Jimly Asshidiqie

Jakarta (Metrobali.com)-

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie meminta rakyat Indonesia melupakan segala perbedaan pendapat tentang hasil Pemilihan Presiden 2014 dan mengajak mendukung siapapun pemimpin bangsa ini di masa mendatang.

 “Mari lupakan untuk urusan yang lain, ‘let’s move on’, jangan terbenam dan kecewa hasil pilpres dan jangan lagi larut dalam perasaan menang,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (4/10).

Ia juga mengajak masyarakat Indonesia bersyukur karena tidak lama lagi Presiden dan Wakil Presiden hasil Pemilu 2014 akan mengucapkan sumpah jabatan dalam Sidang Umum MPR, tepatnya 20 Oktober 2014.

 Menurut dia, Pemilu adalah cara yang sudah disepakati sebagai metode menentukan pemimpin bangsa dengan tidak ditentukan keturunan darah, melainkan karena kemauan bersama oleh sebagian terbesar rakyat yang telah memberikan amanah.

 “Sekarang pilpres sudah selesai dan mari saling menghormati. Yang terpilih kita terima dan dukung dengan ikhlas,” katanya.

 Guru besar hukum tata negara tersebut mengatakan memilih pemimpin bukan alasan fisik pribadi, namun karena keyakinan diri bahwa pemimpin dapat dijadikan contoh teladan dalam menata dan memperbaiki, menjalankan dan memastikan sistem norma hukum serta etika.

“Siapapun pemimpinnya, sekarang kita kembali bersama. Jangan percaya bujuk rayu syaitan yang mempengaruhi hawa nafsu untuk berburu kekuasaan dan kekayaan secara bertentangan dengan norma hukum dan etika, bahkan mengorbankan perasaan solidaritas kebersamaan sebagai kesatuan bangsa,” katanya.

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tersebut juga menyoroti masih tingginya tingkat kejahatan di dalam negeri.

Di bidang korupsi, kata dia, di Indonesia tergolong nomor satu di dunia, dan jumlah narapidana di Jabodetabek saja sampai sekarang kelebihan kapasitas hampir 300 persen dari daya tampung semua lembaga permasyarakatan.

“Soal daya tampung ini bukan karena ketidakmampuan kita membangun gedung penjara, tetapi tingkat kriminalitas terus meningkat secara fantastis dari waktu ke waktu,” katanya.

Hal tersebut berarti, lanjut Jimly, meski hukum sudah ditegakkan namun hasilnya belum tetntu efektif jika yang ditegakkan tidak berhasil memastikan standar moral dalam bermasyarakat dan memperbaikinya.

 “Jika moralitas, etika dan akhlak dalam masyarakat kita tidak berfungsi maka sulit untuk berharap hukum yang berkeadilan akan ditegakkan di negeri ini,” katanya. AN-MB