permohonan ini dijadikan sebuah beban. Kita juga tanpa harus melihat siapa yang benar siapa yang salah sebelumnya. Harus segera ada kajian yang arif dan bijaksana,” pungkas Wayan Muka.

Begini Sejarah Pura Tertua di Nusa Penida Ini

Selain memasang plang berisi hasil paruman dan awig-awig pararem in, para pengempon pura juga memasang plang yang berisikan sejarah singkat Pura Sad Khayangan Penida yang merupakan pura pertama, tertua dan cikal bakal adanya pura-pura lain di Nusa Penida.

Pura yang terletak berdekatan dengan pantai Crystal Bay ini merupakan salah satu Pura Sad Kahyangan Jagat Nusa Penida dan sekaligus Pura tertua di Nusa Penida berdasarkan Prasasti Jeroan Sompang dan Prasasti Dukuh Jumpungan.

Dalam prasati dan babab tersebut diceritakan bahwa ada BISAMA bahwa masyarakat nusa harus memelihara Pura Sad Kahyangan Penida dan tidak melupakannya. Kalau seandainya lupa maka juga masyarakat dilupakan oleh Sasuhunan Bhagawan Kanda.

Di dalam Babad Ida Ki Dukuh Jumpungan atau dikenal dengan Babad I Renggan disebutkan asal usul berdirinya pura ini berawal dari ada seorang Brahmana dari Jambhu Dwipa(India Selatan) melakukan perjalanan suci untuk menyebarkan ajaran kebenaran. Beliau bernama Dukuh Jampungan, bergelar Bhagawan Kanda (dipercaya sebagai titisan Sanghyang Siwa Guru).

Pada suatu hari tibalah Dukuh Jampungan di Hnu (Batu Belek)- Nusa Gurun (Nusa Penida). Lalu Beliau tinggal di tepi Penida. Beliau juga membangun tempat tinggal dan membangun pura yang di beri nama Parahyangan Penida (Dalem Lingsir Segara Agung Penida).

Seterusnya Beliaulah yang menyebarkan ajaran kebenaran di jagat Nusa Penida, sehingga Pura Parahyangan Penida menjadi cikal bakal sebagai Pura dan tempat Pesraman Beliau (Pemoksan).

“Pura ini pura pertama dan tertua di Nusa Penida, mengawali terbentuknya Pulau Nusa Penida dan menjadi cikal bakal adanya pura-pura lainnya di Nusa Penida,” terang Wayan Tiasa.

Disertifikatkan Pemprov Bali hingga Disewakan ke Investor

Dalam perjalanannya, tanah laba pura dan tanah sekitar pura ini  yang juga sudah dijaga  secara turun-temurun oleh pengempon pura hingga menjadi tanah negara. Hingga kemudian pada akhirnya keluar sertifikat tanah menjadi aset milik Pemprov Bali sejak tahun 2004. Warga pengempon pun merasa tidak pernah dilibatkan dalam proses keluarnya sertifikat atas laba pura ini.

Jadi saat in Pura Sad Kahyangan Penida tidak memiki laba pura karena tanah yang ada di sekitar pura sudah dimiliki oleh Pemprov Bali. Sedangkan masyarakat pengempon menggarap tanah tersebut sudah sejak pura tersebut berdiri dan dari nenek moyang. Sehingga sampai muncul nama Banjar Penida dan warga masyarakat sudah mendirikan pura kawitan, paibon dan merajan.

Ini berarti warga masyarakat sudah menempati, menjaga, merawat, menggarap secara turun temurun. Hasil dari menggarap tersebut untuk biaya piodalan, perawatan, perehaban pura.

“Cuma karena keterbatasan kemampuan dan keberadaan warga sebagai petani, tanah laba pura tersebut belum dimohonkan sertifikat. Warga pun bingung ketika keluar sertifikat atas nama Pemprov di laba pura ini,” ungkap Wayan Tiasa.

Mirisnya lagi, lagi kawasan laba pura ini disewakan kepada investor di era kepemimpinan Gubernur Bali I Made Mangku Pastika. Informasinya sekitar 9 hektar dari kawasan tanah laba pura ini disewakan kepada investor sejak tahun 2016 dengan jangka waktu selama 90 tahun. Ini juga tanpa ada pemberitahuan kepada masyarakat.

Yang membuat masyarakat pengempon resah, aktivis  keagamaan pengempon di pura ini juga terganggu dengan sejumlah aktivis pengembangan dari investor. Akses untuk melasti juga terganggu. Aktivitas pengembangan juga akan sangat menggangu kesucian kawasan pura.

“Kami bingung tidak punya laba pura. Apalagi laba pura ini sudah dikontrakkan kepada investor. Jadi kami ingin buka hati Pak Gubernur.
Satu-satunya harapan kami adalah Bapak Gubernur Koster agar laba pura kami bisa dikembalikan,” ujar Wayan Tiasa.

Karena tidak punya laba pura, pengempon pura juga tidak bisa memindahkan Pura Segara yang saat ini terletak di tepi pantai. Dimana kondisi Pura Segara ini kian memprihatinkan. Selain tidak memenuhi syarat pura, tidak ada penyengker, pura ini juga terus terkena abrasi.

“Kami ingin Pura Segara dipindahkan ke sebelah Utara Pura Sad Khayangan Penida. Tapi untuk bangun Pura Segara ini kami butuh laba pura,” imbuh Wayan Tiasa. (wid)