Komnas PA, Saatnya Masyarakat Bersikap Ketat Terhadap Dampak Negative Rokok
Karangasem (Metrobali.com)-
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Arist Merdeka Sirait menegaskan, saatnya kini masyarakat bersikap ketat terhadap dampak asap rokok karena makin marak dikalangan generasi muda. Hal itu dikatakanya saat menjadi narasumber dalam workshop Implementasi Kebijakan Perda KTR (Kawasan Tanpa Rokok) Kabupaten Karangasem dalam Mewujudkan KTR 100 Persen di Sekolah, Kamis,(19/6/2014) yang digelar di wantilan kantor bupati Karangasem.
Dikatakan, masalah Kawasan Tanpa Rokok (KTR) masih menjadi PR bersama yang telah ditegaskan dalam Undang-Undang tentang Kesehatan, dimana dampak pengaruh zat adiktif sangat merusak kesehatan masyarakat. Diharapkan agar penegak hukum benar-benar menerapkan peraturan dan menjalankan secara nyata sesuai Undang-Undang, sedangkan jika diatur dalam Perda pidananya belum jelas diatur. “Yang lebih penting adalah membangun kesadaran bukan karena alasan hak asazi semata tetapi masalah dampak kesehatan terutama bahaya tembakau yang dapat membunuh masyarakat, mengurangi daya tahan tubuh,” ujar Arist Merdeka Sirait.
Dewasa ini, ada empat raksasa pembunuh yang perlu diperangi yakni Narkoba, Miras, Rokok dan Kejahatan Sexual sebagai penyakit masyarakat yang wajib diperangi. Masyarakat khususnya para pendidik (guru) agar secara keras melakukan pengawasan dan pelarangan merokok dilingkungan sekolah, kantor maupun fasilitas umum lainnya. Ada empat hal yang kini sedang di kampanyekan terkait masalah memerangi dampak rokok, yakni pengendalian bahaya rokok, tidak menjual rokok secara terbuka, menaikkan harga cukai rokok, pengendalian melalui pem buatan Perda KTR, Pendistribusian penjualan rokok dibatasi, Peringatan bergambar dimana 40 persen harus mencantumkan bahaya rokok yang bisa menyebabkan kanker paru, membatasi agar anak tidak merokok.
“Jika cukainya tinggi maka orang akan berfikir untuk membeli rokok, namun kenyataannya banyak produsen tidak konsekwen sehingga pembeli rokok tidak merasakan kena beban cukai manakala membeli rokok. Dan petani tembakau sebetulnya tidak pernah diuntungkan karena yang untung hanyalah pengusaha rokok dan tidak satupun petani tembakau menjadi kaya. Sebetulnya negara tidak diuntungkan oleh peredaran rokok,” ujarnya lagi.
Sedangkan Menyangkut masalah Phedofilia, Arist menyebut tiga Kabupaten di Bali termasuk surganya Phedofilia yang ada di Indonesia dimana pernah terjadi kasus tersebut yakni Karangasem, Jembrana dan Buleleng. Berbagai faktor pelaku phedofilia ini begitu nyaman di Karangasem adalah karena situasi, salah satunya kemiskinan. Pelaku phedofilia seolah-oleh, pelaku membantu anak-anak miskin. “Diperlukan deteksi secara dini, karena pelaku biasanya membantu anak-anak, sejatinya itu adalah sebuah jebakan,” ungkapnya lagi.
Sedangkan, Wakil Bupati Karangasem I Made Sukerana, SH menegaskan, bakal segera melaksanakan Perda KTR dan merintis Perda tentang Phedofilia untuk memerangi budaya sex yang disebut sebagai life style, melakukan penegakan hukum secara tegas dan adil, mengusulkan agar ancaman hukum minimal menjadi maksimal. Bahkan tengah diusulkan hukuman seumur hidup dan minimal 20 tahun serta kebiri bagi pelaku Phedofilia dan jangan sampai hukumannya menjadi ringan karena tidak ada bukti. “Untuk memerangi kejatahan seksual itu, diperlukan sebuah perda yang mengaturnya, dan Karangasem akan merintis pembuatan perda tersebut,” ujarnya. BUD-MB
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.