Jokowi diminta mengambil langkah memperkuat bukan memelahkan KPK. (Foto:VOA/Nurhadi)

Presiden Jokowi menjanjikan sejumlah langkah strategis bagi penguatan KPK ketika berkampanye dalam Pemilu Presiden. Menambah anggaran dan personil serta penguatan institusi adalah sebagian janji itu. Di tengah proses revisi UU KPK, masyarakat meminta Jokowi konsisten dengan janjinya.

Ratusan mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta menggelar aksi demo, Kamis (12/9) di Yogyakarta. Seperti juga rekan mereka di sejumlah kota lain, para mahasiswa ini menggelar aksi menolak revisi UU KPK. Mereka juga menuntut Jokowi merealisasikan janji kampanyenya untuk menguatkan lembaga anti rasuah itu.

Dalam orasinya, koordinator Gerakan Anti Korupsi Yogyakarta, Adjie Hari menyatakan menolak tegas rancangan revisi UU KPK secara keseluruhan. Mereka juga mendesak Presiden bersikap tegas menolak rancangan revisi UU KPK dan mendesak DPR membatalkan rencana pembahasannya.

“Menuntut Presiden RI untuk menepati janji dalam rangka melakukan penguatan KPK untuk mewujudkan Indonesia yang bebas KKN,” teriak Adjie.

Komitmen Jokowi Dipertanyakan

Sementara itu, peneliti pusat studi anti korupsi dari 30 perguruan tinggi di Indonesia hari Rabu berkirim surat ke Presiden Jokowi. Salinan surat itu secara langsung juga diberikan kepada Ketua KPK, Agus Rahardjo di Pusat Studi Anti Korupsi (Pukat) UGM. Dalam surat itu, Oce Madril, salah satu pegiat mempertanyakan komitmen Jokowi.

Sebanyak 30 pusat studi anti korupsi seluruh Indonesia menagih komitmen Jokowi memperkuat KPK. (Foto:VOA/Nurhadi)
Sebanyak 30 pusat studi anti korupsi seluruh Indonesia menagih komitmen Jokowi memperkuat KPK. (Foto:VOA/Nurhadi)

“Bapak Presiden tentu memahami bahwa komitmen pemberantasan korupsi merupakan amanat reformasi. Munculnya berbagai ketetapan MPR tentang arah kebijakan pemberantasan KKN membuktikan bahwa pemberantasan korupsi menjadi agenda yang sangat serius bagi bangsa ini. karena itu, segala bentuk upaya pelemahan pemberantasan korupsi sama saja dengan mengkhianati amanat reformasi,” kata Oce.

Keprihatinan juga datang dari Adi Heryadi, dosen di Universitas Jenderal Ahmad Yani, Yogyakarta. Dia mengatakan, selama para dosen telah menjadi bagian dari upaya pencegahan korupsi karena kepedulian terhadap nasib bangsa. Namun dia merasakan, semangat itu kini surut, karena serangan bertubi-tubi dan secara terstruktur terhadap KPK.

Aksi mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Anti Korupsi Yogyakarta, Kamis, 12 September 2019, menolak revisi UU KPK. (Foto:VOA/Nurhadi)
Aksi mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Anti Korupsi Yogyakarta, Kamis, 12 September 2019, menolak revisi UU KPK. (Foto:VOA/Nurhadi)

“Dari mulai kemarin kita saksikan sama-sama proses pemilihan calon pimpinan KPK hingga saat ini menuju ke revisi undang-undang KPK. Sungguh kami sangat prihatin, dan keprihatinan ini ingin kami sampaikan kepada yang terhormat Bapak Presiden Joko Widodo. Mohon dengarkan kami,” kata Adi.

Nisa Dayu Suryaningsih, dari Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah mempertanyakan langkah DPR yang beberapa kali berupaya melemahkan KPK. Di sisi lain, dia juga menilai, langkah Jokowi mengeluarkan Surpres bertentangan dengan janjinya selama kampanye yang akan menguatkan KPK.

“Apabila beliau menandatangani Surat Presiden tersebut, kami menganggap bahwa presiden tunduk terhadap kuasa politik dan kuasa modal,” ujar Nisa.

KPK Tidak Alergi Perubahan

Ketua KPK Agus Raharjo juga mempertanyakan sikap Jokowi dalam polemik ini. Jika KPK kelak benar-benar harus bekerja di bawah UU baru yang diusulkan DPR, maka lembaga itu bukan lagi menjadi Komisi Pemberantasan Korupsi, tetapi Komisi Pencegahan Korupsi.

Ketua KPK Agus Rahardjo.(Foto:VOA/ Nurhadi)
Ketua KPK Agus Rahardjo.(Foto:VOA/ Nurhadi)

Agus memaparkan lika-liku sejumlah negara dalam upaya pemberantasan korupsi. Salah satu yang menyamakan dalam sejarah mereka adalah independensi lembaga dan konsistensi dukungan pemerintah.

Sejak reformasi bergulir, Indonesia sudah mengalami cukup banyak kemajuan dalam upaya pemberantasan korupsi. RUU rancangan DPR akan mengembalikan bangsa ini ke era sebelum reformasi.

“Kalau tidak ada reformasi, pilihan langsung, tidak mungkin juga, kan? Sebenarnya yang mendudukan Jokowi menjadi Presiden, karena demokratisasi yang terjadi pada waktu reformasi. Oleh karena itu semangat informasi sama sekali jangan dilupakan. Mari kita ingat itu. Mestinya perubahan yang kita lakukan selalu searah dengan tata kelola perbaikan sistem yang lebih baik,” kata Agus.

Apakah tidak ada yang perlu diperbaiki di KPK? Agus menjawab tegas, ada. Karena itu, lanjutnya, perubahan UU seharusnya diawali dengan diskusi dengan KPK sendiri. Lembaga tersebut akan menyampaikan apa saja yang dianggap perlu untuk dibenahi melalui dasar hukum baru. Langkah inilah yang selama ini tidak dilewati baik oleh DPR maupun pemerintah.

Agus juga menyebut, di bidang hukum ada beberapa RUU yang semestinya diselesaikan terlebih dahulu sebelum pembahasan RUU KPK. RUU KUHP dan RUU Tipikor adalah dua diantaranya. Urutan pengesahan itu penting untuk mengikuti logika upaya penegakan hukum di Indonesia.

Setelah semua yang terjadi sampai hari ini, dan pembahasan yang tinggal beberapa hari di DPR, Agus mengaku KPK akan mengembalikan semua kepada rakyat.

“KPK berhasil karena dukungan dari media media massa dan seluruh rakyat Indonesia yang konsen mengenai pemberantasan korupsinya. Kita nanti akan tanyakan ke teman-teman yang selalu mendukung itu, apa yang harus dilakukan,” tambah Agus. [ns/ab] (VOA)