Bangli (Metrobali.com) 

Para pelaku pariwisata merasa keberatan dengan berbagai beban syarat seperti tes Swab Polymerase Chain Reaction (PCR) yang mahal yang diberlakukan di bandara penerbangan domestik maupun internasional, Tingginya harga PCR test, yang mencapai harga Rp 2.500.000,- juga dikeluhkan oleh PT Garuda Indonesia. Mengingat harga tiket sudah mahal lalu ditambah dengan harga tes covid-19 yang mahal, Maskapai yang tergabung dalam Lion Air Group, yakni Batik Air, Wings Air dan Lion Air, akan menghentikan sementara operasional penerbangan penumpang berjadwal domestik dan internasional mulai 5 Juni 2020.

Menurut DR. I Ketut Mardjana, seorang pebisnis pariwisata dan GM Toya Devasya Hot Spring Waterpark, komponen pariwisata sangat mengapresiasi langkah pemerintah melakukan relaksasi sektor pariwisata. Ini tentu bagaikan air hujan yang sangat diharapkan turun ketika musim kemarau berkepanjangan.

“Hampir tiga bulan lebih pariwisata dan sektor kehidupan lain di Bali berhenti total. Pelaku sektor pariwisata seperti saya harus bertahan hidup dengan beban bulanan operasional seperti biaya listrik, iuran BPJS pekerja, biaya pemeliharaan dan lain-lain. Sementara penghasilan tidak ada samasekali, perputaran modal juga harus kami pikirkan di saat usaha wisata kami buka kembali,” ujar Ketut Mardjana.

Namun ternyata, Pihaknya mengamati bahwa kebijakan relaksasi itu masih diikuti dengan berbagai syarat yang dirasakan sangat membebani seperti surat tes Swab PCR yang berbiaya mahal. Ini belum ditambah harga tiket pesawat yang juga mahal sehingga berlibur menjadi tidak feasible (layak) bagi wisatawan.

“Bali dominan tergantung pada wisatawan luar negeri namun sesuai keputusan pemerintah baru akan dibuka bulan Oktober 2020. Jadi sementara waktu kita sangat mengharapkan kunjungan wisatawan lokal Bali yang utama dan kemudian wisatawan dari berbagai wilayah di Indonesia. Tapi kalau mereka dibebani berbagai syarat masuk ke Bali yang sangat memberatkan seperti harga tiket pesawat yang mahal tentu sulit mengharapkan mereka akan berkunjung”, kata Ketut Mardjana.

Bersama berbagai komponen pariwisata yang lain, Ketut Mardjana berharap pemerintah memikirkan soal beban tanggungan wisatawan yang bisa berdampak pada keenganan wisatawan untuk berlibur ke Bali. Dia berharap pemerintah yang sigap menyiapkan protokol kesehatan penanganan wabah covid-19 dan jika pun harus memberlakukan tes Swab PCR dan Rapid Test kepada wisatawan yang berkunjung ke Bali bisa difasilitasi dan dibiayai oleh pemerintah, tambah Ketut Mardjana.

“Sedapat mungkin bisa dihilangkan segala bentuk biaya yang membebani pariwisata, termasuk pungutan biaya retribusi di Bangli yang dilakukan di jalan raya”. Jadi kebijakan pemerintah soal relaksasi di sektor pariwisata di Bali bisa memberi manfaat betul-betul bagi sektor dan pelaku pariwisata di Bali. Tentu menjadi harapan kita bersama protokol kesehatan pencegahan penularan covid-19 bisa berjalan dengan baik dan ekonomi masyarakat khususnya sektor pariwisata di Bali bisa menggeliat hidup kembali”, pungkas Ketut Mardjana. (hd)