Denpasar (Metrobali.com)-

Setelah Kamis (11/10) lalu melakukan aksi di depan kantor Gubernur Bali, Puluhan Aktivis peduli lingkungan yang tergabung dalam Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup (KEKAL) Bali menggelar hearing dengan Komisi III DPRD Bali Senin, (15/10/2012).

KEKAL Bali menilai Hutan mangrove di kawasan taman hutan raya ngurah rai adalah benteng terakhir bagi kawasan pesisir dari abrasi pantai, bencana tsunami dan juga berfungsi untuk mencegah intrusi air laut. Selain itu juga hutan mangrove juga sebagai tempat hidup bagi sejumlah binatang dan biota laut serta sangat berperan karena mampu menyerap karbondioksida (CO2) lima kali lebih besar dibandingkan dengan jenis hutan lainya.

Melihat manfaat yang diberikan hutan mangrove yang begitu luar biasa, Adi Sumiarta Humas dari KEKAL Bali mengatakan “Sangat ironis jika saat ini Gubernur Bali justru mengeluarkan izin pemanfaatan hutan mangrove seluas lebih dari 100ha kepada PT. Tirta Rahmat Bahari untuk pembangunan akomodasi pariwisata,  padahal Sesuai amanat Perda No. 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Bali pasal 59 ayat (3) huruf b yang menyatakan Pengelolaan kawasan peruntukan hutan rakyat, mencakup:  b. mendukung pencapaian tutupan vegetasi hutan minimal 30% (tiga puluh persen) dari luas wilayah Pulau Bali”.

Namun faktanya saat ini Bali hanya mempunyai luasan hutan yang tidak lebih dari 23% sehingga saat ini Bali masih kekurangan kawasan hutan seluas lebih dari 7%. Dengan keadaan tersebut, logikanya Gubernur Bali harus menambah kawasan hutan, bukan malah memberikan izin kepada investor untuk memanfaatkan kawasan hutan mangrove apalagi dengan luas yang sangat mencengangkan yaitu seluas 102.22 ha. Sangat tidak masuk akal jika dengan luasan hutan yang semakin sedikit, kualitas hutan yang semakin menurun akan tetapi izin dikeluarkan dengan mudah oleh Gubernur Bali, patut dipertanyakan ada motif apa di balik pengeluaran izin tersebut? Tanya adi.

Suriadi Darmoko sebagai deputi direktur walhi bali menambahkan legal atau tidaknya izin yang telah dikeluarkan oleh Gubernur Bali, secara tidak langsung telah mencederai rasa keadilan masyarakat, baik masyarakat dari suwung kauh ataupun masyarakat umum yang menanam bakau disana. Masyarakat susah-susah untuk menanam dan merawat mangrove sampai tumbuh besar, tetapi Gubernur Bali dengan mudah mengeluarkan izin pemanfaatan hutan mangrove seluas lebih dari 100 Ha kepada investor. Selain itu Suriadi juga kembali menanyakan komitmen Gubernur Bali dalam menjaga lingkungan di Bali dengan Jargon Bali clean and greennya, apakah itu hanya wacana semata untuk menarik simpati dari masyarakat?.

Ketua Komisi III DPRD Bali I Gusti Ngurah Suryantha Putra atau yang akrab disapa Sena mengatakan sangat terkejut atas keluarnya izin pemanfaatan hutan mangrove karena dirinya tidak pernah mendapatkan informasi tentang itu.

Sena juga menambahkan kalau kawasan hutan yang seluas 23% tersebut adalah data pada tahun 2009, dia menduga saat ini luas kawasan hutan di Bali tidak lebih dari 18% luas wilayah pulau Bali mengingat tingginya alih fungsi lahan dan illegal logging di kawasan hutan.

Lebih lanjut Sena menjelaskan bahwa selama ini pemerintah provinsi tidak pernah mengajukan rancangan peningkatan APBD untuk membiayai kawasan hutan di Bali, saat ini rancangan APBD untuk rehabilitasi seluruh kawasan Hutan di Bali hanya Rp. 2 M, itupun Rp. 1.5M untuk belanja tidak langsung, Rp. 400 juta utuk rehabilitasi seluruh hutan di Bali dan Rp. 100 Juta untuk pengawasan.

Mengenai masalah perijinan yang di keluarkan oleh Gubernur Bali kepada PT. TRB, Sena menyatakan telah bertemu langsung dengan dirjen PHKA, dan dirjen PHKA menyatakan semua proses perijinan sudah memenuhi ketentuan yang berlaku, sehingga PT. TRB diberikan izin pemanfaatan hutan mangrove tersebut.

