Bupati Rote Ndao,Drs Leonard haning,bersama dengan kapolres rote ndao,Drs Hidayat,dan anggota DPR carles mesang,pose bersama dengan toko adat dari dua keluarga besar henuk dan NaSsa di mapolres rote ndao

NTT, Rote (Metrobali.com)-

Kepala Kepolisian Resort (Polres) Rote Ndao, AKBP Hidayat, Sabtu (11/01) siang memfasilitasi proses perdamaian antara keluarga Henuk dan keluarga Nassa yang sebelumnya terjadi  pertumpahan darah di mana kedua Warga Kelurahan Busalangga, Kecamatan Rote Barat Laut (RBL) tersebut yakni Yakobis Henuk (68) dan Salmun Nassa (72) terlibat duel saling potong menggunakan parang hingga tewas di lokasi persawahaan Bobonggo Padadanon Kelurahan Busalangga pada Sabtu (04/01) lalu.

 “Jadi proses perdamaian ini sebenarnya disepakati oleh kedua belah pihak, kami hanya membantu menyiapkan tempat dan memfalitasi proses perdamaian secara adat ini di Mapolres,” kata AKBP Hidayat kepada wartawan usai prosesi perdamaian adat di aula Mapolres setempat, sabtu (11/01) siang.
Dikatakan, proses  perdamaian digelar di Mapolres Rote Ndao karena permintaan tokoh masyarakat dan kesepakatan keluarga agar kepolisian Rote Ndao memfasilitasi pertikaian itu, agar tidak bias, sehingga pihaknya menyediakan tempat untuk dilakukan prosesi perdamaian.
Hidayat juga mengatakan dengan adanya prosesi adat dengan tujuan agar tidak lagi terjadi ganguan keamanan antara kedua keluarga, tetapi polisi tetap akan memangil para saksi mata untuk melakukan pendalaman dan pengembangan kasus itu, dalam rangka mengetahui motif sesungguhnya.

Pantauan Metrobali.com, Nampak prosesi perdamaian itu dihadiri kedua Maneleo (kepala suku) henuk Vs Nassa disaksikan Kapolres Rote Ndao, AKBP Hidayat, Bupati Rote Ndao, Drs Leonard Haning, Ketua DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur, Ibrahim Medah, Anggota DPRD RI, Charles Mesang dan dihadiri oleh sekira ratusan warga dan keluarga kedua bela pihak.
Prosesi Upacara Adat yang berlangsung dengan hikma itu, dipandu tokoh adat Simon Markus Modok menggunakan bahasa tuturan adat. sebagai lambang perdamaian kedua keluarga dituangkan Sopi (Minuman keras) secara bergilir diminum, sebagai lambang kembali satu hati setelah pertikaian, setelah itu seremoni kedua dilangsungkan pemotongan ekor kuda sebagai lambang masalah lalu sudah berlalu dan kini hidup baru dan juga lambang ekor kuda juga sebagai sumpa adat keluarga yang melakukan pelangaran lagi akan menangung sendiri akibatnya. Ekor kuda yang telah dipotong oleh Maneleo diserahkan kepada Kapolres Rote Ndao sebagai bentuk perjanjian perdamaian untuk tidak lagi bertikai. Usai prosesi perdamaian adat itu para anak dan isri dari kedua korban saling bersalaman dan berciuman di hadapan Kapolres dan Bupati.
Sebagaimana diketahui Kasubag Humas Polres Rote Ndao, Aipda Esbon Toelle mengatakan, Kronologis pertikaian itu berawal dari segerombolan babi masuk areal sawah milik Yakobis Henuk di kompleks persawahan Padanon, Kelurahan Busalangga. Yakobis lalu memburu dan membunuh dua ekor diantaranya. Lalu berdatanganlah pemilik sawah lainnya. Oleh Yakobus diminta para petani tersebut mengenali babi-babi tersebut milik siapa.
Salah seorang petani yang datang mengatakan bahwa babi tersebut milik Salmun Nassa warga kelurahan Busalangga. Yakobis meminta untuk memberitahukan Salmun untuk menyelesaikan masalah sanksi ternak yang dibiarkan masuk kompleks persawahan.
Beberapa saat kemudian setelah diberitahu, Salmun Nassa datang dan menghampiri Yakobis yang sementara berada di rumah jaga yang berada di tengah sawah miliknya. Tidak lama kemudian warga di sekitar kompleks Padanon itu mendengar teriakan minta tolong. Begitu sampai di rumah sawah itu, keduanya sudah tergeletak dalam keadaan bersimbah darah, diduga akibat duel atau saling potong dengan menggunakan parang.
“Informasi sementara yang berhasil didapatkan dari warga, kondisi saat ditemukan saat itu Salmun Nassa sudah tak bernyawa, sementara Yakobis Henuk dalam kondisi sekarat dan dilarikan keluarga dan warga ke RSUD Ba’a namun karena banyak mengeluarkan darah sehingga menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit,’’ kata Esbon. RDH-MB