Jakarta (Metrobali.com)-

Mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah tangga Kemenpora sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang, Deddy Kusdinar, mengawal proyek yang tadinya bernilai Rp125 miliar menjadi Rp2,5 triliun.

Deddy Kusdinar mendapat keuntungan Rp1,4 miliar dari proyek tersebut.

“Dari rangkaian perbuatan terdakwa tersebut telah memperkaya terdakwa dan orang lain serta korporasi yaitu terdakwa Deddy Kusdinar sebesar Rp1,4 miliar,” kata jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kiki Ahmad Yani dalam sidang pembacaan dakwaan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (7/11).

Rangkaian perbuatan yang dimaksud misalnya peringatan Deddy kepada Direktur Teknik dan Operasi PT Biro Insinyur Eksakta Sonny Anjangsono agar jangan menakut-nakuti Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Wafid Muharam tentang kondisi tanah, biaya konstruksi dan masalah bangunan yang ada di Hambalang.

Padahal menurut Sonny yang menganalisis dokumen serta kondisi lapangan, ditemukan tidak ada peta lahan dari Badan Pertanahan Nasional dan kondisi tanah yang labil dan tanah yang sudah ada sejumlah bangunan yang tidak mungkin dihapuskan karena sudah masuk aset negara.

“Sonny menyampaikan ke Wafid dan Deddy bahwa dia tidak sanggup menghitung RAB dengan nilai Rp2,5 triliun karena tidak wajar melihat luasan area dan fasilitas sebagaimana dalam masterplan tahun 2006,” kata jaksa I Kadek Wiradana.

Sonny pun kemudian diberitahu atasannya bahwa proyek Hambalang adalah “proyek baru” sehingga Sonny dan PT Biro Insiyur Eksakta mundur dari Hambalang dan mengembalikan master plan 2006.

Deddy kemudian meminta Komisaris PT Methapora Solusi GlobalMuhammad Arifin dan Direktur Operasional PT Methapora Solusi Global (MSG) Asep Wibowo untuk membuat RAB Hambalang.

Hasilnya rincian untuk fisik bangunan Rp1,13 triliun (atau sebesar Rp1,17 triliun termasuk biaya konsultan perencana, manajemen konstruksi dan pengelola teknis).

Kemudian oleh direktur CV Rifa Medika yang juga merangkap tim persiapan pembangunan, Lisa Lukitawati dan Wiyanto Soehardjo ditambahkan biaya peralatan sekitar Rp1,4 triliun sehingga total biaya P3SON Hambalang sebesar Rp2,5 triliun.

Anggaran Hambalang yang tadinya hanya satu tahun pun diajukan menjadi kontrak tahun jamak yang dilaksanakan dalam tiga tahun anggaran yaitu 2010-2012 dan ditetapkan dalam APBN 2011 serta APBN 2012 dengan total nilai untuk pekerjaan fisik dan konsultasi Rp1,17 triliun.

Pada Juni 2010, Deddy pun disebut sudah menentukan perusahaan yang menjadi pemenang lelang pembangunan Hambalang yaitu PT Yodya Karya untuk konsultan perencana, PT Ciriajasa Cipta Mandiri untuk konsultan manajemen konstruksi, dan PT Adhi Karya untuk pelaksana jasa konstruksi.

Deddy juga ikut mengurus pengesahan “site plan” dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang harus dilengkapi dengan kajian teknis, kajian bangunan dan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang saat itu belum dipunyai Kemepora.

“Sehingga terdakwa meminta meminta pemerintah kabupaten Bogor untuk mendukung Hambalang dan kelengkapan Amdal sedang dalam pengurusan sehingga Rachmat Yasin selaku Bupati Bogor akhirnya mengesahkan ‘site plan’ dan IMB untuk tanah seluas 312.448 meter persegi padahal dalam pelaksanaannya Amdal tidak pernah dilengkapi Kemenpora,” kata jaksa Kresno Anto Wibowo.

Perusahaan-perusahaan yang diketahui memenangkan lelang kemudian malah mensubkontrakkan kepada perusahaan lain.

Misalnya PT Yodya Karya untuk konsultan perencana mensubkontrakkan ke PT Metaphora Solusi Global (MSG), PT Malmass Mitra Teknik (MMT), PD Laboratorium Teknik Sipil Geoinves (LTSG) dan konsultan individu Imanulah Aziz.

Deddy juga menunjuk langsung PT Ciriajasa Cipta Mandiri selaku pemenang lelang jasa konsultan manajemen konstruksi padahal sudah tidak lagi menjabat sebagai PPK.

Deddy juga menandatangani kontrak dengan Teeuku bagus Mokhmad Noor selaku lead firm Kerja Sama Operasional PT Adhi Karya dan Wijaya Karya untuk pengerjaan jasa kontruksi padahal Deddy sudah tidak lagi menjabat sebagai PPK.

KSO Adhi-Wika bahkan mengalihkan pekerjaan (subkontrak) kepada PT Dutasari Citra Laras, PT Global Daya Manunggal, PT Aria Lingga Perkasa dan 36 perusahaan lain.

Atas perbuatan Deddy bersama orang-orang lain dan sejumlah perusahaan dalam proyek Hambalang tersebut, negara dirugikan Rp463,668 miliar sesuai dengan perhitungan BPK.

Deddy Kusdinar dalam perkara ini didakwakan Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dengan denda Rp1 miliar.

Sidang rencananya akan dilanjutkan pada Selasa (12/11) dengan agenda pemeriksaan saksi, jaksa telah menyiapkan 271 saksi untuk dihadirkan ke persidangan.AN-MB