ilustrasi-buronan-koruptor (1)

Denpasar(Metrobali.com)-

Keterangan saksi kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, berputar-putar karena lebih banyak megaku tidak tahu secara detail.

Keterangan saksi, Pembantu Rektor II IHDN Denpasar, Ketut Wisarja yang hadir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi setempat, Selasa (12/8), yang diberikan untuk terdakwa Praptini, Titib, dan Nyoman Sueca juga tidak konsisten, pasalnya saat ditanya mengenai proses lelang atau tender di IHDN Wisarja mengatakan tidak tahu menahu namun di dalam pertanyaan lain Wisarja malah mengatakan ada beberapa proyek yang dilakukan lelang.

“Tadi ditanya soal lelang katanya tidak tahu, sekarang bilang ada beberapa,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Denpasar, Made Sueda.

Wisarja mengaku hanya tahu lewat laporan saja dan tidak tahu secara detail permasalahannya karena pantia proyek tersebut banyak.

Saksi menyebut bahwa terdakwa I Nyoman Suweca melaporkan adanya lima item proyek diantaranya proyek lukisan, LCD dan halaman. Mengenai siapa saja rekanan proyeknya, dia juga mengaku tidak tahu namun ia sering melihat Ni Putu Indra Maritim (rekanan yang menjadi terdakwa) yang mengerjakan sebagian besar proyek tersebut.

Wisarja yang kewalahan menjawab pertanyaan saat sidang sempat meminta ijin kepada majelis hakim untuk minum, namun tidak diijinkan oleh hakim dan akhirnya melanjutkan kesaksiannya itu.

Terkait apa yang dilakukan Prof Titib dan Praptini, Wisarja mengatakan tidak tahu tapi ia mengetahui ada penyimpangan proyek yang dananya bersumber dari APBNP tersebut.

Sementara itu, saksi lainnya yaitu Karyawan Lod Tunduh Galery, Dewa Made Adiparwa, mengatakan bahwa Praptini pernah belanja 43 lukisan untuk diletakkan di IHDN Bangli.

“Saat datang ke galerry, Praptini, bersama lelaki separuh baya,” ujarnya.

Lukisan yang dibelinya itu dibayar bertahap, tahap pertama dibayar Rp48 juta sedangkan tahap kedua Rp35 juta.

Namun, dalam persidangan itu seperti biasa terdakwa Praptini menyangkal dan mengaku tidak mengenal saksi.

“Saya memang pernah membeli lukisan tapi tidak untuk keperluan kampus dan tidak sebanyak itu,” ujarnya.

Kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di IHDN itu berawal dari Kejati Bali melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di IHDN tahun 2011 dan dikuatkan dengan temuan Kementerian Agama RI yang merilis 10 temuan di IHDN Denpasar berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 10/S/VII-XVIII/03/2013 tanggal 13 Maret 2013.

Dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di kampus IHDN Denpasar menjerat lima orang tersangka yaitu Prof I Made Titib (mantan rektor), Ir Wayan Sudiyasa, Ni Putu Indera Martini, Drs I Nyoman Suweca, dan Dr Praptini yang didakwa dengan dua pasal tuntutan primair dan subsidair.

Pasal yang disangkakan adalah Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Junto pasal 64 (1) KUHP.

Akibat kasus tersebut telah mengakibatkan memburuknya citra lembaga IHDN dan merugikan negara sebesar Rp20 miliar. AN-MB