Keterangan foto: Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Marine Stewardship Council (MSC) melakukan penandatanganan Memorandum Saling Pengertian (MSP) pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia, dilakukan oleh Sekretaris Jenderal KKP, Nilanto Perbowo dan Regional Director Asia Pacific MSC, Patrick Caleo di Kantor KKP, Jakarta, Selasa (27/8)/MB

Jakarta, (Metrobali.com) –

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Marine Stewardship Council (MSC) melakukan penandatanganan Memorandum Saling Pengertian (MSP) pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia. Penandatanganan MSP dilakukan oleh Sekretaris Jenderal KKP, Nilanto Perbowo dan Regional Director Asia Pacific MSC, Patrick Caleo di Kantor KKP, Jakarta, Selasa (27/8).

Sekretaris Jenderal KKP Nilanto Perbowo mengatakan, keterlibatan MSC dalam pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia bertujuan untuk mendukung percepatan pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan dan pemasaran hasil perikanan Indonesia. Hal ini sesuai dengan ruang lingkup MSP yaitu dukungan peningkatan kesehatan stok ikan, kelestarian ekosistem, pengelolaan efektif perikanan tangkap, dan dukungan peningkatan aksesibilitas pemasaran hasil perikanan.

MSC adalah lembaga non-profit internasional yang berfokus pada perikanan berkelanjutan dan perlindungan suplai makanan laut untuk masa depan. MSC juga peduli terhadap kesehatan laut dunia dengan menghargai dan mengakui praktik perikanan berkelanjutan. Dalam kerja sama ini, MSC telah mendapatkan izin prinsip dari Tim Perizinan Ormas Asing (TPOA) yang diterbitkan oleh Kementerian Luar Negeri RI.

Nilanto mengutarakan, terdapat 3 pilar misi pembangunan kelautan dan perikanan, yakni kedaulatan, keberlanjutan, dan kesejahteraan. Indonesia telah melakukan pemberantasan Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing secara masif dalam 5 tahun terakhir, yang merupakan common global concern. Di samping itu, Indonesia juga serius menerapkan prinsip keberlanjutan dalam pengelolaan perikanan, termasuk penggunaan alat penangkap ikan yang ramah lingkungan dan ketertelusuran produk perikanan. Untuk itu, selayaknya Indonesia berhak mendapatkan respon positif dari pasar, terutama terkait penurunan impor tarif yang saat ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Papua Nugini, Timor Leste, Filipina, dan Vietnam.

“Kami meminta Mr. Patrick Caleo dapat turut meyakinkan seluruh mitra di global market untuk menghargai dan mengakui produk perikanan Indonesia yang bebas dari IUU Fishing sebagai premium product. Dalam kaitan ini, diharapkan expertice dari MSC dapat mendorong produk perikanan dari Indonesia diterima di pasar dunia,” tutur Nilanto.

“Terlebih saat ini, Indonesia telah menjadi center of gravity perikanan di kawasan regional. Jadi sudah sepantasnya Indonesia mendapatkan rewards berupa penurunan dan bahkan pembebasan impor tarif di negara tujuan ekspor seperti di Uni Eropa dan Jepang,” lanjutnya.

Keinginan KKP yang disampaikan oleh Nilanto Perbowo tersebut seluruhnya sejalan dengan 3 prinsip dasar MSC sebagaimana disampaikan Regional Director Asia Pacific MSC, Patrick Caleo.

Patrick Caleo menjelaskan, standar MSC dapat berlaku untuk semua produk perikanan yang ingin mendapat pengakuan berkelanjutan. Agar tersertifikasi berkelanjutan, perikanan harus memenuhi ketiga prinsip standar MSC. Pertama, perikanan harus memastikan ikan ada cukup di laut sehingga stok ikan dapat bereproduksi dan penangkapan ikan dapat terus berlangsung. Kedua, penangkapan ikan harus diatur sehingga kehidupan alami di laut, hewan, tumbuhan, serta habitatnya dapat terus berkembang guna mendukung kehidupan. Ketiga, perikanan harus memiliki manajemen yang baik di lokasi yang penting untuk menjaga sumber daya laut dan melindungi mata pencaharian masyarakat untuk masa yang akan datang.

Lanjutnya, MSC juga membentuk program 4 tahun Fish for Good bersama dengan pemerintah, nelayan, peneliti, dan LSM lainnya. Fish for Good memilih beberapa spesies antara lain kepiting, udang, cumi-cumi, ikan pelagis besar, dan ikan pelagis kecil.

“Jika ingin diakui sebagai perikanan yang berkelanjutan, penangkapan spesies-spesies tersebut harus menggunakan alat yang ramah lingkungan dan dilakukan di area penangkapan yang jelas, sesuai dengan standar MSC,” jelasnya.

Untuk itu, MSC berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan menuju perikanan yang berkelanjutan. Menurutnya, MSC telah menyelenggarakan program serupa dengan beberapa negara lainnya seperti Jepang, Tiongkok, dan Singapura.

Sementara itu, bersama Indonesia, MSC akan melaksanakan beberapa aksi. Dalam rangka mendorong perikanan berkelanjutan, MSC akan membantu fasilitasi untuk meningkatkan kesepahaman antar-pemangku kepentingan tentang perikanan di Indonesia mulai dari komoditas perikanan, armada, penangkapan, rantai pasok, harga, serta pasar di dalam dan di luar negeri. Salah satunya melalui pelatihan, lokakarya, dan pertemuan-pertemuan tentang pengelolaan perikanan berkelanjutan.

Guna menunjang kesejahteraan, MSC akan membantu fasilitasi pelaku usaha ke akses pasar, memperkuat kapasitas pelaku usaha produk laut (ritel, perusahaan produk makanan) di dalam negeri, dan menyiapkan bahan informasi dalam rangka mendukung promosi produk perikanan berkelanjutan Indonesia di pasar dalam dan di luar negeri.

Di samping itu, MSC akan membantu penguatan kelembagaan pemangku kepentingan perikanan dan penguatan kapasitas pengelolaan perikanan di lima provinsi lokasi kerja yang sebelumnya telah ditentukan.

Melalui kerja sama ini, KKP berharap program-program yang telah disepakati dapat seluruhnya direalisasikan dan target dapat dicapai. Dengan demikian, nelayan Indonesia dapat menjadi pemain utama di pasar perikanan global.

Editor: Hana Sutiawati