rumput laut

Jakarta (Metrobali.com)-

Di tengah hiruk pikuk terkait pemberantasan pencurian ikan, berbagai pemangku kepentingan sektor kelautan dan perikanan diharapkan tidak melupakan pengembangan rumput laut di berbagai daerah di Tanah Air.

Untuk itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga fokus pada pemberdayaan rumput laut sebagai salah satu komoditas unggulan Indonesia dalam kunjungannya ke Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, pada Hari Nelayan Nasional yang jatuh setiap tanggal 6 April.

“Perkuat industri pengolahan rumput laut nasional, sehingga menjadi salah satu komoditas perikanan budi daya yang dapat menjadi unggulan ekspor Indonesia,” kata Susi Pudjiastuti ketika itu.

Menurut perempuan yang akrab dipanggil dengan sebutan Menteri Susi itu, selain ditingkatkan nilai tambah produknya, rumput laut juga sekaligus dapat diupayakan sebagai upaya meningkatkan kemandirian dan menjunjung kedaulatan bangsa.

Hal itu, ujar dia, karena rumput laut memiliki posisi yang strategis dalam menopang perekonomian nasional melalui peningkatan penerimaan devisa negara sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan pembudi daya dan masyarakat sekitar lingkungan budi dayanya.

Berdasarkan data sementara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi rumput laut nasional pada tahun 2014 mencapai 10,2 juta ton atau meningkat lebih dari tiga kali lipat.

Sedangkan sebelumnya, produksi rumput laut pada tahun 2010 hanya berkisar di angka 3,9 juta ton, yang mengindikasikan bahwa rumput laut sangat bisa diandalkan sebagai sumber mata pencaharian masyarakat pesisir.

Selain karena cara budi dayanya yang cukup mudah dan murah, pasar rumput laut dinilai juga masih terbuka lebar.

“Sejalan dengan kebijakan Presiden RI, KKP akan terus melakukan pembinaan secara terus menerus kepada masyarakat dalam hal membudidayakan rumput laut,” ujar Susi.

Susi mengungkapkan, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan dua pertiga wilayahnya adalah lautan memiliki banyak kawasan yang sangat potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut.

Salah satu kawasan tersebut adalah Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Sejak ditetapkan sebagai kawasan minapolitan perikanan budi daya pada tahun 2010, produksi rumput laut di daerah ini terus mengalami peningkatan sehingga pada 2014, total produksi mencapai 2.400 ton.

“Hal ini tidak terlepas dari dukungan pemerintah daerah yang bersungguh-sungguh mengembangkan kawasan ini menjadi kawasan minapolitan budi daya rumput laut yang terintegrasi dan maju,” ucap Susi.

Untuk itu, Menteri Kelautan dan Perikanan juga telah meminta Pemerintah Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur membangun pangkalan pendaratan rumput laut guna memutus monopoli harga oleh pengusaha tertentu.

“Selain untuk memutus monopoli harga oleh pengusaha tertentu pembangun pangkalan pendaratan rumput laut di Sumba itu juga untuk mengakomodasi petani dan nelayan rumput laut di Pulau itu yang mengeluhkan akses dan adanya diskriminasi,” kata Kepala Dinas KKP Nusa Tenggara Timur, Abraham Maulaka, di Kupang, Rabu (8/4).

Tidak hanya Menteri Susi, Presiden Joko Widodo juga telah melakukan blusukan ke pabrik agar-agar yang terletak di Tangerang, Banten, yakni PT Agarindo Bogatama untuk memastikan industri siap menampung produksi rumput laut nelayan.

“Kita mau memulai menggalakkan rumput laut dari petani dari nelayan, kita ingin besar-besaran. Tapi kita lihat siapkah industri yang bisa menyerap,” kata Presiden Jokowi di kawasan pabrik Agarindo di wilayah Pasar Kemis Kabupaten Tangerang Banten, Senin (13/4).

Presiden mengatakan, dari hasil kunjungan singkatnya ke pabrik itu ternyata kapasitas produksinya cukup besar. Namun, pabrik itu hanya memproduksi agar-agar sehingga masih diperlukan pabrik-pabrik lain yang mengolah rumput laut misalnya untuk kosmetik, pasta gigi, dan produk turunan lainnya.

Tingkatkan Penyerapan SDM Terkait dengan penyerapan produksi rumput laut, berbagai daerah telah berupaya untuk meningkatkannya seperti Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumbawa Junaidi menyebutkan sebanyak tujuh perusahaan swasta masih aktif melakukan pembelian rumput laut di daerahnya untuk dipasarkan ke luar Nusa Tenggara Barat.

“Sebenarnya dari data yang kami himpun hingga akhir 2014, jumlah perusahaan ada 13, tapi yang masih aktif tujuh perusahaan,” katanya di Sumbawa Besar, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Kamis (27/3).

Perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang usaha pengumpulan, pembelian dan pemasaran tersebut telah melakukan kemitraan usaha dengan para pembudidaya rumput laut di daerahnya yang berjumlah 2.397 rumah tangga petani.

