Denpasar (Metrobali.com)-

PT Jasa Marga Tbk memastikan Jembatan Tol Bali (JTB) Nusa Dua – Ngurah Rai – Benoa sepanjang 12,7 kilometer (km) bisa digunakan dan beroperasi saat pertemuan APEC, Oktober 2013, di Nusa Dua Bali.

“Insya Allah ‘fix’ saat APEC Oktober mendatang, JTB sudah bisa digunakan,” kata Direktur Pengembangan Usaha, PT Jasa Marga Tbk, Abdul Hadi kepada pers di lokasi pembangunan proyek JTB, Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Senin (10/6).

Hadir dalam kesempatan itu Komisaris PT Jasa Marga, Ibnu Purna Muhtar, Komisaris Samsudin, Komisaris Primanto dan Direktur Utama PT Jasamarga Bali Tol, A. Tito Karim serta Sekretaris Perusahaan PT Jasa Marga David Wijayatno.

Menurut Abdul Hadi, saat ini pembangunan fisik bisa dikatakan sudah selesai sehingga proses berikutnya adalah tinggal pekerjaan akhir seperti pemasangan rambu, marka jalan, penerangan jalan dan lainnya.

“Setelah itu proses audit kelaikan jalan oleh pihak terkait dan diharapkan bisa dipercepat menjadi sebulan,” katanya.

Dengan demikian, katanya, secara keseluruhan proyek ini adalah 14 bulan atau lebih cepat empat bulan dari 18 bulan yang direncanakan.

“Proyek ini secara penamaan harus dikoreksi dari jalan tol menjadi jembatan tol karena dari 12,7 km, sekitar 10 km berada di atas laut, sehingga sebutan yang pas adalah jembatan tol,” katanya.

Sekretaris Perusahaan Jasa Marga, David Wijayatno, menyebut peluncuran nama Jembatan Bali Tol (JTB) untuk menggantikan istilah jalan tol adalah mulai hari Senin (10/6) dan seterusnya.

Abdul Hadi melanjutkan, proyek senilai Rp2,4 triliun ini dikerjakan oleh Jasa Marga bersama konsorsium BUMN lainnya dengan konsep konstruksi “design and built” pertama di Indonesia.

“Konsep ini memberikan kebebasan berkreativitas bagi kontraktor sehingga memiliki efisiensi yang tinggi dan terbukti menghemat biaya konstruksi sekitar Rp330 miliar,” katanya.

Tidak hanya itu, lanjut Abdul Hadi, JTB juga memberikan kesempatan kepada pengguna sepeda motor untuk ikut menikmati fasilitas tol pertama di Bali ini.

“Jadi, mirip seperti di jembatan tol Surabaya Madura (Suramadu),” katanya.

Abdul Hadi juga menyebut, dengan JTB, masalah kemacetan di ruas arteri by pass Ngurah Rai bagi pengguna lalu lintas antara tiga titik itu (Benoa-Ngurah Rai-Nusa Dua) bisa diselesaikan.

“Melalui Bypass Ngurah Rai biasanya di atas dua jam pada jam-jam sibuk, kini dengan JTB hanya sekitar 15-20 menit,” katanya.

Oleh karena itu, dia memperkirakan, JTB selain menjadi ikon baru bagi Bali, juga menambah daya tarik wisata baru bagi Pulau Dewata.

“Dampaknya, secara ekonomi, Bali juga akan tumbuh,” katanya.

Model pertama Pada bagian lain, Komisaris PT Jasa Marga, Ibnu Purna Muhtar menyebut, proyek JTB ini adalah untuk pertama kalinya di Indonesia.

Artinya, dikerjakan sendiri oleh putra terbaik Indonesia 100 persen, mulai dari bahan baku, pekerja dan tenaga ahlinya serta tidak menggunakan dana APBN.

“Kami gunakan dana internal 30 persen dan sisanya sindikasi perbankan nasional,” katanya.

Melalui konsorsium BUMN ini, kata Ibnu, ternyata prosesnya lebih cepat dan diharapkan, model pembangunan seperti ini bisa diterapkan untuk infrastruktur lainnya.

“Kami yakin, bila konsep ini ditularkan, maka percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia bisa dilakukan,” katanya.

Abdul Hadi menambahkan, saat dioperasikan nanti, JTB mengusulkan tarif untuk kendaraan golongan 1 adalah Rp10 ribu dan sepeda motor Rp4 ribu.

“Studi proyek menyebut, saat dioperasikan, lalu lintas hariannya mencapai 38 ribu,” katanya sambil menambahkan bahwa umur teknis JTB di atas 50 tahun.

JTB dioperasikan oleh PT Jasamarga Bali Tol, anak usaha PT Jasa Marga Tbk dengan kepemilikan saham 60 persen Jasa Marga, 20 persen Pelindo III, 10 persen PT Angkasa Pura 1, Wijaya Karya 5 persen, Adhi Karya 2 persen, Hutama Karya 1 persen, BUMN Bali 1 persen, Pemprov Bali dan Pemkab Badung 1 persen.

JTB dioperasikan oleh PT JasaMarga Bali Tol untuk masa konsesi 45 tahun. INT-MB