Depok (Metrobali.com)-

Penembakan terhadap anggota kepolisian kian marak belakangan ini. Dua anggota Polsek Pondok Aren Bripka Maulana dan Aipda Kus Hendratma tewas ditembak pelaku misterius saat bertugas di Jalan Graha Raya, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Jumat (16/8) malam.

Kedua korban ini menambah panjang daftar aparat keamanan yang tewas saat menjalankan tugas. Sebelumnya, Aiptu Dwiyatno (50), anggota Bimas Polsek Metro Cilandak tewas ditembak di depan Gang Mandor Jl. Otista Raya Kelurahan Ciputat, Kecamatan Ciputat Kota, Tangerang Selatan, Rabu (7/8), setelah peluru menembus kepalanya.

Juga Aipda Patah Saktiyono (55), anggota Polantas Polsek Gambir, Jakarta Pusat, ditembak dua pria misterius di Jl. Cirendeu Raya, Pamulang, Tangerang Selatan, Sabtu (27/7). Patah mengalami luka tembak setelah peluru menembus punggung belakang kiri ke dada depan.

Akhir Agustus tahun lalu, juga terjadi penembakan terhadap seorang polisi di Pos Polisi Singosaren, Solo, Jawa Tengah. Dalam peristiwa itu, anggota Polsek Singosaren Bripka Dwi Data Subekti meninggal dunia akibat luka tembak di bagian dada. Pada saat kejadian, ada beberapa anggota polisi lain yang sedang berjaga dan patroli di luar pos polisi.

Aksi penembakan ke arah pos polisi ini menambah panjang daftar penyerangan terhadap polisi di kota tersebut. Dalam sebulan, telah terjadi tiga aksi penembakan ke arah pos polisi, karena teror serupa itu dialami dua pos pengamanan (pospam) Lebaran di Solo.

Penembakan dan pelemparan granat oleh orang tak dikenal juga terjadi berturut-turut pertengahan Agustus 2012. Pertama di Pospam Simpang Gemblengan dan kedua, di Bundaran Gladak, Jl. Jenderal Sudirman. Pada kejadian tersebut, dua polisi terluka.

Apa kiranya yang menyebabkan anggota-anggota kepolisian tersebut menjadi sasaran tembak? Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala menilai tindakan penembakan itu merupakan bentuk teror pada aparat keamanan.

Dia berpendapat, ada beberapa maksud dari tindakan penembakan yang terjadi. “Penembakan terhadap aparat kepolisian bisa menjadi pertanda para pelaku teror untuk menunjukkan eksitensinya dan dapat melakukan pembalasan,” kata dia.

Juga bisa dimaknai agar pihak kepolisian tidak menekan para pelaku teror. “Itu menjadi pesan spesifik pada polisi ketimbang masyarakat,” katanya dan menambahkan bahwa aparat keamanan bisa menjadi sasaran para pelaku teror.

Adrianus menyayangkan manajemen teror pihak kepolisian dalam menanggapi kasus penembakan belakangan ini, seperti adanya perintah agar polisi tidak mengenakan seragam dinas saat menjalankan tugas resmi pada malam hari. “Kalau pemberitahuan internal, oke. Tapi jangan dikeluarkan secara terbuka,” kata Adrianus Maraknya penembakan terhadap anggota polisi menurut Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, menunjukkan para penjahat khususnya di ibu kota semakin nekat. Mereka kini tidak hanya menjadikan warga biasa sebagai target kejahatannya, tetapi aparat kepolisian.

“Sebelum penembakan terhadap anggota Polsek Cilandak, ada dua peristiwa lain, yakni penembakan terhadap anggota polisi di Cireundeu Jaksel dan upaya perampokan terhadap empat orang polisi di Kemayoran,” ujarnya. Beruntung polisi tersebut bertindak cepat sehingga satu dari empat penjahat itu berhasil ditembak.

Fenomena sikap nekat ini, menurut dia, muncul sejak tiga tahun terakhir. Awalnya, kantor polisi yang menjadi sasaran perusakan, lalu ada kasus pengeroyokan terhadap aparat polisi. “Kasus teror terhadap polisi ini menjadi peristiwa yang sangat memprihatinkan. Namun, analisa IPW kasus-kasus tersebut tidak terkait aksi para teroris yang dikenal selama ini,” katanya.

Indikasinya, penyerangan beberapa waktu lalu dilakukan dari depan. Sementara penembakan terhadap empat personel polisi dalam tiga bulan terakhir di Jakarta, dilakukan dari belakang korban. “IPW menilai aksi penembakan dan penyerangan terhadap itu dilakukan para pengecut yang tak lebih dari aksi para kriminal biasa,” ujarnya.

