gusde sutawa

Karangasem, (Metrobali.com) –

Selain kritik dari Ketua Sabha Walaka PHDI Pusat, Putu Wirata Dwikora, Ketua AMPB (Aliansi Masyarakat Pariwisata Bali), Dr. Gusti Kade Sutawa, SE.,MM.,MBA, juga sangat menyayangkan sikap Menteri Pariwisata tersebut menyangkut status Kawasan Suci Pura Besakih yang mau dijadikan KSPN (Kawasan Strategis Pariwisata Nasional) seperti diatur dalam PP No. 50/2011.

                ”Sikap Menteri Pariwisata bisa mempermalukan Presiden Joko Widodo. Menyangkut status Kawasan Suci Pura Besakih, yang notabena merupakan Sad Kahyangan Huluning Jagat Bali, sudah jelas dalam Perda RUTRWP Bali dan Perda RUTRK Kabupaten Karangasem, itu memang Kawasan Suci. Bhisama PHDI tahun 1994 juga menetapkan status Sad Kahyangan sebagai kawasan suci dalam radius 5 km. Terakhir, Sabha Pandita PHDI tahun 2013 pun memutuskan Pura Besakih agar dipertahankan sebagai Kawasan Suci dan agar didrop dari 11 KSPN di Bali,” katanya.

                Gusde Sutawa yang hadir dalam rapat umum yang dihadiri 600 Sulinggih dan Pemangku se-Bali, beserta tokoh masyarakat, akademisi, aktivis LSM, dan lain-lain, mendengarkan langsung janji Joko Widodo untuk tidak akan mengutak-atik Kawasan Suci Pura Besakih yang oleh para Sulinggih dan Pemangku serta umat Hindu di Bali tidak mau dijadikan KSPN. Sebab, konflik norma dalam status KSPN dengan Kawasan Suci sangatlah jelas. KSPN mengedepankan bahwa fungsi utamanya adalah pariwisata, yang berarti fungsi lainnya –termasuk fungsi kawasan suci — menjadi nomor dua. Sebaliknya, Kawasan Suci mengedepankan kesucian kawasan, dan penataannya dalam radius 5 km sesuai Bhisama PHDI ditata menurut konsep Maha Wana (zona untuk hutan tutupan), Tapa Wana (zona untuk bangunan sucim, dharma sala, pashraman) dan Sri Wana (zona pemanfaatan dan budidaya dimana bisa dibangun pashraman, yoga track,  tempat meditasi, dan sejenisnya).

                ”Konsep para Sulinggih, PHDI dan tokoh umat Hindu dalam Bhisama, sudah sangat bagus. Pura Besakih dan sekitarnya adalah Kawasan Suci, jangan dijadikan KSPN. Dengan status KSPN, bisa saja dibangun tempat rekreasi seperti karaoke, panti pijat dan sejenisnya, fasilitas olahraga termasuk lapangan golf yang sudah pernah dicoba, fasilitas akomodasi seperti hotel-hotel dengan berbagai fasilitasnya,” ujar Gusti Kade Sutawa.

                Ia mengajak tokoh-tokoh Bali tidak terlalu permisif memberikan setiap kawasan dikembangkan, hanya karena janji-janji akan dikucurkan dana, tanpa mewaspadai betapa dibalik kebijakan pusat itu kadang-kadang ada jebatan dan titipan yang merugikan filosofi pengembangan Bali.

                Agung Suryawan, seorang konsultan dari daerah Sanur menceritakan, bagaimana ketika ia diberikan proyek penyusunan masterplan KSPN Sanur dan sekitarnya, konsultan lain secara diam-diam ”menyelundupkan” pembangunan kondotel di kawasan reklamasi Serangan, yang sebelumnya tidak masuk dalam proyek penelitian mereka.

                ”Model-model seperti ini harus diwaspadai,” katanya.

Sementara Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama, ketika berdialog dengan mantan Tim Sebelas yang melakukan kajian KSPN Besakih meminta, kalau cek kosongnya merugikan Bali, dia pasti akan menolak status KSPN tersebut. Ia setuju semua pihak bersikap kritis dan waspada terhadap oknum-oknum yang suka mencari keuntungan. Dia pun mencontohkan, bagaimana ketika membuat proyek ”Cak 5000” di Tanah Lot untuk membangkitkan pariwisata Bali paska bom, dijanjikan dana Rp 250 juta, tetapi ketika meminta dananya ke Kementerian Pariwisata di Pusat waktu itu, yang dikucurkan hanya Rp 25 juta saja. PW-MB