banjir denpasar

Denpasar (Metrobali.com)-

Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana Prof Dr I Wayan Windia menilai, Kota Denpasar, ibukota Provinsi Bali kini mulai mengenal kebanjiran yang parah, padahal hujan hanya berlangsung sekitar tiga jam.

“Hujan lebat yang mengguyur Kota Denpasar pada hari Jumat (20/2) adalah hari yang bersejarah bagi Kota Denpasar yakni mengenal banjir yang sangat parah, bahkan sampai merenggut dua korban jiwa,” kata Prof Windia di Denpasar, Senin (23/2).

Ia mengatakan, banjir di Kota Denpasar kini berbeda dengan kondisi sepuluh tahun yang silam, karena pada saat itu, banjir di Denpasar terjadi akibat luapan Sungai (Tukad) Badung yang mengalir membelah Kota Denpasar.

“Banjir kali ini memang sangat parah, karena jalanan di kota menjadi macet total, banyak sepeda motor yang terjebak, dan mengapa hal ini terjadi?” tanya Windia.

Jawabannya, karena Kota Denpasar sudah semakin “tua” yakni sudah tidak mampu lagi menampung beban yang sudah sangat berlebihan.

Sementara itu  anak-anakny  sudah sangat nakal. Mereka membuang sampah (plastik) sembarangan, tidak mau membuat sumur resapan, dan sawah-sawah yang sebelumnya merupakan ruang terbuka hijau dibabat habis oleh kaum kapitalis menjadi tempat pemukiman maupun usaha pariwisata.

Windia menjelaskan, pada sisi lain, pemerintah belum mampu membangun sistem drainase kota yang baik.

Penduduk Denpasar meningkat rata-rata empat persen setiap tahun, dan lebih dari 50 persen di antaranya karena kedatangan migran dari luar Bali.

Tampaknya, tidak ada sebuah kota yang penduduknya meningkat empat persen dalam setahun. Kalau saja pada saatnya nanti para migran tidak lagi adaptif terhadap kebudayaan Bali, maka konflik sosial juga akan terjadi dengan keras.

Tidak hanya banjir (bandang). Mungkin situasinya akan terjadi seperti di Palu. Oleh karenanya, langkah Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra membentuk lembaga Sabha Upadesa yakni wadah koordinasi antara lembaga subak, desa adat, desa dinas, dan sekaa nelayan adalah langkah permulaan yang tepat.

“Kita berharap lembaga Sabha Upadesa ini, bisa semakin matang, adaptif, koordinatif, dan antisipatif. Rapat-rapat (koordinasi) harus dilakukan dengan lebih intensif,” ujar Prof Windia. AN-MB