Neta menilai merebaknya aksi penembakan akhir-akhir ini akibat kasus pertama yang tak kunjung terungkap, sehingga para kriminal makin nekat melakukan uji nyali untuk menyerang polisi. “Bercermin dari kasus ini, sudah saatnya kepolisian mawas diri dan melatih diri dengan maksimal agar profesional. Institusi Polri harus mencermati fenomena ini dengan serius. IPW mencatat angka polisi yang tewas saat bertugas terus meningkat. Tahun 2012 ada 29 personel polisi tewas dan 14 lainnya luka-luka. Sebagian besar yang tewas adalah polisi jajaran bawah akibat dibunuh pelaku kriminal. Angka ini naik jika dibanding tahun 2011, yang tercatat 20 aparat polisi tewas saat bertugas.

Stop teror Aksi penembakan anggota polisi dinilai sudah meresahkan. Polri diminta segera menghentikan teror tersebut. Komisioner Komisi Polisi Nasional (Kompolnas), Edi minta kepada Polri dan semua pihak termasuk BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) segera menghentikan teror ini.

“Jangan sampai teror ini membuat kinerja Polri jadi melemah dan kendor. Polri harus tetap semangat dan memberikan pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat. Kompolnas berencana bertemu dengan pimpinan Polri untuk memberikan dukungan agar kasus teror penembakan terhadap anggota kepolisian cepat terungkap,” katanya.

Sementara itu Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Marciano Norman merekomendasikan kepada Polri untuk melakukan sweeping (razia) senjata api pasca-penembakan teranyar yang menewaskan dua polisi di Tangerang Selatan (Tangsel), Banten.

“Saya merekomendasikan dilakukannya sweeping senjata terhadap mereka yang tidak berhak memiliki senjata. Sweeping ini harus dilakukan bersama-sama dan peran masyarakat sangat besar untuk segera bisa memberikan informasi mengapa orang-orang itu memiliki senjata api,” kata Marciano.

Dia juga memperkirakan rangkaian penembakan terhadap anggota polisi tiga pekan terakhir dilakukan kelompok yang sama. “Ini karena mereka merasakan keberhasilan-keberhasilan sebelumnya, sehingga mereka terus melakukan (penembakan). Karena itu harus segera disikapi dengan peningkatan kewaspadaan pada aparat keamanan itu sendiri,” katanya.

Penembakan terhadap anggota-anggota kepolisian oleh orang tak dikenal dengan menggunakan senjata api ilegal, mendorong Polri melakukan razia terhadap pengguna senjata api. Menurut Wakapolri Komjen Pol Oegroseno, razia ini merupakan bagian dari langkah antisipasi Polri untuk mencegah meluasnya penembakan tak bertanggung jawab.

“Kami fokus pada senjata api dan Polri tidak segan-segan menindak semua pihak yang terbukti membawa senjata api ilegal. “Kami tingkatkan kesiapsiagaan. Jadi siapa yang masih bermain-main dengan senjata api, kami akan tindak sesuai proses hukum,” ujarnya. AN-MB

Dia juga membantah anggapan penembakan terjadi lantaran polisi tidak siap dalam mengantisipasi tindak kejahatan. “Selama ini penerapan fungsi intelijen dalam mengantisipasi kerawanan sosial sudah berjalan dengan baik. Harus dipahami, kejahatan itu selalu selangkah lebih di depan kami,” kata Komjen Oegroseno.

“Kami antisipasi dengan berbagai cara, bukan berarti tunggu kejahatan terjadi lalu berbuat. Kadang kita kalah cepat,” katanya seraya meminta masyarakat juga turut berperan aktif dalam memberantas persoalan senjata api ilegal.

Melihat makin maraknya teror terhadap aparat keamanan ini, Kriminolog Adrianus Meliala meminta pihak kepolisian untuk lebih hati-hati dalam menyikapinya, termasuk dalam memberikan informasi kepada publik. Pesan-pesan tertentu sebaiknya menjadi konsumsi internal anggota Polri saja.

Jangan sampai, katanya, informasi yang keluar dari pihak kepolisian memberikan kesan lain kepada masyarakat. Karena informasi itu bukan hanya bisa mengubah perilaku anggota kepolisian, tetapi juga dapat memengaruhi masyarakat. “Jangan sampai masyarakat berpikir polisi saja takut, apalagi kami,” kata Adrianus Meliala. AN-MB