Denpasar (Metrobali.com)-

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia didesak menyelidiki narapidana kasus korupsi Gede Putu Sunarta yang terlihat kelayapan di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bali.

“Kami anggap janggal, napi yang masih harus menjalani hukuman dua tahun, tapi sudah terlihat mondar-mandir di bandara,” kata Ketua Bali Corruption Watch (BCW) Putu Wirata Dwikora di Denpasar, Sabtu (20/7).

Kalau pun terpidana kasus korupsi pengadaan alat uji emisi di Dinas Perhubungan Bali itu menjalani program asimilasi, maka Dwikora menganggap tidak etis dan pihak LP Kerobokan terkesan mengistimewakannya.

“Kami justru menduga ada permainan dalam kasus ini sehingga sudah seharusnya Kemenkumham menurunkan tim investigasi khusus atas persoalan tersebut,” ujarnya.

Ia menilai dimasukkannya narapidana dalam program asimilasi tidaklah sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Penghilangan Hak Istimewa bagi Terpidana Korupsi, Narkoba, dan Teroris.

“Hak yang dihilangkan bagi para narapida itu, di antaranya remisi dan asimilasi,” kata Dwikora menjelaskan.

Sebelumnya, Kepala LP Kerobokan I Gusti Ngurah Wiratna menjelaskan bahwa Putu Sunarta diizinkan ke luar areal penjara karena sedang mengikuti program asimilasi.

“Terpidana korupsi dengan masa hukuman dua tahun itu diperkenankan mengikuti program asimilasi sebelum bebas karena telah memenuhi berbagai persyaratan sesuai prosedur,” katanya.

Apalagi menurut dia, Putu Sunarta juga telah membayar denda sesuai keputusan hakim. Selain itu juga telah menjalani masa hukuman lebih dari dua pertiganya.

“Tidak hanya hal tersebut, yang bersangkutan juga telah bekerja dengan pihak ketiga yang sepakat bekerja sama dan mau memenuhi kewajibannya kepada narapidana tersebut,” ujarnya.

Selama masa asimilasi, Putu Sunarta bekerja pada biro perjalanan wisata di Bali. AN-MB