Tabanan (Metrobali.com)-

Kepala Dinas (Kadis) Peternakan Tabanan, Ni Nyoman Rusmini, akhirnya dijebloskan ke sel tahanan, Selasa (10/4), sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi dana penanggulangan flu burung senilai Rp 228 juta. Pejabat pemerintahan ini kemarin langsung dijebloskan ke sel seusai menjalani persidangan perdana kasusnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar.

Selain Nyoman Rusmini, satu terdakwa lainnya dalam kasus yang sama yakni I Made Budiarta (Ketua Gabungan Kelompok Tani Desa Timpag, Kecamatan Kerambitan, Tabanan) juga langsung ditahan seusai menjalani sidang perdananya, Selasa kemarin. Baik Rusmini maupun Budiarta ditahan titip di LP Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung.

Penetapan penahanan terdakwa Rusmini dan Budiarta dalam persidangan perdana di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa kemarin, dibacakan langsung Ketua Majelis Hakim IGAB Komang Wijaya Adhi. “Menetapkan agar terdakwa (Rusmini dan Budiarta) ditahan,” tegas IGAB Komang Wijaya Adhi saat membacakan surat penetapan penahanan di akhir persidangan kemarin.

Persidangan perdana kasus dugaan korupsi dana penanggulangan flu burung di Pengadilan Tipikor Denpasar kemarin digelar dengan agenda pembacaan dakwaan bagi terdakwa. Dalam sidang perdana tersebut, pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Tabanan menerjunkan tim jaksa yang dipimpin langsung Kasi Pidsus Kejari, Awaludin.

Jaksa penuntut umum (JPU) menjerat terdakwa Rusmini dan Budiarta dengan dua pasal (dakwaan primer dan subsider), yakni Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Nomor 32 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Kedua terdakwa diancam hukuman minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.

Dalam dakwaannya yang dibacakan di depan majelis hakim, JPU menyatakan dugaan tindak pidana korupsi dilakukan kedua terdakwa pada 2009 silam. Ketika itu, Dirjen Peternakan Kementerian Pertanian RI menggelontorkan dana sebesar Rp 620 juta untuk zonafikasi kawasan unggas. Hal terebut bertujuan untuk menanggulangi wabah flu burung yang ketika itu rawan terjadi di wilayah Tabanan, khususnya Desa Timpag, Kecamatan Kerambitan.

Ketika itu, terdakwa Rusmini selaku Kadis Peternakan Tabanan bertindak sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA). Sedangkan terdakwa Budiarta selaku Ketua Gapoktan Desa Timpag, Kecamatan Kerambitan bertindak sebagi pihak penerima dana penanggulangan flu burung.

Dana yang digelontorkan pusat tersebut, sebagaimana dipaparkan JPU di sidang kemarin, kemudian dialokasikan untuk biaya perbaikan kandang ayam, biaya pembelian bibit, biaya pakan, biaya obat, biaya peralatan mesin, biaya perjalanan dinas, dan sejumlah keperluan lain.

Singkat cerita, pada 20 Juli 2010, atas permintaan dari Rusmini, terdakwa Budiarta kemudian menyerahkan dana bantuan tersebut sebesar Rp 100 juta, dengan dalih sebagai pinjaman tanpa sepengatahuan kelompok tani. Namun belakangan, setelah kasus ini terbongkar, terdakwa Rusmini kemudian mengembalikan dana bantuan sosial yang menurutnya ‘dipinjam sementara’ itu.

Dari hasil penyidikan, diketahui bahwa tidak seluruh dana bantuan pusat itu disalurkan oleh terdakwa untuk penanggulangan flu burung. Akibat perbuatan terdakwa, kegiatan zonafikasi kawasan unggas tidak terlaksana sebagaimana mestinya dan tidak berkembang sesuai dengan program yang tertuang dalam AD/ART. “Atas perbuatan terdakwa tersebut, negara mengalami kerugian sebesar Rp 288.076.975 (atau sekitar Rp 288 juta). Angka inilah yang tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh terdakwa,” papar JPU.

