MetroBali

Selangkah Lebih Awal

Karantina Selama Wabah Corona Buat Udara Kota-Kota Eropa Lebih Bersih

Seorang pria dengan masker menyeberang di jalan Rue de Rivoli yang kosong setelah Paris memberlakukan ‘lockdown’ untuk mengendalikan penyebaran virus COVID-19 di Paris, Prancis, Rabu (18/3/2020). (REUTERS/CHRISTIAN HARTMANN)

Brussels  (Metrobali.com)-

 Polusi udara telah menurun di daerah perkotaan di seluruh kawasan Eropa selama karantina wilayah untuk memerangi virus corona berlangsung, seperti ditunjukkan di gambar-gambar baru dari satelit  pada Senin (30/3).

Namun, para pegiat memperingatkan bahwa penduduk kota masih lebih rentan terhadap pandemi COVID-19.

Kota-kota di Eropa termasuk Brussels, Paris, Madrid, Milan dan Frankfurt menunjukkan penurunan tingkat rata-rata nitrogen dioksida berbahaya selama 5-25 Maret, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, menurut gambar satelit Sentinel-5.

Hal itu bertepatan dengan aksi karantina wilayah di banyak negara Eropa yang telah membatasi transportasi jalan, yang merupakan sumber terbesar nitrogen oksida, dan memperlambat produksi di pabrik-pabrik yang mengeluarkan limbah gas.

Gambar-gambar baru, yang dirilis oleh Badan Antariksa Eropa (ESA) dan dianalisis oleh Aliansi Kesehatan Masyarakat Eropa (EPHA), menunjukkan perubahan kepadatan nitrogen dioksida, yang dapat menyebabkan masalah pernapasan dan kanker.

Peristiwa cuaca harian dapat memengaruhi polusi atmosfer, sehingga gambar satelit diambil rata-rata 20 hari dan mengecualikan pembacaan cuaca di mana tutupan awan mengurangi kualitas data.

Data dari Badan Lingkungan Eropa (EEA) menunjukkan tren yang sama selama 16-22 Maret. Di Madrid, tingkat nitrogen dioksida rata-rata turun 56 persen per minggu setelah pemerintah Spanyol melarang perjalanan yang tidak penting pada 14 Maret.

EPHA mengatakan orang-orang yang tinggal di kota-kota berpolusi mungkin lebih berisiko terjangkit COVID-19, karena paparan udara buruk yang berkepanjangan dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh sehingga membuat orang lebih sulit untuk melawan infeksi.

“Koneksi (antara keadaan udara dan kemampuan sistem kekebalan orang melawan infeksi) itu sangat mungkin,” kata manajer EPHA untuk kebijakan udara bersih, Zoltan Massay-Kosubek, kepada Reuters.

“Namun, karena (COVID-19) adalah penyakit baru, (koneksi itu) masih harus dibuktikan,” lanjutnya.

Polusi udara dapat menyebabkan atau memperburuk kanker paru-paru, penyakit paru-paru dan stroke.

China juga mencatat penurunan polusi nitrogen dioksida di kota-kota selama Februari, ketika pemerintah memberlakukan tindakan karantina yang ketat untuk menahan wabah corona baru yang parah.

Namun, di beberapa daerah di Polandia, kadar nitrogen dioksida tetap relatif tinggi bahkan selama periode karantina. Hal itu mungkin disebabkan prevalensi penggunaan pemanas berbasis batubara.

Negara-negara yang memberlakukan karantina wilayah belakangan ini – seperti Inggris, yang melakukannya pada 23 Maret – tampaknya juga akan mengalami penurunan polusi udara dalam beberapa pekan mendatang, kata EPHA.

Data Badan Lingkungan Eropa (EEA) menunjukkan bahwa polusi udara menyebabkan sekitar 400.000 kematian prematur setiap tahun di Eropa.

Sumber : Antaranews.com