Foto: Praktisi dan pemerhati ekonomi digital I Made Artana yang juga Ketua STMIK Primakara.

Denpasar (Metrobali.com)-

Ekosistem startup (usaha rintisan) teknologi di Bali mulai tumbuh dan bergeliat sebagai bagian dari pesatnya perkembangan ekonomi digital di tanah air. Banyak lahir pelaku startup baru yang didukung juga dengan hadirnya coworking space dan creative hub.

Sayang sejauh ini peran pemerintah daerah (pemda) dinilai belum terlalu optimal dan signifikan untuk menguatkan dan memupuk ekosistem startup di Pulau Dewata.

“Pemerintah daerah harus jadi katalisator atau pemercepat tumbuh dan berkembangnya ekosistem ekonomi digital di Bali khususnya startup. Jangan sebaliknya jadi pembunuh startup,” kata praktisi dan pemerhati ekonomi digital I Made Artana saat ditemui di Denpasar, Selasa (21/5/2019).

Menurut pengusaha IT yang juga Ketua STMIK Primakara (kampus technopreneurship terbaik) ini pemerintah daerah harus mampu memposisikan diri lebih tepat dalam menguatkan dan mengakselerasi perkembangan ekonomi ekonomi digital khususnya startup teknologi di Bali.

Sebab sejauh ini  pelaku ekonomi digital dan ekonomi kreatif sebagai pendukung ekosistem ekonomi digital banyak muncul dan tumbuh subur tanpa bantuan dan dorongan pemerintah daerah. Misalnya hadirnya startup, coworking space dan creative hub yang memang muncul secara natural dengan melihat peluang yang ada.

Pemda Wajib Belanja di Startup Lokal

Pemerintah daerah harusnya membuat sejumlah instrumen kebijakan yang mendukung para startup, coworking space dan creative hub agar bisa tumbuh dan berkembang di Bali.

Contohnya, kata Artana, melalui belanja pemerintah yang terkait dengan teknologi atau sistem maupun aplikasi tertentu di pemerintahan. Sebisa mungkin pemerintah daerah mestinya membelinya dari para startup lokal yang ada di Bali. Bukan membelinya dari vendor atau perusahaan besar yang itu-itu saja.

“Ketika solusinya sudah bisa dibuat startup kecil kenapa tidak pemerintah beli dari mereka. Kenapa malah juga ingin buat sendiri? Ini yang saya maksud pemerintah terkesan seperti membunuh startup kecil dengan tidak memberi mereka ruang bertumbuh,” kata Artana.

Artana kembali mencontohkan dalam hal belanja aplikasi di pemerintah daerah. Jika dibuat kebijakan membeli aplikasi ini dari pelaku startup lokal dan tiap tahun misalnya digilir startup yang dapat kesempatan menjual progam atau aplikasinya ke pemerintah daerah maka tentu banyak startup yang bisa hidup.

“Kalau ada project kecil yang harganya Rp 50 juta atau Rp 100 juta mestinya pemerintah daerah berikan saja project itu kepada startup lokal tentu sesuai mekanisme yang ada,” ujar Artana.

Jangan Bunuh Startup dengan Cara Ini

Tidak boleh pemerintah daerah menjadi pembunuh startup kecil. Artinya ada startup lokal yang bisa membuat solusi dan pemerintah butuh solusi itu. Namun malah pemerintah daerah tidak membelinya dari startup lokal.

Pemerintah daerah justru membuat sendiri yang juga belum tentu sesuai yang diharapkan atau malah ada kesan hanya untuk menghabiskan anggaran.

“Ini sering terjadi di banyak pemerintah daerah karena mindsetnya harus bikin sendiri,” ujar pria yang juga programmer lulusan Universitas Indonesia (UI) ini.

Dikatakan, ibaratnya startup ini adalah benih. Kalau benih ini sudah tumbuh benih harusnya pemerintah tinggal menyiram sedikit saja maka startup ini akan tumbuh subur. Salah satunya caranya ya tadi dengan belanja ke startup lokal.

“Kenapa pemerintah takut belanja ke startup walau lebih mahal sedikit. Toh itu anak kita sendiri dan mereka bekerja,” kata Artana.

“Sebaliknya orang diam saja malah dikasih duit oleh pemerintah lewat hibah bansos. Kenapa ini orang mau kerja di startup tidak mau dibantu dengan membeli produk mereka?,” imbuh Artana yang saat ini tengah menempuh pendidikan S-3 (Doktor) Ilmu Manajemen di Universitas Udayana.

Ia mencontohkan misalnya saat ini banyak startup lokal yang membuat aplikasi pengelolaan sampah di Denpasar. Ketika pemerintah butuh solusi ini maka jangan buat aplikasi baru. Melainkan kolaborasi dengan startup, dan  memanfaatkan produk startup lokal.

Rancang Regulasi Pro Startup Lokal

“Contoh lainnya ada ribuan akomodasi baik hotel, villa penginapan dan mereka semua butuh booking engine. Kenapa pemerintah tidak mendorong pelaku usaha akomodasi pariwisata ini kerjasama dengan startup lokal,” ujar Artana.

Disinilah juga ke depan diharapkan ada regulasi pemerintah daerah agar pelaku usaha di Bali (mungkin bisa dimulai dari industri pariwisata) agar menggunakan produk startup lokal.

Konsepnya bisa mengacu pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali yang mewajibkan toko swalayan, hotel restoran dan katering untuk menyerap produk lokal.

“Pemerintah daerah harus menggunakan seluruh kewenangan seperti dalam bentuk regulasi untuk menguatkan ekosiatem startup , umumnya ekonomi digital di Bali. Kalau pemerintah bisa memposisikan diri dengan tepat maka akan menjadi katalisator yang hebat,” kata Artana optimis. (wid)