perempuan

Denpasar (Metrobali.com)-

Ketua Forum Perempuan Bali Karya (FPBK), Dewa Ayu Putu Sri Wigunawati mengharapkan kaum perempuan menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tidak hanya jadi penonton harus mampu berperan di berbagai sektor.

“Pemberlakuan MEA akhir tahun ini. Karena itu kaum perempuan Indonesia harus mampu memainkan peran di semua sektor, di antaranya perdagangan dan pariwisata,” katanya dalam diskusi bertema “Peran Perempuan Bali dalam Menghadapi MEA” di Denpasar, Sabtu (14/3).

Ia mengatakan, dalam segala bidang, peran perempuan sangat diperlukan sebagai kesetaraan gender, begitu juga dalam bidang pembangunan atau pemberdayaan sumber daya manusia.

“Diskusi ini bertujuan untuk meningkatkan peran perempuan Bali di berbagai sektor, terutama ekonomi. Karena mau tidak mau, siap tidak siap kita akan menghadapi MEA yang sudah di depan mata,” ucapnya.

Mantan Sekretaris Partai Golkar Bali berharap perempuan tidak boleh hanya menjadi penonton, melainkan harus menjadi pelaku dalam MEA mendatang.

“Bagaimana pun juga kita tidak boleh jadi penonton. Dalam sektor pariwisata yang menjadi andalan masyarakat Pulau Dewata harus mampu memerankan sektor tersebut secara cermat dan melalui kajian,” katanya.

Menurut perempuan asal Kabupaten Jembrana itu, mencontohkan jika Teluk Benoa, Kabupaten Badung saat ini ada pro dan kontra masyarakat. Kelompok wanita dalam mengambil sikap harus berdasarkan kajian imperis, bukan karena ada tekanan atau sekadar ikut-ikutan memasang baliho menolak.

“Tetapi apapun yang dilakukan kaum perempuan, baik perorangan maupun kelompok harus berdasarkan kajian dan literatur secara hukum. Bukan sebaliknya tergesa-gesa menolak begitu saja. Tetapi saya harapkan perlu kajian secara matang. Kalau itu benar berdasarkan kajian kita dukung, tapi kalau bertentangan dengan kajian, maka kita berani menolaknya,” kata Sri Wigunawati.

Dia mengatakan, entah jadi atau tidaknya reklamasi Teluk Benoa itu, yang jelas peran perempuan harus dipersiapkan supaya tidak hanya menjadi pekerja kasar. Maka dari itu dalam diskusi ini kita coba dikerucutkan apa-apa yang perlu dipersiapkan perempuan di ranah publik dalam rangka menghadapi MEA dan destinasi wisata baru,” katanya.

Ia mengatakan, peserta diskusi kali ini didominasi oleh kaum perempuan dari kalangan akademisi, mahasiswa, praktisi, aktivis, perempuan pengusaha, dan politikus.

“Peserta diskusi merupakan tokoh-tokoh perempuan di Bali. Kaum perempuan harus cerdas, jangan belum tahu apa-apa sudah menolak revitalisasi maupun mendukung, tetapi sebenarnya belum mengerti,” katanya.

Selain Sri Wigunawati sebagai narasumber, diskusi tersebut juga dihadiri praktisi pariwisata I Gusti Ngurah Agung Eka Darmadi dan Hendi Lukman dari PT TWBI yang membawakan materi pengaruh penciptaan destinasi wisata baru terhadap lingkungan.

Sri Wigunawati meminta perempuan Bali harus menjadi SDM yang berkualitas dan profesional. Bahkan, dalam hal kompetisi di sektor industri, perempuan Bali yang tipikal konsumtif diminta supaya menjadi produktif.

“Merek barang luar negeri belum tentu lebih bagus dari produk lokal. Untuk itu, potensi diri yang harus dimunculkan dan dipasarkan. Bukan sebaliknya hanya menjadi konsumtif,” katanya.AN-MB