Gendo Suardana sebagai Ketua Dewan Daerah Walhi Bali menerangkan ternyata selama ini alasan Gubernur Bali tidak ada dana untuk melakukan perawatan kawasan hutan di Bali karena Gubernur Bali tidak pernah mengajukan anggaran. Padahal sebelumnya untuk membangun rumah sakit Bali Mandara Gubernur Bali menyatakan pemerintah provinsi Bali mempunyai tabungan di BPD Bali sebanyak Rp. 500M hal tersebut sangat tidak realistis mengingat pentingnya peranan Hutan Mangrove tersebut.

Selain itu Gendo juga menyatakan bahwa Pihaknya dari awal menduga pendiaman yang dilakukan oleh Gubernur Bali dalam Pengurugan laut dengan Limestone dalam pengerjaan Jalan Diatas Perairan (JDP) adalah sengaja untuk mematikan pohon bakau disekitar proyek sehingga ada kawasan yang nantinya terbuka dan tidak bisa ditanami pohon bakau lagi agar bisa dimanfaatkan oleh investor untuk mendirikan akomodasi pariwisata di sana.

”Sudah jelas-jelas melanggar AMDAL tetapi tetap saja didiamkan padahal dalam UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Menyatakan Bahwa Gubernur wajib memberikan teguran kepada pelaksana proyek karena telah melanggar AMDAL bahkan Gubernur juga dapat menyetop dan menyita alat-alat yang diigunakan untuk melakukan pencemaran.”.

Selain hal tersebut Gendo juga menambahkan Atas Keluarnya izin Gubernur Bali telah melanggar asas-asas Good Government yaitu asas kepatutan dan asas keterbukaan. Dari segi asas keterbukaan keluarnya izin itu dinilai tidak transparan karena jelas-jelas sejak awal tanpa melibatkan wakil rakyat di DPRD Bali, padahal DPRD Bali memiliki fungsi pengawasan terhadap setiap program yang akan dilakukan oleh pemerintah.

Dari segi asas kepatutan Gubernur Bali mempunyai kebijakan publik untuk mewujudkan Bali Clean and Green serta mewujudkan moratorium pembangunan akomodasi pariwisata di Bali selatan, namun hal tersebut menjadi kontradiktif dengan keluarnya izin pengelolaan hutan mangrove seluas 102.22 ha kepada investor untuk pemanfaatan pariwisata alam dengan membangun sejumlah akomodasi pariwisata. Selain itu Gendo juga menanyakan mengapa PT. Tirta Rahmat Bahari yang notabene baru dibentuk pada tahun 2009 dengan mudah mendapatkan izin pemanfaatan Hutan Mangrove tersebut padahal PT. TRB tidak mempunyai track record dalam hal tersebut.

Anggota Komisi III DPRD Bali IB. Udiyana menyatakan dirinya sangat kecewa karena pihak dewan tidak dilibatkan dalam rekomendasi pemberian izin pemanfaatan Hutan Mangrove kepada PT. TRB, selain itu Udiyana juga menyatakan penolakannya terhadap Izin pemanfaatan Hutan Mangrove kepada investor seluas 102.22 Ha dan berjanji akan menelusuri mengapa izin tersebut bisa diberikan dengan mudah.

Dalam hearing kemarin juga hadir Kadek Bobby perwakilan dari warga Suwung Kauh yang menyampaikan aspirasinya secara langsung kepada komisi III DPRD Bali, Bobby menyatakan dia menolak keras privatisasi dan pembangunan akomodasi pariwisata di daerah Hutan Mangrove, karena nantinya apabila hutan mangrove tersebut rusak yang akan mendapat dampak terbesarnya adalah masyarakat yang tinggal disekitar Hutan Mangrove tersebut, termasuk dirinya.

Selain itu dia juga menyatakan bahwa warga di sana merasa dibodohi karena tidak ada sosialisasi dari pihak PT. TRB ataupun Pemprov Bali  tiba-tiba sudah dikeluarkan izin, Bobby merasa warga sekitar Hutan Mangrove tidak dihargai karena Gubernur Bali mengeluarkan izin tanpa sepengetahuan mereka. Bobby juga meminta agar Gubernur Bali segera mencabut izin yang telah diberikan kepada PT. TRB dan memberikan pengelolaan hutan mangrove kepada desa setempat. WALHI-MB