Jayapura (Metrobali.com)-

Aparat TNI/Polri dan kelompok sipil bersenjata di Papua diminta tidak melakukan tindakan kekerasan untuk membalas dendam, mengingat akan menimbulkan rasa tidak aman bagi masyarakat di sini, kata Kepala Perwakilan Komnas-HAM wilayah Papua Frits Ramandey, di Jayapura, Sabtu (29/6).

Komnas-HAM wilayah Papua menyampaikan pernyataan itu, setelah pada Selasa (25/6) lalu, telah terjadi penghadangan atau penyerangan bersenjata terhadap mobil yang ditumpangi Letda I Wayan Sukarta, dua orang anak buahnya dan sopir serta kondekturnya di Ilu, Distrik Jigonekme Kabupaten Puncak Jaya.

Akibatnya sopir bernama Tono dan Letda Wayan Sukarta ditemukan telah tewas dengan sejumlah bacokan dan tembakan.

Belakangan kondekturnya ditemukan tewas tak jauh dari lokasi kejadian.

“Komnas-HAM wilayah Papua meminta agar para pihak saling menahan diri,” kata Frits yang juga mantan aktivis dan wartawan lokal di daerah tersebut.

Mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jayapura itu juga mengingatkan agar Polda Papua melakukan komunikasi secara damai dengan pihak-pihak yang mengajukan surat peringatan 1 Juli 2013 sebagai Hari Organisasi Papua Merdea (OPM) di seluruh tanah Papua, mengingat bersamaan dengan Hari Bhayangkara.

Pada 1 Juli 2012 lalu, terjadi insiden penembakan antara satuan TNI dan kelompok sipil bersenjata yang berbuntut pada tertembak seorang Kepala Kampung Sawiya Tami, di Arso Kabupaten Keerom.

Akibatnya saat itu sejumlah warga mengungsi ke hutan setempat, karena merasa takut atas kejadian penembakan terhadap kepala kampung tersebut.

Menurut Komnas-HAM di Papua pada tanggal tertentu oleh sejumlah pihak di daerah ini dijadikan momen politik termasuk tanggal 1 Juli, dengan melakukan kegiatan yang bertentangan dengan undang-undang di negara ini sehingga kerapkali terjadi konflik saat masyarakat Papua hendak memperingatinya.

Aparat keamanan dan pemerintah daerah atas nama undang-undang dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melakukan pelarangan dan sejenisnya atas kegiatan yang dinilai melanggar aturan undang-undang dan hukum di Indonesia itu.

“Kami minta juga kepada warga masyarakat di sini yang hendak merayakan peringatan 1 Juli 2013, agar tidak memaksakan kehendak yang berpotensi terjadi kekerasan,” kata Frits pula. INT-MB