joop-ave

SOSOK Joop Ave (80). pria kelahiran Yogyakarta 5 Desember 1934 yang menghembuskan nafas terakhir dalam perawatan intensif di Rumah Sakit Mount Elisabeth Singapura dikremasi di Pemakaman Taman Mumbul, Nusa Dua, Bali.

Mantan Menparpostel pada masa pemerintahan Presisen Soeharto itu sebenarnya berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta, namun karena surat wasiat dan kecintaannya terhadap Bali memilih untuk dimakamkan (kremasi) di Pulau Dewata.

Menteri ESDM Jero Wacik yang juga mantan Menparekrap ditunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi inspektur upacara pelepasan jenazah Joop Ave yang dikremasi di Pulau Dewata, Sabtu (8/2) Guru besar Fakultas Sastra Universitas Udayana Prof Dr I Nyoman Darma Putra mengatakan, sebetulnya ada dua gagasan besar dari Joop Ave yang pantas dikenang di Pulau Dewata.

Kedua gagasan yang monumental itu pembangunan kompleks Garuda Wisnu Kecana (GWK) di Bukit Balangan Jimbaran dan Puja Mandala, yakni lima tempat suci lintas agama yang satu sama lain saling berdampingan dalam satu kompleks di Nusa Dua, Kabupaten Badung.

Puja Mandala adalah kompleks lima rumah ibadah yang berjejer tanpa sekat. Di sana ada mesjid, gereja Katolik, wihara Budha, gereja Protestan, dan pura Hindu. Tidak ada di seluruh Indonesia, bahkan mungkin di dunia, kompleks rumah ibadah yang berjejer dengan satu halaman seperti Puja Mandala, di Nusa Dua.

Kelima tempat suci itu terdiri atas Buddhist (Vihara Budhina Guna), Katolik (Gereja Bunda Maria Segala Bangsa), Hindu (Pura Jagatnatha), Islam (Mesjid Agung Ibnu Batutah) dan Protestan (Gereja Bukit Doa).

Puja Mandala dihadirkan sebagai lambang toleransi umat beragama di Pulau Dewata, sebuah kondisi penting dalam menjaga pembangunan kepariwisataan.

Gagasan Joop Ave mendirikan Puja Mandala muncul ketika kawasan Nusa Dua berkembang sebagai kawasan wisata. Ketika menjadi Dirjen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi.

Joop Ave mengamati bahwa para wisatawan yang berlibur atau berkonferensi di kawasan Nusa Dua membutuhkan tempat peribadatan, sementara hotel-hotel berbintang lima di kawasan elit itu tidak menyiapkan sarana untuk ibadah secara memadai.

Selain itu, dengan berkembanganya Nusa Dua, banyak warga yang tinggal di daerah itu, dan tidak pula memiliki tempat peribadatan yang representatif. Mereka yang tinggal dan bekerja di Nusa Dua merasakan kurang praktis dan memerlukan banyak waktu untuk bersembahyang ke Kuta atau ke Denpasar.

Kombinasi antara kepentingan praktis masyarkat dan wisatawan, membuat Joop Ave memunculkan gagasan cemerlang mendirikan kompleks rumah ibadah. Gagasan ini ditopang dengan ideologi toleransi agar umat yang berbeda latar belakang etnik dan agama dapat hidup berdampingan memenuhi kebutuhan spiritualnya. Sutika/MB