Nampak masyarakat protes jika pembangunan Bandara Bali Utara sampai mengusuk Tradisi dan Budaya setempat.
Komitmen dan Konsep Pembangunan Bali yang mengusung  Visi ”Nangun Sat Kerthi Loka Bali dipertanyakan
 Buleleng, (Metrobali.com)-
Pemasangan baliho raksasa di perbatasan desa adat Kubutambahan Kamis kemarin bikin heboh. Baliho yang ada tulisan ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’ yang ada gambar Gubernur Bali I Wayan Koster dan Cok Ace itu disebut sebut bernuasa penolakan terhadap rencana pembangunan bandara bali utara di lahan due pura desa adat Kubutambahan.
Adalah tokoh desa adat Kubutambahan Jro Mangku Arcana Dangin yang menyebut, anggapan itu salah. Justru pemasangan baliho itu untuk mendukung program Gubernur Bali DR I Wayan Koster Nangun Sat Kerthi Loka Bali itu. Tapi tolong dong program itu dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Tidak ada maksud menolak pembangunan bandara di Kubutambahan. Saya juga sudah jelaskan ke wartawan tentang baliho itu, tapi di media kok kami dibilang menolak. Arcana mengaku hadir pada acara itu dan sempat diwawancarai wartswan.  Saya katakan saat itu yang kami tolak adalah pembangunan bandara Bali Utara mempergunakan lahan due desa adat Kubutambahan. Mengapa ditolak, karena due pura itu sakral dan pingit. Saya juga menolak tegas Jro Pasek Warkandea sebagai bendesa adat kok menyerahkan begitu saja due desa itu kepada pemerintah  tanpa sepengetahuan krama.
Seharusnya Jro Pasek sebelum serahkan lahan itu ke pemerintah harus sepengetahuan Parisada Hindu, krama desa adat Kubutambahan karena milik pura desa.
Lagian lahan itu kan sudah dia kontrakan kepada pihak ketiga yakni Adi Soehary dalam waktu yang sangat panjang.. Masalah ini saja belum selesai, jelas Arcana sembari mempertanyakan pemerintah harus menjelaskan mengapa due pura desa adat Kubutambahan ini diambil. Apakah diambil untuk menyelesaikan kasus tanah ini atau diambil untuk bandara. Ini masih simpang siur. Tapi berita yang beredar lahan itu diserahkan Jro Pasek Warkandie untuk bandara. Ini jelas kami tolak.
“Due pura itu milik leluhur kami tidak boleh diusik lagi,” terang Arcana yang juga pengempon pura Penyusuan Penegil Dharma di Desa Adat Kubutambahan.
Arcana membenarkan di sepanjang kawasan yang akan dibangun bandara itu banyak situs dan jalan jalan pemargi Ida Bhatara dan menurut kepercayaan masyarakat Desa Adat Kubutambahan sangat pingit. Arcana meminta kepada gubernur Bali DR I Wayan Koster jika ingin melaksanakan program Nangun Sat Kerthi Loka Bali laksanakan secara konsekuen. Kalau geothermal di Bedugul dibatalkan karena tenget, terus kalau due pura ini apa tidak tenget.
Sementara itu Made Suwindra ketua LPM Desa Bukti dihubungi terpisah membenarkan pihaknya sama sekali tidak menolak pembangunan bandara di Kubutambahan. Silakan membangun di sana. Tapi tolong dong tradisi dan budaya kami dihormati. Akan terjadi bedol desa di Kubutambahan, Desa Sanih dan Desa Bulian jika bandara itu dibangun di darat.
Di situ pasti banyak pura yang digusur dan dibongkar. Menurut Suwindra selama ini yang dipikirkan pemerintah kan cuma desa adat Kubutambahan, desa tetangganya gak pernah disentuh. Jangan dipikir baru kami diam terus diklaim setuju dengan bandara. Tidak mungkin. Kami tegas menolak pembangunan bandara itu di darat.
Menurut Suwindra desa adat Bulian dan desa Yeh Sanih selama ini memang diam karena tidak pernah diajak bicara.
Terkait terpasangnya baliho di perbatasan desa adat Kubutambahan itu, Suwindra katakan itu sebenarnya sebagai outokritik terhadap gubernur Bali DR I Wayan Koster. Dia mencanangkan program Nangun Sat Kerthi Loka Bali untuk menjaga Bali ini tetap lestari, tetapi mengapa sebaliknya justru membiarkan lahan due pura  desa adat Kubutambahan diserahkan kepada pihak lain. Begitu juga mengapa membiarkan terjadinya perusakan terhadap nilai nilai tradisi yang ada di Desa adat.
Komitmen itulah yang sedang kami pertanyakan, jelas Suwindra lagi.
Pewarta : KS Wendra