Calon Gubernur Bali tahun 2018 Dr. Ir. Wayan Koster saat melakukan sosialisasi visi dan misi Gubernur.

Buleleng (Metrobali.com)-

Ketua DPD PDI Perjuangan Bali yang juga calon Gubernur Bali tahun 2018 Dr. Ir. Wayan Koster menegaskan, keputusan Izin  penentapan lokasi (Penlok) Bandara Bali Utara di Buleleng  semakin cepat akan semakin baik. Hal itu dikatakan Koster saat jumpa dengan sejumlah awak media di Buleleng, Selasa (3/4) yang lalu. ‘’Semakin cepat penentuan Penlok akan semakin jelas bahwa masyarakat Buleleng ada khususnya, dan Bali pada umumnya akan semakin yakin akan proses pembangunan Bandara Bali Utara. Tidak ada lagi pemberitaan atau berita yang berusaha menunda nunda keluarnya Izin Penlok Bandara di Buleleng,’’ kata Koster.

Calon Gubernur Bali tahun 2018 dengan Nomor Urut 1 yang berpasangan dengan Cokorde Artha Ardhana Sukawati ini menegaskan, pihaknya minta kepada pemerintah Pusat untuk segera mengeluakan izin Penlok Bandara  Bali Utara secara resmi.  ‘’Bila perlu sebelum Pilgub, izin Penlok sudah keluar,’’ kata Koster.

Sebelumnya, Bali Post memberitakan, keputusan pemerintah pusat untuk menerbitkan izin penetapan lokasi (penlok) Bandara Internasional Bali Utara dinilai lebih cepat lebih baik. Ini karena bandara baru ini dinilai mampu meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara dan domestic ke Bali. Itu ditegaskan Calon Gubernur Bali I Wayan Koster di sela-sela rapat koordinasi dengan kader PDI Perjuangan Buleleng, Selasa (3/4).

Lebih jauh politisi asal Desa Sembiran Kecamatan Tejakula ini mengatakan, pembangunan bandara memang keputusan final ada di pemerintah pusat. Tetapi, bandara yang sudah masuk program strategis nasional itu terintegrasi dengan program yang ditawarkan Koster. Dari program itu, tatanan infrastruktur mulai dari darat meliputi jalan tol, dan shortcut, laut meliputi pelabuhan kapal pesiar, dan perhubungan udara, bandara yang sudah memasuki tahapan feasibility yakni PT Bandara Internasional Bali Utara (BIBU) dan PT Pembangunan Bali Mandiri (Pembari). ‘’Pada prinsipnya sebagai orang Buleleng saya setuju dan lebih cepat lebih baik pembangunan bandara di Bali Utara direalisasikan. Siapa perusahaan yang membangun itu kita tidak campuri,” katanya.

Menurut Koster, dari proyeksi keandalan Bandara Ngurah Rai saat ini sudah tidak memungkinkan untuk melayani penerbangan dengan optimal dalam jagka waktu lima hingga 20 tahun ke depan. Bahkan, kendatipun ada wacana menambah satu runway dengan melakukan reklamasi pantai, hal itu tidak akan mengatasi permaslahan yang terjadi sekarang. Pasalnya, jika lalu lintas penerbangan saja didukung dengan infrastruktur, namun terminal sendiri tidak dikembangan, maka sama saja upaya itu tidak akan optimal.

Dikatakan, selain menggarap menyiapkan infrastruktur, untuk mengoptimalkan industry pariwisata di Bali, dia menawarkan program dalam visi dan misi untuk melindungi seni, tradisi, dan budaya Bali lewat kebijakan.  “Bandara baru yang bisa menjawab keandalan infrasturktur udara di daerah kita. Apalagi, Presiden Joko Widodo tahun 2019 menargetkan peningkatan wisatawan 20 juta. Kalau 35 sampai 45 persen wisatawan itu datang ke Bali, maka ada sekitar7-8 juta wisatawan datang ke Bali dan ini perlu dijawab dengan bandara baru, sebab kalau tetap mengandalkan Bandara Ngurah Rai, saya kira itu tidak andal lagi,” jelasnya.

Upaya pembangunan Bandara Bali Utaran di Buleleng ini juga mendapat respon dari Presiden RI Jokowidodo. Presiden mengatakan, bahwa tidak ada lagi hambatan dalam proses perijinan. ‘’Kalau perizinan dihambat, siapa ada investor yang mau menamkan investasinya di Indonesia. Oleh karena itu, proses izin harus dipercepat. ‘’Nanti, saya akan obrak abrik yang menghambat pengeluaran izin itu,’’ kata Presiden.

Ditanya pilihan penlok bandara apakah di laut atau darat Ketua DPD PDI Perjuangan Bali ini dengan tegas menyebut Bandara Bali Utara dibangun di darat. Lahan yang terkena jalur pembangunan nantinya adalah wilayah Kecamatan Kubutambahan atas yang belakangan ini kurang produktif. Selain itu, karena lahannya masih terbuka, sehingga dipastikan tidak akan terjadi penggusuran permukiman hingga harus melakukan ganti rugi lahan. Demikian pula, kekhawatiran akan terjadi relokasi kawasan suci (pura) dipastikan tidak sampai terjadi.

Pewarta  : Gus Sadarsana 

Editor      : Nyoman Sutiawan