bali democracy forum

 Denpasar (Metrobali.com)-

Demokrasi merupakan keniscayaan, memberikan hak  kebebasa  ntermasuk keadilan di dalamnya serta tanggungjawab untuk menyempurnakannya demi kesejahteraan dan kedaulatan rakyat. Demokrasi tidak semata mata hanya urusan perebutan jabatan dan kekuasaan politik. Dengan demokrasi seharusnya mampu memberi dampak langsung terhadap hidup keseharian masyarakat,.

 

Setidaknya, demokrasi bukan hanya tafsir. Juga bukan sebuah jargon yang dimiliki oleh elit politik semata. Dengan sistem demokrasi memastikan seluruh perangkat pemerintah dan negara bekerja untuk rakyat. Apa yang dipertontonkan selama ini, di panggung demokrasi penuh dengan hiruk pikuk, dagelan dan pencitraan para tokoh elit dan politisi. Yang kemudian, rakyat hanya sebagai penonton yang dihadirkan hanya untuk ikut memeriahkan belaka.Bertepuk tangan tanda setuju .Bahkan tidak penting apakah penonton mengerti lakon cerita dalam panggung tersebut. Yang alur ceritanya tidak jauh beda dengan panggung opera sabun dalam siaran televisi.

 

Malahan, baru-baru ini, peran dan partisipasi rakyat dalam demokrasi telah di amputasi dengan disahkannya UU No.22 tahun 214 tentang Pilkada. Dimana pemilihan kepala daerah yang awalnya secara langsung, ternyata dikembalikan wewenangnya kepada elit politik yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat.

 

Tak hanya itu pula, demokrasi selalu “dilecehkan” secara terus-menerus saat disahkannya UU Ormas, Negara melakukan normalisasi dan penertiban organisasi masyarakat sipil lewat UU Ormas. Yang tentu saja hal ini adalah salah satu bentuk pelemahan oragnisasi-organisasi masyarakat sipil di Indonesia.

 

Setelah 16 tahun jatuhnya kekuasaan rezim orde baru, ternyata hingga hari ini demokrasi masih belum nampak sebagai prasyarat yang penting dari peradaban membangun tata kelola negara di negeri ini. Apa yang nampak berbeda dari rezim otoritarian Orde Baru.Negara (baca :kekuasaan) selalu berkeinginan untuk mengontrol rakyatnya, perilaku ini tak ada berubah hanya berganti topeng saja.

 

Faktanya, pemerintah bukannya sibuk dan bekerja keras untuk membuat kebijakan yang pro rakyat tapi malah selalu membatasi peran masyarakat serta menjauhkan pemerintah dan negara dari kehidupan real  masyarakat. Sehingga rakya thidup dan menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa kehadiaran negara dan pemerintah. Negara hadir ketika kenyamanannya merasa terganggu.

 

Semisal,  kebijakan MP3EI projek mercusuar yang banyak mendapatkan penolakan,seperti di Bali sebagai koridor pariwisata. Dengan projek dibawah arahan MP3EI pariwisata Bali akan disulap sedemikian rupa dengan mengabaikan aspek lingkungan, sosial, budaya seperti rencana ngurug laut (reklamasi) Teluk Benoa pun menjadi legal dan sah.

Intoleransi, kebebasan menjalankan kepercayaan dan keyakinannya di Indonesia juga sangat menghawatirkan, berbeda selalu di hadapi dengan tindakan-tindakan intimidatif yang berujung kekerasan sementara negara absen ketika dibutuhkan.Esensi dari kebinekaan (prulalisme) dan saling menghormati itu tidak pernah menjadi dasar kenapa kita bersatu.

 

Saatini, di Tanah Dewata tengah dilangsungkan Bali Civil Society Forum 2014 (BDF ke-VII) yang mengusungtema ”Democratic Governance in the Twenty- First Century: the Roles of Civil Society” yang mengundang organisasi masyarakat sipil untuk bersuara tentang peran masyarakat sipi lbagi demokrasi. Bali Civil Society Forum dan Bali Democracy Forum digelar oleh Institute for Peace and Democracy.Yang ternyata, kedua forum ini tidak ada relevansinya sedikitpun terhadap pengembangan demokrasi di Indonesia yang sedang diproyeksi sebagai role model di Asia. Menurut kami, forum ini hanyalah pemanis belaka dari rezim SBY yang merupakan rezim penganut pencitraan politik secara nasional maupun internasional.Tetapi, tidak ada sangkut pautnya terhadap kesejahteraan rakyat di negeri ini.

 

Dengan demikian, forum in isudah tak layak lagi diselenggarakan yang sekadar berniat membangun citra politik dengan biaya tinggi setiap tahunnya. Dengan begitu, untuk pemerintah baru selanjutnya, diharapkan tidak lagi menggunakan forum-forum seperti BDF yang hanya untuk rutinitas tahunan tanpa mengubah sesuatu yang pondasional dari hak berdemokrasi untuk kesejaheraanrakyat. RH-MB