Foto: Anggota DPD RI I Gusti Ngurah Arya Wedakarna (AWK) dituding arogan dan memprovokasi warga dalam pertemuan di Desa Bugbug, Karangasem, Kamis, (30/1/2020).

Karangasem (Metrobali.com)-

Polemik atas pelaporan oknum Ketua Badan Pengembang Pariwisata Desa Adat Bugbug, Karangasem (BP2DAB) ke Polda Bali atas dugaan penggelapan uang yang sempat dimediasi oleh Anggota DPD RI I Gusti Ngurah Arya Wedakarna (AWK) di Desa Adat Bugbug, Karangasem semakin tidak jelas arah penyelesainnya.

Sebab alih-alih bisa menyelesaikan masalah, kedatangan Senator AWK ke Desa Adat Bugbug, Karangasem justru mengeluarkan rekomendasi yang provokatif dan memancing amarah masyarakat Desa Adat Bugbug, Karangasem yang tidak suka dengan cara penyelesaian dan gaya bicara AWK yang dinilai arogan dan mau menang sendiri.

I Nyoman Purwa Arsana, salah satu Tokoh Desa Adat Bugbug, Karangasem yang juga anggota DPRD Bali dari Fraksi PDI Perjuangan yang juga turut diundang dan hadir saat pertemuan tanggal 30 Januari lalu tersebut menegaskan sangat menyayangkan kedatangan AWK ke salah satu desa tua di Bali ini.

Sebab AWK justru tidak bisa menyelesaikan masalah dan bahkan justru menambah masalah baru lagi. “Dari awal pembicaraan AWK sudah mengundang antipati masyarakat kami karena nada bicaranya yang keras dan arogan melenceng dari nilai-nilai dan tradisi adat di desa kami,” kata Purwa Arsana, Sabtu (1/2/2020).

Pihaknya sangat menyayangkan kenapa kasus kecil seperti ini harus mendatangkan Senator AWK ke Bugbug. Seharusnya Klian Desa Adat Bugbug I Wayan Mas Suyasa melarang Ketua BP2DAB I Gede Putra Arnawa ini untuk bersurat ke AWK terkait pelaporan dirinya ke Polda Bali atas dugaan penggelapan uang di badan yang baru berdiri 3 tahun ini.

Purwa Arsana yang juga Sekretaris Komisi III DPRD Bali ini sangat geram dengan kebijakan Klian Desa Adat Bugbug yang justru mengarahkan oknum tersebut bersurat dan meminta perlindungan kepada AWK.

Ia menambahkan bahwa seharusnya Klian Desa Adat Bugbug menghormati proses hukum yang sedang berproses baik di Polda Bali yang telah dilimpahkan ke Polres Karangasem atas laporan tokoh masyarakat Bugbug I Gede Ngurah.

Apalagi juga ada laporan kepada oknum yang sama ke Kerta Desa atas dugaan pelanggaran Awig-Awig dan Pararem BP2DAB Desa Adat Bugbug yang dilaporkan oleh I Nengah Yasa Adi Susanto.

Purwa Arsana juga menyayangkan kenapa Klian Desa Adat Bugbug tidak pernah meminta bantuan kepada para Tokoh Bugbug. Di Bugbug ada banyak Tokoh yang punya kemampuan hebat dan gampang sepertinya menyelesaikan urusan kecil begini.

Di Bugbug juga ada anggota DPRD Karangasem dan DPRD Bali yang bisa membantu penyelesaian kasus ini. Kebetulan di Karangasem Ketua Komisi I DPRD I Nengah Suparta  dan I Komang Mustika Jaya dari Bugbug , sedangkan Purwa Arsana sendiri duduk DPRD Bali di Komisi III.

Sayangnya para tokoh dan wakil rakyat Karangasem ini sama sekali tidak pernah diundang dan diajak berdiskusi untuk penyelesaian kasus ini.

“Kalau boleh saya simpulkan sepertinya Klian Desa Adat Bugbug ini tidak punya niat baik dan keberanian untuk menyelesaikan masalah di desa yang dia pimpin dan ada dugaan justru dia mau melindungi oknum yang dilaporkan entah dengan tujuan apa. “tambah Purwa Arsana yang berasal dari Jero Kanginan, Desa Adat Bugbug, Karangasem ini.

I Nyoman Purwa Arsana, salah satu Tokoh Desa Adat Bugbug, Karangasem yang juga anggota DPRD Bali.

Purwa Arsana, salah satu tokoh yang didorong oleh banyak kerama Desa Adat Bugbug, Karangasem ini untuk maju menjadi Klian Desa Adat Bugbug menggantikan kepemimpinan Mas Suyasa yang sudah lebih dari 30 tahun menjadi Klian Desa Adat ini menambahkan bahwa kehadiran AWK untuk memediasi kasus di Bugbug sudah melampaui dari apa yang menjadi tugas, fungsi dan tanggungbjawab seorang anggota DPD sesuai yang diamanatkan UU Nomor 13 Tahun 2019 tentang perubahan ketiga UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau UU MD3.

Jadi kalau AWK memposisikan dirinya selaku Mediator harusnya kedua belah pihak yang bersengketa menunjuk dia jadi Mediator. Sedangkan ini hanya baru pihak Terlapor yakni I Gede Putra Arnawa yang menunjuk dia jadi Mediator. Sementara pihak Pelapor sama sekali tidak pernah mengamini atau menunjuk dia jadi Mediator.

Parahnya lagi disamping tidak punya legalitas jadi Mediator AWK bahkan mengeluarkan rekomendasi yang provokatif. Punya legalitas saja dia tidak boleh memberikan putusan.

Sebab seorang Mediator tugasnya adalah membantu menyelesaikan sengketa secara damai yang tepat, efektif dan membuka akses yang lebih luas kepada Para Pihak untuk memeproleh penyelesaian yang memuaskan serta berkeadilan.

Saat pertemuan tersebut AWK mengeluarkan rekomendasi yang provokatif dengan memberikan arahan kepada Klian Desa Adat Bugbug agar memberikan sanksi kesepekang kepada setiap kerama yang membuka rahasia desa dan melaporkan kasus adat ke kepolisian.

Parahnya lagi AWK bahkan memprovokasi agar pihak Terlapor melaporkan balik Pihak Pelapor ke Kepolisian.

“Jadi kesimpulan saya AWK tidak punya kompetensi untuk menyelesaikan masalah karena dia tidak mau memahami kasus yang sedang dia selesaikan dan parahnya dia hanya mau menang sendiri,” kata Purwa Arsana.

“Orang lain yang mau menyanggah rekomendasinya justru dibentak-bentak dan bahkan microphone yang seharusnya dipakai Pihak Pelapor diambil paksa oleh ajudannya atas perintah AWK ini,” tutup Purwa Arsana. (dan)