Setelah pemaparan JPU, majelis hakim kemudian membacakan penetapan penahanan bagi kedua terdakwa: Rusmini dan Budiarta. “Menetapkan agar terdakwa ditahan,” tegas Ketua Majelis Hakim, IGAB Komang Wijaya Adhi, di akhir persidangan perdana kasus yang menyeret Kadis Peternakan Tabanan sebagai terdakwa ini di Pengadilan Tipikor Denpasar kemarin. Maka, kedua terdakwa langsung digelandang ke LP Kerobokan.

Baik Nyoman Rusmini dan Made Budiarta sebelumnya telah diserahkan penyidik Polres Tabanan ke Kejari Tabanan, 13 Maret 2012 lalu. Namun, pihak kejaksaan tidak langsung menahan Rusmini, dengan dalih keduanya sudah mengembalikan uang negara yang diduga dikorupsi. Sedangkan terdakwa Budiarta sudah sempat ditahan di Mapolres Tabanan, sejak 3 Maret 2012. Sebetulnya, Rusmini juga hendak ditahan polisi pada hari yang sama, tapi keburu jatuh sakit.

Saat menyerahkan Rusmini dan Budiarta ke Kejari Tabanan sebulan lalu, polisi juga menyerahkan uang negara sebesar Rp 256.840.000 atau Rp 256,84 juta yang berhasil disita dari keduanya. “Kedua tersangka (Rusmini dan Budiarta) tidak kita tahan, dengan alasan mereka telah mengembalikan uang negara,” jelas Kajari Tabanan, Sufari, saat itu.

Sufari menegaskan, pada intinya penanganan kasus korupsi adalah mengupayakan pengembalian uang negara. Sedangkan Rusmini dan Budiarta telah memenuhi syarat objektif dalam penindakan tindak pidana korupsi, karena sudah mengembalikan uang korupsi senilai total Rp 256,84 juta. “Uang yang menjadi temuan BPKP sudah utuh dikembalikan. Tadi kita paksa agar uang itu kembali utuh. Karena uang negara itu telah kembali secara total, maka alasan saya untuk menahan mereka apa? Jika uang itu tidak kembali, pasti kita tahan,” imbuh Sufari.

Kasus yang menyeret Rusmini dan Budiarta sebagai terdakwa ini terjadi sejak tahun 2009. Ketika itu, Kelompok Tani Ternak (KTT) Desa Timpag menerima kucuran dana penanggulangan karena menjadi daerah terbanyak terjangkit kasus flu burung. KTT Desa Timpag digelontor dana sebesar Rp 620 juta untuk menjaga kawasan dari serangan flu burung.

Dalam perjalanannya, separo dana sudah digunakan untuk mendanai kelompok ternak inti yang ada. Namun, kelompok kecil di banjar-banjar tidak kebagian menikmati dana tersebut. Sedangkan sisa dana sebesar Rp 288 juta yang mestinya masih utuh, ternyata tidak mampu dipertanggungjawabkan Rusmini selaku Kadis Peternakan dan Budiarta selaku Kepala Gapoktan Desa Timpag. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) melihat ada kejanggalan dalam laporan keuangan tersebut. Dari situ, kasus ini dilaporkan oleh masyarakat dan kemudian diusut pihak kepolisian, hingga Rusmini dan Budiarta ditetapkan sebagai tersangka.

Sementara itu, suami Rusmini yang notabene seorang dokter, dr Putu Supartha, pernah mengatakan sangat yakin istrinya tidak melakukan tindakan korupsi. Pihak keluarga pun memberikan dukungan penuh kepada Rusmini. “Saya yakin istri saya tidak bersalah dan tidak ada melakukan tindakan korupsi,” tegas dr Supartha. Menurut dr Supartha, istrinya memang meminjam uang dana penanggulangan flu burung sebesar Rp 50 juta. Dan, uang itu telah dikembalikan lengkap dengan kwitansi. Maka, dirinya yang awam hukum juga mengaku heran jika kemudian pinjam meminjam dikategorikan tindakan korupsi. (nusabali.com)-