Denpasar (Metrobali.com)-

Kaidah berbusana adat ke pura diseminarkan pada acara Pesta Kesenian Bali ke -35 dengan menghadirkan pembicara yang berkompeten di bidangnya di Taman Budaya Denpasar, Minggu (7/7).

“Memang tidak ada pakem khusus ke pura harus menggunakan pakaian warna tertentu. Tetapi mesti dipegang prinsip berpakaian yang bersih, nyaman, rapi, dan enak dipandang,” kata anggota Asosiasi Perancang, Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Bali Tude Togog.

Tude yang rutin menjadi juri dalam lomba peragaan busana itu melihat beberapa waktu terakhir terjadi kecenderungan berbusana remaja putri dan ibu-ibu yang kurang pas saat ke pura.

“Tentu tidak etis jika ke pura mengggunakan kain cukup tinggi hingga memperlihatkan paha ataupun menggunakan kebaya yang transparan. Kita bersembahyang tujuannya mencari keheningan, pastinya konsentrasi akan terganggu kalau melihat gaya busana yang demikian,” ucapnya.

Menurut dia, penggunaan kain “kamen” yang benar itu adalah pas di mata kaki dan kain yang melilit panjangnya sejajar hingga ujung terakhir yang menutup dari arah kiri.

“Demikian juga dengan kebaya sebaiknya menggunakan model kebaya kartini dengan ciri khas bagian depan tertutup. Jika menggunakan kebaya dari kain brokat, diupayakan yang bermotif rapat sehingga tidak memperlihatkan dengan jelas lekuk tubuh,” ucapnya.

Sedangkan warna kebaya berdasarkan kesepakatan sosial beberapa tahun terakhir, cenderung menggunakan warna kuning dan putih yang melambangkan kesucian.

“Berbeda halnya dengan zaman dulu, masyarakat kita lebih memilih menggunakan warna-warna cerah sesuai dengan ciri khas warna Bali. Memang sejauh ini tidak ada pakem khusus dan harus menggunakan warna tertentu,” ucapnya.

Sementara untuk tata rambut, ujar dia, bagi anak-anak dan remaja putri dicirikan dengan “pusungan gonjer” yang dicirikan dengan setelah diikat dan digulung ada juntaian rambut ke bawah, sedangkan bagi wanita yang sudah berkeluarga dengan jenis “pusungan tagel”.

“Untuk busana ke pura bagi kaum laki-lakinya pada intinya terdiri atas destar, saput, kamen, kemeja, dan umpal. Kain kamen harus dibuat ujungnya mengarah ke bawah sebagai simbolis menuju ibu pertiwi,” ujarnya.

Sedangkan destar atau ikat kepala, kata dia, kedua ujungnya harus mengarah ke atas. Yang tidak kalah penting perpaduan “saput” dan kamen harus terlihat, jangan sampai tertumpuk.

“Laki-laki ataupun perempuan dalam penggunaan bunga segar di kepala supaya secukupnya saja. Yang wanita, sangat cocok jika di atas pusungan rambut diisi bunga segar sebanyak tiga hingga lima kuntum. Bagi pria, bunga segar bisa ditaruh di telinga,” kata Tude Togog.

Pada acara seminar ini juga diisi dengan peragaan busana adat ke pura oleh perwakilan kabupaten/kota se-Bali, perwakilan Pemprov Bali dan ISI Denpasar.

Acara seminar ini dihadiri pula oleh Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali Ayu Pastika, PKK kabupaten/kota, dan pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemprov Bali. INT-MB