Keterangan foto: Tahun ini, Earth Hour kembali mengambil tema #Connect2Earth, dengan logonya “60+”  melakukan aksi ‘Switch Off’ selama satu jam secara bersamaan untuk mendukung kampanye penghematan energi beserta aksi “+”/MB

Denpasar, (Metrobali.com) –

Percepatan adanya perubahan iklim mengakibatkan bumi kehilangan keanekaragaman hayati. Ancaman ini dipercepat dengan adanya isu plastik yang saat ini menjadi isu global. Melalui penelitian yang telah dilakukan oleh Jambeck dan rekannya yang menyampaikan bahwa “Indonesia menjadi Negara penghasil sampah terbesar kedua di Dunia”, mengusik volunteer Earth Hour Bali khususnya untuk melakukan aksi kolaborasi bersama komunitas lingkungan lainnya.
Kolaborasi ini dilakukan, mengingat isu ancaman plastik ini tidak dapat dilakukan hanya sendiri. Mengajak dan saling mendukung program aksi lingkungan menjadikan Earth Hour Bali khususnya untuk terus bergerak bersama baik dari dukungan pemerintah, instansi, beserta komunitas peduli lingkungan lainnya.

Tahun ini, Earth Hour kembali mengambil tema #Connect2Earth. Earth Hour Bali berusaha melestarikan dan menyelamatkan keanekaragaman hayati yang ada di bumi ini dengan mengajak publik dan masyarakat untuk menerapakan gaya hidupnya dalam mengurangi penggunaan plastilk sekali pakai. Hal ini disadari bahwa apa yang dilakukan manusia dengan menggunakan plastik sekali pakai mengakibatkan adanya sampah-sampah plastik yang berakhir di lautan. Menganggu siklus hidup biota laut, sebagai tempat berkembangbiaknya keanekaragaman hayati yang terusik karena adanya sampah plastik yang tidak mudah untuk terurai.

Melalui tema yang diusung ini, Earth Hour Bali bertujuan untuk membangun kesadaran publik supaya terhubung kembali dengan Bumi sebagai tempat tinggal bersama dengan makhluk hidup lainnya, berupaya mengurangi penggunaan plastik sekali pakai yang dimulai dari diri sendiri untuk menyelamatkan lingkungan serta mendorong usahausaha untuk mengurangi penggunaan plastik melalui ajakan setiap volunteer Earth Hour Bali.

Pada selebrasi ‘Switch Off’’ 2019, Earth Hour Indonesia kembali mengajak individu, komunitas, media massa, praktisi bisnis, dan pemerintah untuk turut serta mematikan lampu dan peralatan elektronik yang tidak sedang dipakai selama satu jam sebagai simbol kepedulian dan komitmen untuk penurunan laju perubahan iklim. Pada moment inilah, Earth Hour Bali mencatat antusiasme partisipan, yang menjadi simbol kemajuan pola pikir dan sikap masyarakat dan pemerintah Indonesia terhadap isu-isu lingkungan dan perubahan iklim yang kita alami saat ini. Adanya dukungan secara langsung dari Pemerintah Provinsi Bali melalui surat edaran Gubernur Bali No.276 Tahun 2019 tentang Earth Hour Indonesia, meningkatkan kapasitas kampanye Earth Hour Bali untuk mengajak sektor-sektor turut berperan dalam aksi nyata pada lingkungannya. Earth Hour 2019 akan diselenggarakan serentak di sejumlah kota di Indonesia pada tanggal 30 Maret 2019 pukul 20.30 – 21.30 waktu setempat.

Saat ini, terlampir data beberapa sektor yang mengikuti kampanye Earth Hour mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Baik dari sektor transportasi dan perhubungan, melalui Angkasa Pura 1, Bandara Ngurah Rai kembali mengikuti kampanye ini, selebihnya sektor bisnis seperti Hotel, Resort dan juga Mall/Retailer beserta pengelola Kawasan ITDC (Indonesia Tourism Development Centre), Nusa Dua Bali yang mendukung penuh kegiatan Earth Hour Bali. Serangkaian selebrasi akan dilakukan di salah satu ikon ITDC, Nusa Dua Bali yang bertepatan di Bundaran Tugu Mandala.

Sejalan dengan aksi yang akan dilakukan oleh seluruh partisipan, Earth Hour dengan logonya “60+” akan melakukan aksi ‘Switch Off’selama satu jam secara bersamaan untuk mendukung kampanye penghematan energi beserta aksi “+” lainnya untuk pelestarian keanekaragaman hayati melalui aksi-aksi lingkungan lainnya yang dapat diterapkan sebagai gaya hidup dalam sehari-hari. Melalui kegiatan Earth Hour tahun ini, diharapkan dapat menggerakkan lebih banyak pihak untuk melakukan aksi nyata dalam kehidupan sehari-hari demi menjaga keberlangsungan bumi dan keberlanjutan sumber daya alam, dan bukan sekedar seremonial sesaat.

Editor: Hana Sutiawati