Brasilia, (Metrobali.com) –

Tepat pukul 16.00, sesuai dengan jadwal keberangkatan yang tertera di tiket, bus antarkota Real Expresso bertolak meninggalkan stasiun Tiete di Sao Paulo menuju Brasilia, ibukota Brazil pada Minggu (22/6).

Terminal bus Tiete yang menyatu dengan pusat perbelanjaan dan stasiun kereta bawah tanah (Metro) itu sangat kontras dengan terminal bus di Indonesia pada umumnya, baik dari sisi kebersihan, kenyamanan dan ketertiban.

Di terminal yang terletak di lantai dasar pusat perbelanjaan itu tidak ubahnya seperti bandara karena semua perjalanan sudah tertata dengan rapi.

Tidak terlihat satu pun calo yang berkeliar sambil menawarkan jasa atau menarik-narik tas calon penumpang, atau pun sekedar bertanya hendak kemana.

Semua petunjuk sudah tertulis lengkap di counter masing-masing perusahaan bus, lengkap dengan tujuan dan harga tiket, sehingga calon penumpang bisa dengan tenang memilih bus yang diinginkan.

Suasana yang terlihat di terminal bus yang sepintas mirip terminal Blok M di Jakarta itu, adalah sebuah keteraturan, baik dalam proses pembelian tiket, maupun keberangkatan.

Bus yang akan berangkat pun dibuat seperti di bandara karena menempati gerbang keberangkatan (boarding) dari nomor satu sampai 50.

Areal terminal yang sebenarnya tidak terlalu besar itu pun terlihat rapi dan teratur, tanpa antrian karena segala sesuatunya memang sudah dijadwalkan secara matang.

Saat keberangkatan pun lebih mirip suasana di bandara karena barang-barang penumpang yang masuk bagasi harus diberi label berdasarkan nomor tempat duduk.

Perasaan nyaman dan aman pun semakin tumbuh melihat sopir yang berpakaian seragam seperti pilot, lengkap dengan topi dan dasi. Dipastikan bahwa tidak ada yang berstatus sebagai “sopir tembak”.

Kondisi bus berkapasitas 40 penumpang itu juga dirancang seperti di dalam pesawat, posisi sopir dibatasi ruang kaca, toilet yang bersih serta lampu untuk membaca saat perjalanan malam.

Jalan Mulus “Mau naik bus dari Sao Paulo ke Brasilia? Nggak salah tuh, kan bisa memakan waktu 14-15 jam. Apa tahan di perjalanan selama itu?,” kata seorang teman saat Antara memutuskan untuk menempuh jalur darat menuju Brasilia.

Rekan tersebut membayangkan bahwa suasana perjalanan yang menempuh jarak sekitar 900km dalam waktu 14 jam itu seperti melalui jalur pantura atau pun jalur selatan Pulau Jawa.

Jalanan yang mulus dan lebar membuat perjalanan seperti naik kapal di laut yang tenang tanpa gelombang.

Sore itu, para penumpang tampak tenggelam dalam kesibukan sendiri-sendiri, ada yang membaca, mendengarkan musik atau sekedar ngobrol dengan teman seperjalanan.

Setiap tiga jam, bus berhenti tempat peristirahatan (rest area) untuk memberi kesempatan istirahat kepada sopir atau penumpang yang ingin ke kamar kecil.

Bayangan bahwa perjalanan akan menembus hutan lebat Amazon juga sirna karena hutan tropis yang terkenal sebagai paru-paru dunia itu berada di bagian utara. Sementara ibukota Brasilia terletak di tengah dengan kondisi alam yang lebih banyak ditumbuhi pada rumput dan semak-semak.

Sepanjang perjalanan, yang terlihat adalah padang luas dan daerah pertanian, mengingatkan pada suasana antara Jakarta dan Bandung melalui Cipularang. Cuma bedanya, tidak terlihatkan pun rumah-rumah yang di pinggir jalan.

Tidak ditemui sedikit pun jalan berlubang dan jalan yang dibuat dua jalur itu membuat sopir hampir tidak pernah menginjak rem karena lancarnya lalu lintas.

Brazil dikenal sebagai negara dengan tingkat korupsi yang tinggi, tapi melihat kualitas infrastruktur jalan di negara dengan penduduk terbesar kelima dunia, bisa jadi korupsi di Indonesia jauh lebih dahsyat.

Tanpa terasa, bus Real Expresso pun sampai di terminal (rodoviora) Brasilia pada pukul 07.15 Senin pagi, hanya terlambat 15 menit dari jadwal.

(Ant) –