Lantaran Pelaku Persetubuhan Secara Giliran Terhadap Anak Dibawah Umur Dituntut Ringan

Buleleng, (Metrobali.com)

Proses hukum yang sedang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Singaraja terkait kasus seorang anak yang masih dibawah umur, sebut saja namanya Bunga (14) yang menjadi korban persetubuhan secara bergiliran oleh beberapa oknum pelaku pada akhir bulan oktober 2020 lalu, membuat orang tuanya bersedih dan kecewa. Bagaimana tidak, pasalnya tuntutan hukuman pidana (kurungan penjara) bagi para pelakunya dianggap terlalu ringan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Singaraja. Tak pelak dengan adanya hal ini, pada Selasa, (27/4/2021) siang, keluarga korban didampingi LSM penggiat anak mendatangi gedung DPRD Kabupaten Buleleng. Kedatangannya untuk menyampaikan rasa kekecewaannya itu, diterima langsung Ketua DPRD Kabupaten Buleleng Gede Supriatna didampingi Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Buleleng, Luh Hesti Ranitasari.

Komang Armiasih selaku ibu korban usai diterima Ketua DPRD Kabupaten Buleleng mengatakan perasaannya saat ini menjadi bercampur aduk, baik kecewa, marah dan bersedih atas tuntutan ringan yang diberlakukan bagi para pelaku yang melakukan persetubuhan secara bergiliran kepada putrinya itu.

“Setelah saya mendengar bacaan tuntutan, saya benar-benar merasa kecewa dan marah. Karena tidak sesuai dengan perbuatannya yang mereka lakukan. Kalau mereka itu dituntut hanya 1 tahun, tidak akan ada efek jeranya. Nanti dampaknya itu, kepada anak-anak yang lain untuk kembali berbuat seperti itu,” ujarnya.

“Saya minta keadilan yang seadil-adilnya sesuai dengan perbuatannya dan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku” ujarnya menambahkan.

Disinggung tentang kondisi putrinya itu, setelah mengalami persetubuhan secara bergiliran, dengan rona bersedih ia menyebutkan kondisinya masih bersedih bila ditanya tentang peristiwa persetubuhan yang dialaminya itu.

“Kalau ada bertanya tentang peristiwa yang membuat aib keluarga ini, saya dan anak saya itu menjadi menangis. Luka saya dan anak saya itu tidak bisa diobati dengan apapun. Seumur hidup akan selalu diingat.” ucap Komang Armiasih.

“Anak saya trauma, saat tadi akan pergi bersekolah tatap muka, anak saya menjadi tegang dan menangis, karena merasa takut bertemu dengan orang banyak. Tetapi tetap saya beri semangat agar tidak minder dan agar melupakan apa yang sudah pernah dialaminya itu.” tandasnya.

Sementara itu Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna didampingi Ketua Komisi IV, Luh Hesti Ranitasari menegaskan dalam hal ini, pihaknya di Dewan Buleleng tidak bisa mengintervensi proses hukum ya g sedang berjalan. Namun demikian pihaknya berharap suara dari keluarga korban yang mencari keadilan ini, agar diperhatikan dan menjadi pertimbangan saat nanti diputuskan melalui sidang pengadilan.

“Kita turut prihatin atas apa yang menimpa korban. Namun tidak bisa mengintervensi hukum. Kita didewan hanya bisa menyuarakan, bersama komponen masyarakat terkhusus pemerhati dan penggiat anak melalui mass media.” ujarnya.

“Semoga apa yang disuarakan ini, bisa didengar oleh penegak hukum. Sehingga keadilan bisa diterima oleh keluarga korban maupun korban itu sendiri,” pungkas Supriatna

Perlu diketahui disini, peristiwa persetubuhan anak dibawah umur sebut saja namanya Bunga ini, dilakukan oleh 10 orang pelaku yang kini menjadi terdakwa. Dimana 7 orang pelaku masih anak-anak, sedangkan 3 orang pelaku lainnya telah dewasa. Selanjutnya oleh JPU Kejari Buleleng, para terdakwa yang anak-anak dituntut masing-masing 1 tahun penjara dan para terdakwa dewasa masing-masing dituntut 6 tahun penjara.

Terhadap tuntutan ini, membuat pihak keluarga korban merasa kecewa. Dan merasa tuntutan hukuman pidana bagi para pelaku tidak ada keadilan dimata hukum, khususnya pelaku yang masih anak-anak sangat ringan yaitu hanya 1 tahun.

Terhadap kekecewaan dari pihak keluarga korban ini, Kasi Intel yang juga Humas Kejari Buleleng, AA Ngurah Jayalantara mengatakan pihak JPU yang menangani perkara kasus ini melayangkan tuntutan hukuman 1 tahun penjara terhadap terdakwa yang masih anak-anak, sedangkan terdakwa yang dewasa dituntut hukuman pidana 6 tahun penjara.

“Tuntutan itu oleh Jaksa Anak berdasarkan pertimbangan dalam perkara pidana anak, tuntutan separuh atau setengah dari penuntutan untuk orang dewasa. Terdakwa yang masih anak-anak dituntut 1 tahun penjara dengan tambahan kerja sosial,” ujarnya.

“Jaksa Anak berpendapat seorang anak itu belum bisa membedakan perbuatan yang benar dan salah. Kendatipun terjerat pidana, maka tetap prosesnya akan dipidana. Hanya saja, penjatuhan pidananya berorientasi pada edukasi untuk memperbaiki perilaku dari anak-anak itu sendiri,” jelas Agung Jayalantara.

Lantas bagaimana terhadap tuntutan yang dirasa sangat ringan oleh pihak keluarga korban?

Secara tegas Agung Jayalantara mengatakan untuk mempersilahkan pihak keluarga korban menyampaikan keberatannya ke jaksa.

“Kalau pihak keluarga korban merasa keberatan, dipersilahkan menyampaikannya ke jaksa atau kemajelis hakim,” tutupnya. GS