Foto: Seminar bertajuk “I Gusti Bagus Sugriwa Dalam Lintasan Sejarah Pembangunan Indonesia dan Agama Hindu” digelar di gedung Citta Kelangen ISI (Institut Seni Indonesia) Denpasar Jumat (25/10/2019).

Denpasar (Metrobali.com)-

Yayasan I Gusti Bagus Sugriwa menggelar seminar yang mengedepankan sosok sang visioner almarhum I Gusti Bagus Sugriwa. Seminar bertajuk “I Gusti Bagus Sugriwa Dalam Lintasan Sejarah Pembangunan Indonesia dan Agama Hindu” ini digelar di gedung Citta Kelangen ISI (Institut Seni Indonesia) Denpasar Jumat (25/10/2019).

Seminar dihadiri belasan sulinggih, tokoh budaya hingga Dirgen Bimas Hindu Prof I Ketut Widnya. Hadir pula dalam kesempatan itu anak kesebelas dari I Gusti Bagus Sugriwa, yakni Ida Rsi Agung Wayabya Suprabhu Sogata Karang, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan Adnyana dan WR II ISI Denpasar serta ratusan peserta dari berbagai kalangan.

Ida Rsi Agung Wayabya mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk menggali informasi yang lebih terang tentang I Gusti Bagus Sugriwa, yang nantinya akan dirangkum dalam buku jejak  sang visioner.

“Kita mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai keberadaan beliau yang lalu. Itu dalam rangka membuat buku biografi yang lebih lengkap dan membangunkan semangat generasi muda,” ujarnya didampingi Ketua Panitia I Gusti Bagus Agung Suddahjinendra Hadi Sugriwa, yang juga putra almarhum I Gusti Bagus Sugriwa.

Seminar ini juga merupakan bentuk kegelisahan Ida Rsi Agung Wayabya melihat fenomena tentang agama dan budaya di Bali masa kini. Seiring kemajuan teknologi dan informasi yang semakin liar, menjadi hal penting dan kebutuhan untuk menjaga kelestarian seni, budaya Bali melalui pemikiran yang mengedepankan kearifan lokal.

Apabila tidak diperkuat dengan pemikiran tersebut, ia mengaku khwatir bahwa generasi muda tidak memiliki militasi terhadap pelestarian seni, budaya dan pemahaman agama.

Ketiga aspek tersebut merupakan bidang yang kuasai ayahnya. “Secara praktik lapangan beliau adalah guru, beliau ikut membentuk lembaga pendidikan seperti IHDN, UNHI, ISI Denpasar,” terangnya.

Adapun sejumlah kutipan almarhum, yakni “corak agama Hindu yang ada di Bali tetap seperti yang diwariskan para leluhur, karena ia terbukti sudah teruji oleh jaman beradab lamanya. Tinggal memoles, agar sesuai dengan perkembangan jaman”.

Kemudian, “Adanya proses ketat antara agama dengan seni budaya Bali” dan “Adanya pengajaran bahasa, huruf bali, aksara bali sebagai dasar kebalian”.

Memang, selain dikenal sebagai pendidik dan negarawan, sosok I Gusti Bagus Sugriwa juga menyelami dunia jurnalistik sebagai pemimpin redaksi sebuah majalah.

Hal serupa juga diungkap Dirgen Bimas Hindu Prof I Ketut Widnya. Ia mengatakan bahwa pihaknya sangat mengapresiasi gerakan literasi yang dilakukan yayasan I Gusti Bagus Sugriwa dengan menggelar seminar.

Pemikiran keagamaan yang lahir dari sosok  I Gusti Bagus Sugriwa itu adalah agar orang Bali tidak kehilangan kebaliannya dengan cara beragama sesuai dengan tradisi Bali.

Pemikiran tersebut menurutnya lahir dari kegelisahan almarhum terhadap eksistensi penerapan konsep agama yang dipadukan dengan seni dan budaya Bali.

Dalam kesempatan itu, Prof Widnya juga mengungkapkan fakta baru, bahwa nama almarhum akan diterapkan sebagai nama IHDN yang nanti berubah status menjadi universitas.

“Nama I Gusti Bagus Sugriwa itu diusulkan oleh dirjen sebagai nama Universitas Hindu Negeri Gusti Bagus Sugriwa Denpasar. Itu berubahan status institut menjadi universitas, atas saran sejumlah tokoh nama beliau yang diusulkan. Rancangan Peraturan Presiden sudah kami buat bersama Institut Hindu Dharma Negeri Gede Puja Mataram,” terangnya.

Ke depan, ia berharap generasi penerus almarhum dapat melanjutkan perjuangan almarhum dengan melahirkan pemikiran-pemikiran visioner dalam berbagai hal.

Seminar-seminar serupa juga diharapkan rutin digelar untuk mengaktualisasikan pemikiran almarhum yang sekaligus menjadi pedoman bagi generasi muda.

Untuk diketahui, I Gusti Bagus Sugriwa meninggal dunia 22 November 1977. Semasa hidupnya, cendikiawan uni berhasil menulis 68 judul naskah pada 115 publikasi diterjemahkan dalam sepuluh bahasa hingga kini menjadi koleksi 351 perpustakaan di dalam dan luar negeri. (dan)