Sedangkan di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, industri kecil menengah (IKM), khususnya olahan rumput laut dinilai sudah mampu menjadi tujuan pendidikan pengolahan rumput laut bagi daerah lain di Indonesia.

“Meskipun di Mataram tidak menjadi daerah penghasil rumput laut, namun IKM kita mampu mengolah rumput laut dan menjadi IKM tujuan pendidikan bagi daerah lain,” kata Kepala Bidang Perindustrian Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kota Mataram, IG Ayu Yuliana di Mataram, Sabtu (11/4).

Hal itu berarti, menurut Yuliana, para pengrajin IKM olahan rumput laut di Kota Mataram sudah mampu menjadi instruktur bagi kabupaten/kota lainnya dalam mengolah rumput laut menjadi berbagai macam makanan yang sehat dan digemari.

Sementara itu, Provinsi Sulawesi Utara juga terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia, khusus industri kecil menengah rumput laut di daerah tersebut.

“Kami akan terus meningkatkan kualitas SDM IKM rumput laut di Sulut dengan mengikuti pelatihan di Balai Diklat Industri di Makassar,” kata Kepala Bidang Fasilitasi dan Pengembangan IKM Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulut Alwy Pontoh di Manado, Selasa (24/3).

Ia mengatakan IKM rumput laut cukup banyak terdapat di Kabupaten Minahasa Utara dan tahun ini akan terus didorong agar memproduksi dengan kualitas tinggi sehingga makin diminati pasar, baik domestik maupun internasional.

Selain peningkatan penyerapan dan penguatan pemberdayaan sumber daya manusia terkait produksi rumput laut, penting pula adanya pengawasan agar aktivitas produksi itu dapat berkesinambungan dan tidak mengganggu lingkungan.

Seperti kegiatan budi daya rumput laut sepanjang pesisir pantai selatan Provinsi Bali dinilai perlu upaya pengawasan agar tidak berdampak pada kerusakan ekosistem terumbu karang dan padang lamu yang ada.

“Pengawasan itu sebagai upaya pembinaan dan mengarahkan kegiatan budidaya rumput laut yang ramah lingkungan,” kata akademisi Universitas Warmadewa Denpasar Gede Sudiarta di Denpasar, Kamis (26/3).

Menurut dia, saat melakukan budi daya rumput laut, secara berkelanjutan jumlah tumbuhan tersebut akan terus bertambah sepanjang lokasi pesisir pantai. Namun, semakin banyaknya rumput laut itu akan berdampak pada kematian ekosistem padang lamu, terumbu karang maupun semua ekosistem bawah laut yang sebelumnya pernah ada akibat budidaya rumput laut.

Sumber Devisa Nasional Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga menyatakan budi daya rumput laut harus terus ditingkatkan, baik secara kualitas maupun kuantitas, karena dapat menjadi sumber devisa bagi penggerak perekonomian nasional.

“Kualitas dan kuantitas produksi rumput laut akan selalu kita tingkatkan dan mendukung laut sebagai halaman depan kita, sebagai masa depan kita dan sebagai sumber devisa untuk menggerakkan perekonomian bangsa,” kata Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto.

Menurut dia, rumput laut merupakan salah satu komoditas utama perikanan budi daya yang menjadi andalan dalam peningkatan produksi, meningkatkan perekonomian daerah, dan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Dia menjelaskan ada tujuh jurus agar budi daya rumput laut dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.

“Pertama adalah mengunakan bibit dari tallus yang terbaik. Kedua, disiplin panen pada usia 40-45 hari, kemudian ketiga tidak menggunakan pupuk/probiotik/bahan pemacu pertumbuhan,” katanya.

Selanjutnya, ujar dia, mengupayakan mencari kawasan budi daya yang baru untuk rotasi penanaman, dan kelima harus menjaga lingkungan pantai dari sampah.

Selain itu, katanya, tidak menjemur rumput laut di pasir dan dijaga dari bahan-bahan yang menempel lainnya, sedangkan yang terakhir segera menutup rumput laut yang sedang dijemur dengan plastik/terpal jika turun hujan.

“Dengan menerapkan jurus ini, budi daya rumput laut akan berhasil dan berlanjut untuk mendukung peningkatan produksi dan kualitasnya,” kata Slamet.

Menurut Dirjen Budidaya KKP, budi daya rumput laut juga dapat menjadi salah satu solusi dalam menanggulangi dampak diberlakukannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2015 terkait dengan Pelarangan Penangkapan Kepiting, Rajungan, dan Lobster dalam kondisi tertentu.

Dengan demikian, katanya, budi daya rumput laut dapat dijadikan usaha alternatif atau pekerjaan sampingan bagi nelayan penangkap kepiting dan benih lobster di berbagai daerah.

“Alokasi anggaran pengembangan kebun bibit rumput laut sebesar Rp1,46 milyar. Ini akan ditempatkan di sentra-sentra penangkapan kepiting dan benih lobster,” katanya.

Diharapkan dengan kesuksesan penerapan jurus budidaya di berbagai daerah itu akan membuat komoditas rumput laut semakin besar kontribusinya dalam peningkatan sumber devisa nasional. AN-MB