Foto: Penutupan “Pendidikan & Pelatihan Sertifikasi Mediator Angkatan ke-25” yang sukses digelar Pusat Studi Undiknas bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara (FH Untar) pada 4-7 Maret 2020 di Ruang Smart Solution Undiknas Denpasar.

Denpasar (Metrobali.com)-

Memasuki 125 hari kerjanya, Pusat Studi Universitas Pendidikan Nasional (Pusat Studi Undiknas/PSU) berhasil melahirkan puluhan juru damai kompeten di Pulau Dewata untuk membantu menyelesaikan permasalahan, konflik atau sengketa secara damai melalui jalan mediasi.

Para juru damai ini telah mendapatkan berbagai pengetahuan, hard skill maupun soft skill sebagai mediator dalam “Pendidikan & Pelatihan Sertifikasi Mediator Angkatan ke-25” yang sukses digelar Pusat Studi Undiknas bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara (FH Untar).

“Pendidikan & Pelatihan (Diklat) Sertifikasi Mediator” yang telah Terakreditasi A dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang baru pertama kali digelar di Undiknas ini berlangsung selama empat hari penuh (40 jam), Rabu hingga Sabtu, 4-7 Maret 2020 di Ruang Smart Solution Undiknas Denpasar.

“Setelah ikut Diklat Sertifikasi Mediator ini, kami harapkan kepada peserta yang dari berbagai disiplin ilmu dan latar belakang profesi ini mampu menjadi juru damai dan duta perdamaian di Bali,” kata Ketua Pusat Studi Undiknas Dr. A.A.A. Ngurah Tini Rusmini Gorda, S.H., M.M., M.H., Sabtu (7/3/2020) usai penutupan acara.

Diklat Sertifikasi Mediator ini memang sangat disambut antusias peserta berbagai latar belakang. Bukan hanya dari praktisi hukum (seperti advokat) tapi dari profesi dan latar belakang lain seperti dokter, pegawai rumah sakit, pengawai bank, dosen, HRD (Human Resource Departemen) perusahaan, mahasiswa dan lainnya.

Kesuksesan kegiatan ini tidak terlepas dari sinergi dan kolaborasi yang apik antara Pusat Studi Undiknas dengan FH Untar, Panitia, sambutan antusias peserta dan dukungan stakeholder lainnya seperti dari Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.

“Ini kerjasama kolaborasi sinergi untuk energi antara Pusat Studi Undiknas dan FH Untar lahirkan juru damai yang kompeten,” tegas Tini Gorda  didampingi Ketua Panitia A.A Bagus Ngurah Agung Surya Putra, S.H.,LL.M.,yang juga Dosen Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial (FHIS) Undiknas.

Diklat Sertifikasi Mediator ini sebagai salah satu bentuk terobosan Pusat Studi Undiknas untuk tujuan mulia. “Yakni memotong mata rantai agar semua permasalahan hukum maupun non hukum di masyarakat dapat terselesaikan dengan misi damai,” imbuh Tini Gorda yang juga Direktur Eksekutif GTS (Good-Trustworthy-Smart) Institute Bali ini.

Ketua Panitia A.A Bagus Ngurah Agung Surya Putra, S.H.,LL.M., mengatakan diklat sertifikasi mediator ini diharapkan melahirkan mediator atau juru damai kompeten dan profesional di Bali.

Foto: A.A Bagus Ngurah Agung Surya Putra, S.H.,LL.M.,(kiri) selaku Ketua Panitia “Pendidikan & Pelatihan Sertifikasi Mediator Angkatan ke-25” bersama Ketua Yayasan Tarumanegara Dr. Gunadi, S.H.,M.H. (kanan).

Diharapkan skill mediasi yang dimiliki para peserta dapat dipraktikkan untuk membantu pihak-pihak yang menghadapi sengketa atau konflik demi mewujudkan perdamaian di masyarakat.

“Harapannya para peserta lulus jadi mediator profesional dan jadi garda perdamaian bagi pihak yang berkonflik,” kata Agung Surya Putra, akademisi yang juga Dosen Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial (FHIS) Undiknas.

Lahirnya para mediator atau juru damai kompeten dan profesional serta memegah teguh kode etik profesi mediator dengan mendamaikan para pihak yang bersengketa juga diharapkan mengurangi penumpukan perkara di meja hijau atau pengadilan.

“Kalau masalah, sengketa sampai meja hijau, prosesnya panjang, lama, biaya tinggi. Tapi kalau mediasi bisa sediakan solusi jalur tengah yang menguntungkan bagi para pihak dengan adanya win win solution,” imbuh lulusan Advance LLM (Master of Law) in Air and Space di Universiteit Leiden, Belanda ini.

Dekan Fakultas Hukum Untar Dr. Ahmad Sudiro, S.H.,M.H.,M.Kn.,M.M., mengatakan dengan adanya “Pendidikan & Pelatihan Sertifikasi Mediator” akan lebih banyak lahir mediator profesional di Bali yang bisa membantu para pihak yang berkonflik atau bersengketa untuk mencapai kesepakatan perdamaian, khususnya yang berkaitan dengan perkara perdata dan sengketa bisnis.

Dengan demikian hal ini diharapkan dapat mengurangi jumlah perkara yang masuk ke pengadilan. “Untuk kurangi penumpukan perkara di pengadilan maka perlu hadirnya mediator bersertifikat di masyarakat,” kata Sudiro.

Selain itu ketika suatu sengketa masuk ke pengadilan prosesnya lama, bisa berbiaya tinggi, menghabiskan energi para pihak hingga menciptakan suasana permusuhan para pihak.

“Kalau dengan mediasi, penyelesaian konflik atau sengketa bisa lebih cepat, hemat biaya dan yang paling penting tetap mempertahankan hubungan baik para pihak,” imbuh Sudiro.

Mediasi merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa diantara dua pihak atau lebih dengan menghadirkan seorang atau lebih pihak ketiga yang netral sebagai penengah atau fasilitator yang mendorong para pihak menyelesaikan permasalah sosial dengan kesepakatan perdamaian.

Praktik mediasi mempunyai berbagai payung hukum. Seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase an Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Dimana disebutkan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.

Secara khusus praktik mediasi juga diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung  Republik Indonesia  Nomor 1 Tahun 2016  Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Di dalam Perma 1/2016 ini disebutkan bahwa mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator.

Yang dimaksud Mediator adalah Hakim atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

Sementara Sertifikat Mediator adalah dokumen yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa seseorang telah mengikuti dan lulus pelatihan sertifikasi Mediasi.

Tujuan akhir dari media adalah terwujudnya Kesepakatan Perdamaian yang merupakan kesepakatan hasil Mediasi dalam bentuk dokumen yang memuat ketentuan penyelesaian sengketa yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator.

Kesepakatan Perdamaian ini kemudian dibuatkan Akta Perdamaian yang merupakan akta yang memuat isi naskah perdamaian dan putusan Hakim yang menguatkan Kesepakatan Perdamaian. (dan).