Sanaa (Metrobali.com) –

Kantor PBB di Sanaa, ibu kota Yaman, ditutup, Kamis, karena kekhawatiran mengenai serangan bom mobil, namun kedutaan-kedutaan besar Barat masih tetap buka.

Sebagian besar toko di Sanaa tutup dan hanya beberapa kendaraan yang terlihat di jalan karena ada desas-desus mengenai serangan yang akan berlangsung dalam waktu dekat.

Sekolah-sekolah Amerika dan Turki juga tutup.

Pasukan keamanan disiagakan di ibu kota Yaman itu sejak serangan nekad siang hari terhadap markas kementerian pertahanan pada 5 Desember yang menewaskan 56 orang, termasuk staf medis asing.

Informasi yang dihimpun selama penyelidikan atas serangan itu mengarah pada penemuan dua bom mobil dan pencarian lima kendaraan lain yang dipasangi bom di Sanaa.

Satu sumber PBB mengatakan, Rabu, peringatan dari pihak berwenang Yaman mengenai kemungkinan serangan di Hada, daerah di Sanaa selatan dimana kantor-kantor PBB berlokasi, membuat badan dunia itu memerintahkan penutupan.

Namun, seorang pejabat keamanan senior Yaman mengatakan, tidak ada peringatan yang dikeluarkan melalui saluran resmi, dan ia menyebut informasi yang diberikan kepada PBB itu sebagai “kampanye desas-desus yang bertujuan menyebarkan ketakutan di negara (Yaman)”.

Kelompok Al Qaida mengklaim bertanggung jawab atas serangan terhadap kementerian pertahanan di Sanaa.

Kompleks kementerian pertahanan itu “diserbu dan diserang pada Kamis… setelah mujahidin membuktikan bahwa di tempat tersebut ada ruang kendali pesawat tak berawak dan ahli-ahli AS”, kata Al Qaida di Twitter.

Militan Al Qaida memperkuat keberadaan mereka di Yaman tenggara, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011 yang akhirnya melengserkan Presiden Ali Abdullah Saleh.

Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2012 berhasil menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.

Meski melemah, jaringan teror itu masih bisa melancarkan serangan-serangan terhadap sasaran militer dan polisi.

Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).

AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.

Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang telah berjanji menumpas Al Qaida. (Ant/AFP)