KETUT LIYER, sangat terkenal di seluruh dunia karena film Eat, Pray and Love. Actionnya sangat lucu ketika ia bilang “I saw on your eyes”. Kata itu jugalah yang ia ucapkan kepada dua tamunya dari Jepang ketika dikunjungi Rabu (2/10) lalu. Saat itu, ia sedang membaca garis tangan dua gadis Jepang. Beberapa wisatawan tampak sedang menunggu giliran. “Niki wawu tyang melayani pitung tamu sareng panak tyange,”katanya sambil tertawa.

Anak angkatnya, I Nyoman Latra (61) yang merupakan pensiunan guru seni rupa tampak ikut tertawa. Latra beberapa kali harus mengulang pertanyaan yang disampaikan kepada Liyer karena pendengarannya kurang baik. Ia menyampaikan bahwa dirinya telah menjadi “balian” sejak remaja. Liyer mengaku keturunan balian yang sudah memasuki generasi ke sembilan. “Leluhur saya semuanya balian. Jadi ini harus saya teruskan,”katanya.

Liyer yang kini usianya sudah mencapai 90 tahun –menurut pengakuannya- ingin meneruskan keahliannya ini kepada keturunannya. Cucunya kini adalah seorang dokter, yang istrinya juga calon dokter gigi. Sosok balian tua ini ternyata telah melahirkan generasi baru balian, yaitu dokter-dokter muda yang akan mengabdikan ilmunya kelak kepada masyarakat. “Ya anak kami seorang dokter,”kata Latra mempertegas ucapannya.

Balian yang sempat menjadi pembimbing spiritual Elizabet Gilbert ini mengatakan mempelajari ilmu meramal dari lontar-lontar Bali dan buku-buku. Lontar-lontar Bali mengajarkannya meramal berdasarkan hari-hari kelahiran. Sedangkan buku-buku mengajarkannya meramal dengan menggunakan garis tangan. Beberapa wisatawan, ada yang minta untuk meramal dengan lontar-lontar Bali. Liyer memiliki banyak lontar tentang hal itu. Salah satunya adalah Lontar Pawacakan, yang meramalkan pengaruh hari terhadap kelahiran seseorang.

Setiap hari memiliki pengaruh negative –berdasarkan ramalan itu. Karena itu, pengaruh negative tersebut harus di-bayuh. Beberapa wisatawan yang mengaku yakin dengan ritual seperti itu, melaksanakan ritual ini. “Ya ada itu yang melakukan karena ia menyatakan yakin dengan ritual tersebut. Jadi tyang lakukan untuk membersihkan segala kekotorannya dengan mengikatkan benang tri datu,”katanya. Untuk melakukan ritual ini, harus memilih hari baik.

Pawacakan ini bisa diaplikasikan kepada wisatawan. Sebab ia memiliki kalender yang ratusan tahun. Jadi wisatawan cukup menyebutkan hari ulang tahunnya. Ia akan bisa menemukan hari dan wukunya. Hari dan wukunya inilah yang digunakan untuk menentukan ramalan. “Saya hanya melakukan ini kepada orang yang memiliki keyakinan. Jika mereka mengatakan yakin, saya lakukan. Jika tidak, ya tidak,”katanya. Di Ubud, pelayanan sejenis banyak berkembang belakangan ini. Mereka ternyata masih memegang pakem-pakem Bali yang kuat. Mereka memperkenalkan ini kepada wisatawan semata-mata untuk memberikan alternative hanya kepada mereka yang memiliki keyakinan. * Sutarya/MB