Denpasar (Metrobali.com)-

Keterangan saksi kasus korupsi Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Jebrana, I Putu Ayu Mahendrawati berubah-ubah sehingga menyebabkam hakim memberikan peringatan keras dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Kamis (11/12).

“Keterangan saudara ini ‘mencla-mencle’ (tidak dapat dipegang). Sudah salah ‘ngotot’ lagi, Anda ini gimana sih,” kata Ketua Majelis Hakim, Made Suweda.

Dengan demikian, hakim telah mengarahkan saksi untuk menjawab pertanyaannya sehingga keterangannya bisa terstruktur.

Dalam persidangan tersebut berulang kali saksi ngotot dengan keterangannya yang tidak sesuai fakta yakni mengatakan bahwa terdakwa Kadek Ari Komala Sari (mantan Bendahara KPU Jembrana) tidak masuk dalam struktur pengurusan KPU tersebut.

Selain itu, saksi juga mengatakan adanya laporan secara global dari terdakwa dalam kasus tersebut.

Berulang kali saksi memberikan keterangan yang tidak dapat dipegang tersebut membuat hakim gerah dan memberikan peringatan tegas kepada saksi agar berfikir lebih jernih dan memberikan keterangan sesuai dengan fakta yang ditemukan di lapangan.

Dalam persidangan tersebut menghadirkan dua orang saksi yakni, I Putu Ayu Mahendrawati (mantan anggota divisi logistik KPU Jebrana) dan Ida Bagus Komang Astawa (mantan Kasubag Program dan Data KPU Jembrana).

Kasus tersebut berawal dari I Gede Putu Wigraha, yang menjabat sebagai Sekretaris Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Jembrana dan terdakwa kedua Kadek Ari Komala Sari sebagai Bendahara KPU setempat telah bersama-sama pada Rabu (30/6/2010) hingga Selasa (8/4/2011) melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa yang bisa dipandang sebagai perbuatan berlanjut secara melawan hukum merugian keuangan dan perekonomian negara.

KPU Jebrana melakukan pilkada dan untuk menunjang pelaksanaannya telah menyusun anggaran pada pilkada dengan anggaran sebesar Rp6,3 miliar.

Untuk putaran pertama menganggarkan sebesar Rp6,1 miliar dengan rincian honor/uang lembur Rp2,29 miliar, pembelian pengadaan barang dan jasa Rp1 miliar, belanja operasional Rp2,89 miliar.

Selanjutnya untuk pilkada putaran kedua dianggarkan sebesar Rp111 juta. Dalam anggaran tersebut telah disetujui oleh Bupati Winasa tahun 2010 untuk dibayar pada KPU sebesar Rp6,3 miliar.

Terdakwa, Kadek Ari Komala Sari sebagai Bendahara KPU Jembrana memiliki peran melakukan pengeluaran dana kegiatan yang dilaksanakan di tingkat kecamatan termasuk pembayaran Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) dan lain-lainnya.

Dalam aturannya dari proses anggaran diwajibkan ada penyetoran ke kas kantor pajak. Akan tetapi, pada penerapannya tidak disetorkan oleh terdakwa sebagaimana mestinya dan digunakan sendiri oleh terdakwa untuk kepentingan pribadi.

Dari keseluruhan pemotongan pajak terdapat dana sebesar Rp61 juta yang belum disetorkan ke kas kantor pajak dengan alasan tagihan-tagihan pada rekanan dan ada kesalahan pembayaran terhadap PPK.

Terdakwa juga tidak menyelesaikan buku khas umum dan surat pertanggungjawaban Pilkada 2010 dengan alasan beberapa kegiatan dilakukan di luar rencana sehingga ditemukan selisih Rp61 juta lebih.

Atas kondisi ini kedua terdakwa telah menyalahgunakan kepentingan hibah untuk keperluan pribadi dan orang lain yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp122.540.336 dengan rincian Rp61.209.200 selisih realisasi anggaran dan Rp61.331.136 yang tidak disetor ke kas negara.

Terdakwa melanggar dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dan terdakwa juga dijerat dakwaan subsider Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. AN-MB